Penindakan KPK Tak Maksimal, OTT dan Pengejaran Buronan Jadi Sorotan
KPK pada Semester I 2020 titkkberatkan upaya penyelamatan kerugian negara dan pemulihan aset. KPK bahkan selamatkan potensi kerugian anggaran daerah hingga Rp 10,4 Triliun. Namun, tanpa OTT, KPK dinilai tak dilirik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi pada semester I-2020 menitikberatkan upaya penindakan pada penyelamatan kerugian negara dan pemulihan aset. Dalam upaya pencegahan, KPK bahkan telah menyelamatkan potensi kerugian keuangan daerah hingga Rp 10,4 triliun. Namun, kinerja tersebut tidak akan dilihat publik ketika kegiatan operasi tangkap tangan minim dilakukan dan buronan belum bisa ditangkap.
Hal itu diungkapkan Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril saat dihubungi, Selasa (18/8/2020), dari Jakarta. Menurut dia, penindakan dan pencegahan harus dilakukan secara bersama-sama. Ia melihat, penindakan yang dilakukan KPK saat ini tidak maksimal.
Penindakan yang dilakukan KPK, tambah Oce, seharusnya menyangkut kasus strategis dari sisi pelaku ataupun dampak ekonomi yang menyangkut kepentingan masyarakat. Tunggakan kasus lama yang dilakukan juga tidak jelas sebab penindakan pada kasus-kasus besar, seperti Pelindo II, Bank Century, dan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak jelas perkembangannya.
Pola pencegahan yang dilakukan saat ini masih sporadis dan kasuistik. Kita tidak tahu sektor mana yang menjadi prioritas dan belum ada arah kebijakan strategis yang terlihat.
Selain itu, informasi atau rilis yang diberikan oleh KPK terkait penindakan juga sangat minim. Berbeda dengan informasi pencegahan yang rutin dibagikan. Minimnya informasi terkait penindakan menunjukkan KPK kurang serius pada sektor ini. Padahal, sektor penindakan merupakan permasalahan terbesar yang dievaluasi oleh Dewan Pengawas KPK.
Sementara itu, tingkat keberhasilan dari sektor pencegahan sulit untuk diukur. Fungsi pencegahan bertujuan menyelamatkan keuangan negara sehingga ukuran tingkat keberhasilannya tidak bisa dilihat. KPK, dinilai Oce, saat ini tidak ada masalah dalam pencegahan, tetapi tetap perlu diperkuat dan fokus pada sektor strategis. ”Pola pencegahan yang dilakukan saat ini masih sporadis dan kasuistik. Kita tidak tahu sektor mana yang menjadi prioritas dan belum ada arah kebijakan strategis yang terlihat,” ujarnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan hal senada. operasi tangkap tangan (OTT) dan penangkapan buronan, tambah Kurnia, menjadi faktor penting yang berpengaruh pada tingkat kepercayaan publik kepada KPK.
OTT yang ada di KPK masih menjadi masalah saat ini. Hal tersebut terlihat dari jumlah OTT yang mereka lakukan. Pada semester I ini, KPK hanya mampu melakukan dua OTT. Jumlah tersebut jauh di bawah tahun sebelumnya, yakni 2016 ada 8 OTT, 2017 (5), 2018 (13), dan 2019 (7).
Selain itu, KPK juga masih gagal dalam menangkap buronan yang menjadi sorotan publik, seperti Harun Masiku. Bahkan, publik tidak tahu bagaimana perkembanganan penanganannya. Padahal, proses pengejaran buronan menjadi salah satu hal penting yang harus diketahui oleh publik.
Fokus penyelamatan kerugian negara
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, upaya penindakan yang dilakukan KPK fokus pada penyelamatan kerugian negara dan pemulihan aset. Secara total pada semester I tahun 2020, KPK telah melakukan 78 kegiatan penyelidikan dan 160 penyidikan.
”Sebanyak 43 penyidikan merupakan perkara baru dan 117 perkara dari sebelum tahun 2020,” kata Nawawi dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester I 2020 yang dilakukan secara daring, Selasa (18/8/2020), di Jakarta.
