KPK Perlu Terlibat Lebih Banyak dalam Penanganan Kasus Joko Tjandra
Sejumlah mantan pimpinan KPK menyarankan agar lembaga tersebut lebih banyak terlibat dalam penanganan kasus Joko S Tjandra. Pengambilalihan perkara pun dapat dilakukan sesuai wewenang yang diberikan UU KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menginginkan agar KPK terlibat lebih banyak dalam penanganan perkara Joko Tjandra yang menyeret beberapa oknum di Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan Agung. KPK bisa mengambil alih penanganan perkara yang sudah ditangani aparat penegak hukum lain.
Ketua KPK 2010-2011 Busyro Muqoddas mengatakan, jika melihat latar belakang sejarah dibentuknya KPK dan wewenang supervisi yang melekat pada KPK, seharusnya komisi antirasuah ini mengambil alih perkara yang melibatkan aparat penegak hukum sesuai dengan prosedur yang ada.
”Tetapi ini bergantung pada status KPK. Dalam UU (KPK) yang lama, (KPK) merupakan lembaga independen. Karena UU KPK baru menghapus status itu, maka apakah pimpinan KPK mampu bersikap independen tidak? Demikian juga jaksa agungnya,” ujar Busyro melalui pesan singkat, Jumat (21/8/2020).
Ia menambahkan, KPK diberi wewenang untuk melakukan supervisi terhadap Polri dan Kejagung. Pada kepemimpinan Busyro, KPK pernah melakukannya dalam penanganan kasus yang melibatkan salah satu bupati di Jawa Tengah.
Penanganan perkara tersebut dapat berjalan lancar karena ada fakta dan saling pengertian dengan Jaksa Agung serta Kepala Polri saat itu. Keduanya tidak ada konflik kepentingan sehingga penanganan perkara berjalan mulus.
Hal senada juga diungkapkan pimpinan KPK periode 2007-2011, M Jasin. Ia mengatakan, KPK memiliki wewenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan kasus korupsi dari kepolisian ataupun Kejagung dengan syarat yang sudah ditentukan oleh UU KPK.
KPK memiliki wewenang mengambil alih penyidikan dan penuntutan kasus korupsi dari kepolisian ataupun Kejagung dengan syarat yang sudah ditentukan oleh UU KPK.
Dalam Pasal 10A UU KPK disebutkan, syarat tersebut antara lain laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganannya tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan penanganan kasus ditujukan untuk melindungi pelaku yang sesungguhnya.
Selain itu, penanganan kasus mengandung unsur korupsi; hambatan penanganan kasus karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; serta keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganannya sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
”Berkaitan penanganan kasus Joko Tjandra, KPK harus lihat perkembangannya. KPK juga harus mulai mencermati kasus ini dengan detail dan berkoordinasi dengan kejaksaan,” kata Jasin.
Ia menambahkan, bila ada alasan yang masuk dalam enam syarat tersebut, KPK tidak ada salahnya untuk ikut menangani atau mengambil alih kasus yang sudah berjalan di kejaksaan dan kepolisian. Hal tersebut pernah dilakukan oleh KPK dalam kasus korupsi KTP elektronik. Meskipun perkara tersebut sudah masuk pada tahap SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) di kejaksaan, KPK berhasil menanganinya.
Hal serupa juga pernah dilakukan KPK pada kasus pengadaan perbaikan gedung di Kedutaan Besar Singapura yang melibatkan Duta Besar Indonesia di Singapura pada 2008. Pada perkara ini, KPK berhasil mengambil alih dan proses hukumnya.
Jika pada kasus Joko Tjandra terdapat laporan dari masyarakat ada oknum jaksa selain Pinangki Sirna Malasari yang terlibat, maka KPK harus berkoordinasi dengan Kejagung untuk melihat apakah laporan tersebut ditindaklanjuti atau tidak. KPK harus mendorong kejaksaan untuk menindaklanjutinya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK telah berkoordinasi secara aktif bersama dengan Polri dan kejaksaan terkait kasus Joko Tjandra. ”KPK mendorong Polri dan kejaksaan untuk terus mengungkap dugaan keterlibatan pihak-pihak lain selain yang telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini,” kata Ali.
KPK mendorong Polri dan kejaksaan untuk terus mengungkap dugaan keterlibatan pihak-pihak lain selain yang telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini.
Hingga saat ini, KPK masih terus memantau perkembangan penanganan perkaranya. Apabila ditemukan adanya indikasi hambatan yang dihadapi oleh Polri ataupun kejaksaan, maka KPK sesuai kewenangan dalam Pasal 10A UU KPK siap untuk mengambil alih kasusnya.
Dari enam alasan yang tertera dalam pasal tersebut, KPK dapat menggunakan salah satu alasan sebagai alternatif. Hal tersebut dilakukan KPK dalam pengambilalihan kasus dugaan korupsi lahan kuburan di Sumatera Selatan. KPK mengambil alih kasus tersebut dari Polda Sumsel.
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan, pekan depan akan memeriksa oknum jaksa lain yang diduga terlibat dalam kasus pelarian Joko Tjandra yang telah dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) pada pekan lalu.
Pada Selasa (11/8/2020), Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyerahkan data kepada Komjak terkait keterlibatan seorang pejabat tinggi di Kejagung yang pernah berkomunikasi dengan Joko Tjandra saat masih buron.
Selain memeriksa pejabat tersebut, Komjak juga meminta penjelasan dari Kejagung terkait laporan hasil pemeriksaan (LHP) Pinangki untuk pendalaman.
”Kita dalami mengapa Pinangki bisa pergi ke luar negeri sampai sembilan kali, kenapa diizinkan, ini ada apa dan untuk apa, serta pendalaman yang berkaitan dengan tugas pengawasan,” kata Barita.
Kita dalami mengapa Pinangki bisa pergi ke luar negeri sampai sembilan kali, kenapa diizinkan, ini ada apa dan untuk apa, serta pendalaman yang berkaitan dengan tugas pengawasan.
Terkait dengan pemeriksaan Pinangki, Komjak sudah memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu (12/8/2020). Rekomendasi tersebut terkait dengan proses pemeriksaan Pinangki.
Akan tetapi, ia belum bisa menyampaikan kepada publik isi dari rekomendasi tersebut sebelum sampai ke presiden. Jika dalam perkembangannya ada oknum lain yang terlibat, Komjak akan memberikan rekomendasi tambahan.
Menanggapi laporan dugaan adanya oknum jaksa lain yang terlibat dalam pelarian Joko Tjandra, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, Kejagung masih dalam proses penyidikan sehingga perlu menunggu hasilnya.