Kejaksaan Agung diminta untuk lebih transparan dan cepat dalam mengusut dugaan penerimaan suap dan gratifikasi terkait kasus Joko Tjandra.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus keterlibatan oknum jaksa dalam pelarian terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Tjandra, dinilai tidak transparan. Kejaksaan Agung dinilai lamban dan tertutup dalam mengungkap kasus ini.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Sabtu (22/8/2020), mengatakan, pemeriksaan terhadap Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, cenderung tidak transparan.
”Ini menimbulkan kesan seperti sedang ada upaya penyelamatan bagi oknum tertentu,” kata Fickar.
Menurut Fickar, beberapa indikator yang menunjukkan kesan tersebut antara lain Kejagung menerbitkan Peraturan Jaksa Agung tentang perlakuan bagi jaksa yang terlibat kasus hukum, walaupun pada akhirnya dicabut lagi.
Hal tersebut sudah menimbulkan persangkaan untuk melindungi Pinangki dan jaksa lain dengan alasan sebagai perlindungan profesi. Selain itu, pemberian bantuan hukum kepada Pinangki tidak logis karena lembaga yang akan menyidik dan menuntut sekaligus menjadi yang membela.
Menurut Fickar, selain kurang terbuka, langkah kejaksaan juga tertinggal dari kepolisian yang sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus Joko Tjandra. Sementara itu, kejaksaan baru menetapkan satu tersangka.
”(Kejaksaan) nampak tidak serius. Tidak salah jika masyarakat menyangka bahwa penanganan kasus pidana Pinangki tidak transparan dan diduga akan menyelamatkan pelaku lainnya,” kata Fickar.
Selain kurang terbuka, langkah kejaksaan juga tertinggal dari kepolisian yang sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus Joko Tjandra. Sementara itu, kejaksaan baru menetapkan satu tersangka.
Hal senada juga diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman. Menurut Boyamin, penanganan kasus ini di Kejagung masih terkesan ditutup-tutupi dan belum banyak kemajuan.
”Hingga saat ini belum ada tersangka pemberi suap. Mestinya selain penerima, harus ada pemberi. Prosesnya sangat lamban dan tertutup,” ujar Boyamin.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar juga mempertanyakan transparansi dari Kejagung dalam penanganan perkara Pinangki. Adapun Antasari adalah penyidik sekaligus jaksa penuntut umum dalam kasus korupsi cessie Bank Bali dengan terpidana Joko Tjandra.
Menurut Antasari, apa yang dilakukan Pinangki bukan dalam rangka pelaksanaan tugas sehingga tidak boleh mendapatkan pendampingan hukum dari Persatuan Jaksa Indonesia (PJI).
Dalam rilis media, Ketua Umum PJI Setia Untung Arimuladi mengatakan, PJI tidak akan memberikan pembelaan terhadap Pinangki. Sebab, perbuatan yang dilakukan Pinangki bukan merupakan permasalahan hukum yang terkait dengan tugas profesinya sebagai jaksa, melainkan telah masuk dalam ranah pidana.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menjelaskan, Pinangki akan mendapatkan pendampingan pengacara dari luar kejaksaan. Pengacara tersebut bisa ditunjuk oleh PJI.