Dalam pengembangan penyidikan, KPK telah melakukan penggeledahan sebanyak 25 kali dan penyitaan 201 kali. Mereka juga telah memeriksa 3.512 saksi untuk melengkapi berkas perkara di tingkat penyidikan KPK.
Di tingkat penuntutan, KPK menangani 99 perkara, 60 di antaranya merupakan perkara sebelum tahun 2020. KPK juga telah melakukan eksekusi terhadap 69 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dua perkara baru yang menjadi sorotan ialah tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan di Kabupaten Bengkalis yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 475 miliar. Perkara kedua ialah kegiatan penjualan pada PT Dirgantara Indonesia yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar Amerika Serikat.
Selama semester I ini, KPK melakukan dua kali kegiatan operasi tangkap tangan. Mereka menetapkan 53 tersangka dari 43 penyidikan perkara baru. Sebanyak 38 tersangka di antaranya telah dilakukan penahanan. Ketua KPK Firli Bahuri menambahkan, jika digabungkan dengan tersangka yang sudah ditetapkan sebelum tahun 2020, jumlah yang ditahan sebanyak 64 orang.
KPK melakukan dua kali kegiatan operasi tangkap tangan. Mereka menetapkan 53 tersangka dari 43 penyidikan perkara baru. Sebanyak 38 tersangka di antaranya telah dilakukan penahanan.
Dalam pemulihan aset, pada semester ini KPK telah menyetorkan ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penanganan perkara senilai Rp 100 miliar. KPK menyetorkan dalam bentuk uang denda, uang pengganti, barang rampasan, dan hibah.
Terkait hibah pemanfaatan barang rampasan, KPK telah menyerahkan aset berupa dua bidang tanah di Jakarta dan di Madiun senilai Rp 36,9 milar untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
KPK juga berkomitmen menyelesaikan tunggakan kasus lama dan memburu para buronan yang belum tertangkap. Salah satu buronan tersebut adalah Harun Masiku, tersangka penyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, KPK masih optimistis karena telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk tetap melakukan pencarian. Ia menegaskan, KPK masih memburu Harun sampai bisa ditemukan dan kasusnya akan segera ditindaklanjuti.
Perbaikan tata kelola
Dalam usaha pencegahan, salah satu kegiatan yang dilakukan oleh KPK ialah perbaikan tata kelola pemerintahan. Lebih jauh, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, KPK terus mendorong dan mendampingi perbaikan tata kelola pemerintahan di 34 pemerintah provinsi serta 542 pemerintah kabupaten dan kota.
Pendampingan yang dilakukan KPK meliputi delapan area intervensi, yaitu perencanaan dan penganggaran APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), pengadaan barang/jasa, penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), manajemen aparatur sipil negara (ASN), optimalisasi penerimaan daerah (OPD), manajemen aset daerah, serta manajemen dana desa.
Ghufron mengatakan, dari intervensi pada upaya mendorong peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), penertiban aset, piutang daerah, dan sertifikasi lahan, berhasil diselamatkan potensi kerugian keuangan daerah senilai total Rp 10,4 triliun.
Pemberantasan korupsi tidak hanya sekadar dengan pencegahan dan penindakan, tetapi juga harus diawali dengan strategi pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakat harus berjalan supaya masyarakat memiliki budaya tidak ingin korupsi.
Dengan adanya upaya optimalisasi PAD yang dimulai sejak tahun lalu, basis penerimaan daerah membaik. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, penurunan PAD hingga semester 1 hanya 2,89 persen dari sebelumnya Rp 83,3 triliun menjadi Rp 80,9 triliun.
Selain perbaikan tata kelola pemerintah, KPK juga melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan pandemi Covid-19 dan melakukan kajian. Beberapa kajian yang dilakukan KPK di antaranya terkait Kartu Prakerja, defisit BPJS Kesehatan, percepatan klaim rumah sakit untuk pasien Covid-19 dan pembayaran insentif tenaga kesehatan, serta pengelolaan sampah untuk energi listrik baru dan terbarukan.
Firli mengatakan, pemberantasan korupsi tidak hanya sekadar dengan pencegahan dan penindakan, tetapi juga harus diawali dengan strategi pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakat harus berjalan supaya masyarakat memiliki budaya tidak ingin korupsi.