Wakil Ketua KPK: Kasus Korupsi Aparat Penegak Hukum Sebaiknya Ditangani KPK
Penanganan perkara dugaan korupsi yang melibatkan oknum aparat penegak hukum oleh KPK akan lebih ”fair” sekaligus dapat menumbuhkan rasa percaya publik terhadap penanganan perkara tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan oknum jaksa ataupun polisi sebaiknya ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Ini akan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap pengusutan perkara itu. Bahkan, publik akan mengapresiasi jika institusi penegak hukum yang melimpahkan penanganan perkara tersebut ke KPK, bukan KPK yang mengambil alih penanganannya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan hal itu saat dimintai tanggapan terkait penanganan sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum jaksa oleh kejaksaan dan oknum polisi oleh pihak kepolisian, Rabu (19/8/2020).
”Idealnya memang menurut saya perkara-perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum sebaiknya memang itu ditangani KPK. Itu akan lebih fair untuk menumbuhkan rasa kepercayaaan publik terhadap penanganan perkara dimaksud,” katanya.
Pada Selasa (18/8/2020), Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga pejabat di Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu, Riau, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau gratifikasi dalam proses pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2019. Penanganan kasus ini oleh penyidik di Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Kemudian sebelumnya, Kejagung juga menangani kasus dugaan gratifikasi yang diterima Pinangki Sirna Malasari, oknum jaksa di Kejagung, dari Joko Tjandra untuk membereskan persoalan hukum yang menjerat Joko pada 2009. Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Masih dalam kasus Joko Tjandra, penyidik Bareskrim Polri menyidik dugaan keterlibatan dua oknum perwira tinggi Polri, yaitu Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo. Prasetijo menjadi tersangka untuk kasus surat jalan buat Joko saat masih buron. Selain itu, Prasetijo dan Napoleon menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) atau red notice Interpol.
Khusus terkait kasus penghapusan Joko dari DPO Interpol, Bareskrim Polri melibatkan KPK saat gelar perkara kasus tersebut dalam rangka penetapan tersangka.
Nawawi melanjutkan, penanganan kasus korupsi yang melibatkan oknum jaksa ataupun polisi oleh KPK juga ditegaskan dalam Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. ”Di Pasal 11 itu disebutkan, KPK berwenang menangani perkara-perkara yang melibatkan aparat penegak hukum. Pasal ini harus dibaca sebagai kewenangan spesialis yang diberikan ke KPK,” katanya.
Pasal 11 UU KPK menyebutkan, dalam melaksanakan tugas, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Lahirnya pasal ini, kemudian lahirnya KPK, menurut Nawawi, didasarkan latar belakang ketidakpercayaan publik terhadap institusi penegak hukum untuk menangani kasus-kasus dugaan korupsi di internalnya. ”Dari situ, pandangan saya, seyogianya semua perkara yang melibatkan aparat penegak hukum itu dalam penanganan KPK,” ujarnya.
Bahkan, menurut dia, akan lebih baik jika muncul kesadaran dari institusi penegak hukum untuk melimpahkan perkara-perkara tersebut ke KPK.
”Saya tidak berbicara soal pengambilalihan perkara oleh KPK, tetapi ini akan lebih pas dan akan lebih muncul apresiasi kalau ada kehendak sendiri dari lembaga-lembaga penegak hukum untuk melimpahkan penanganan perkara-perkara semacam itu ke KPK. Jadi, di sini KPK tidak hanya berada di dalam koridor supervisi saja, tetapi KPK harus menangani perkara itu,” ujarnya.
Kasus Indragiri Hulu
Terkait kasus Indragiri Hulu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, antara kejaksaan dan KPK sudah saling berkoordinasi dan mendukung. ”Karena kami telah melakukan penyidikan, kami juga sudah melakukan koordinasi sehingga KPK akan mendukung dengan data yang dimiliki oleh KPK,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri membenarkan bahwa Kejagung telah berkoordinasi dengan KPK melalui Kedeputian Penindakan. ”Kami berharap penyelesaian perkara yang melibatkan oknum di internal lembaga tersebut dilakukan secara obyektif dan profesional,” ucapnya.
Dikutip dari Kompas.com, pada 13 Agustus lalu Ali menyampaikan KPK tengah menyelidiki dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oknum Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu. Kasus tersebut menyebabkan seluruh kepala SMP negeri di Indragiri Hulu mengundurkan diri, beberapa waktu lalu. KPK telah memeriksa 83 kepala SMP. Selain itu, KPK telah memeriksa Inspektorat Kabupaten Indragiri Hulu Boyke Sitinjak.
Adapun dalam kasus Pinangki, Hari mengatakan, pelibatan KPK masih melihat situasi dan kondisi. ”Nanti, kami lihat situasi dan kondisi. Kami lihat kebutuhan,” kata Hari.
Menurut dia, sejauh ini sesama penegak hukum saling berkoordinasi dan menghormati. Mereka saling berkoordinasi dan, apabila ada alat bukti yang mendukung, akan saling membantu.