Harta Jaksa Pinangki yang Janggal dan Jejaknya di Pusaran Kasus Joko Tjandra
Jabatan Pinangki tidak tinggi, tetapi harta kekayaannya fantastis. Ia juga diduga diyakini memiliki jaringan kuat di kalangan penegak hukum sehingga dipercaya Joko Tjandra. Mungkinkah jaringan Pinangki diusut tuntas?
Jabatan Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung memang tidak tinggi. Namun, ia memiliki kekayaan yang fantastis. Ia juga disebut Komisi Kejaksaan sebagai desainer dari upaya melepaskan Joko Tjandra dari jerat hukum. Dengan demikian, jaringan yang dimilikinya diyakini menjalar kuat ke segala lini institusi penegak hukum. Mungkinkah jaringan Pinangki dalam kasus Joko Tjandra ini diusut tuntas?
Mengawali karier sebagai pegawai negeri sipil di kejaksaan sejak 2005, perempuan berparas cantik tersebut baru diangkat menjadi pejabat di Kejaksaan Agung, persisnya menjabat Kepala Subbagian Analisis pada Pusat Data Statistik, Kriminal, dan Teknologi Informasi Kejagung mulai 2014 hingga 2017.
Selanjutnya mulai 2017, ia dipercaya menjabat Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung sebelum akhirnya dicopot karena ia diketahui sembilan kali ke luar negeri tanpa izin dari pimpinan, beberapa waktu lalu.
Jabatan yang diembannya sejak 2014 itu bisa dibilang belum termasuk jabatan yang mentereng di lingkungan kejaksaan. Mengacu pada Keputusan Jaksa Agung Nomor 150 Tahun 2011 tentang Penetapan Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional Pegawai di Lingkungan Kejaksaan, kedua jabatan itu dalam peringkat jabatan struktural, masuk dalam kelas jabatan 8 atau masih jauh dari kelas jabatan yang tertinggi di lingkungan kejaksaan, yaitu kelas jabatan 18.
Begitu pula dalam kedudukan jabatan struktural pegawai negeri sipil, jabatan yang diemban oleh Pinangki masuk dalam eselon IVa dari yang tertinggi eselon Ia. Setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berlaku, jabatan eselon IV disetarakan dengan jabatan pengawas. Namun, posisi itu pun masih di bawah dari yang tertinggi jabatan pimpinan tinggi utama.
Baca juga: Pengusutan Kasus Pinangki, Komisi Kejaksaan Minta KPK Supervisi Kejaksaan
Dengan posisi jabatan tersebut plus masa kerjanya, gaji pokok per bulan yang diterima Pinangki jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2015 tentang Peraturan Gaji PNS berkisar Rp 3.492.400 hingga Rp 3.602.400. Adapun dengan masuk dalam kelas jabatan 8, ia juga memperoleh tunjangan kinerja berkisar Rp 3.146.500 hingga Rp 4.595.150 per bulan. Selain itu, ia juga memperoleh tunjangan jabatan struktural sebesar Rp 540.000.
Komponen upah lain yang diterimanya seperti tunjangan suami/istri sebesar 5 persen dari gaji pokok, tunjangan anak sebesar 2 persen dari gaji pokok, tunjangan makan Rp 41.000 per hari, dan tunjangan lain seperti tunjangan perjalanan dinas saat melakukan perjalanan dinas.
Sekalipun posisinya tidaklah tinggi kemudian upah yang diterimanya per bulan dengan jabatan yang diembannya tidak terlalu besar jumlahnya, harta kekayaan Pinangki bisa terbilang fantastis.
Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Pinangki periode tahun 2018 yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 31 Maret 2019, Pinangki memiliki total harta kekayaan sebesar Rp 6,8 miliar. Mayoritas di antaranya atau sebanyak Rp 6 miliar berasal dari tiga obyek tanah dan bangunan. Dua di Bogor dan satu lainnya di Jakarta Barat.
Harta kekayaan lainnya yang dilaporkan berupa tiga mobil produksi tahun 2010-2014 dengan total nilai Rp 630 juta. Sisanya harta berupa kas dan setara kas sebesar Rp 200 juta.
Itu pun belum seluruhnya dilaporkan karena atas LHKPN tersebut, KPK memberi penilaian tidak lengkap. Penilaian tidak lengkap itu, menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding, bisa terjadi karena ada informasi atau dokumen yang tidak dilengkapi Pinangki hingga batas waktu untuk melengkapi, yaitu pada 31 Desember tahun pelaporan berjalan.
Selain itu, bisa juga dari hasil verifikasi, tim menemukan ada kesalahan dalam pengisian terkait nilai harta yang dilaporkan atau bisa juga dokumen yang disertakan tidak lengkap, seperti bukti kepemilikan kas dan setara kas, di antaranya rekening bank atau surat kuasa yang belum dilampirkan.
”KPK berharap penyelenggara negara menyampaikan laporan hartanya secara jujur, benar, dan lengkap, serta mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam pelaporan LHKPN sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas untuk membuka hartanya kepada publik,” kata Ipi.
Pintu masuk
Sekalipun LHKPN Pinangki tidak lengkap, harta kekayaan yang fantastis itu sudah dapat membuat orang mencurigai harta yang dimilikinya, diperoleh dengan cara ilegal. Hal ini terutama setelah Pinangki ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejagung karena diduga menerima 500.000 dollar AS (sekitar Rp 7 miliar) dari Joko Tjandra.
Uang ini ditengarai bagian dari imbalan untuk Pinangki guna memuluskan rencana membebaskan Joko dari jerat hukum yang dijatuhkan kepadanya pada 2009, salah satunya vonis 2 tahun penjara, oleh Mahkamah Agung.
Informasi yang diperoleh Kompas, Pinangki bahkan diduga dijanjikan imbalan sebesar 10 juta dollar AS dari Joko Tjandra. Imbalan lebih besar ini disamarkan dalam bentuk pembelian aset pembangkit listrik milik rekan pengusaha dari Pinangki.
”Ketidaksesuaian antara profil Pinangki dan harta kekayaannya sudah pasti menuai kecurigaan, apalagi dengan kasus yang menjeratnya. Maka, itu bisa jadi pintu masuk bagi penyidik untuk menelusurinya lebih lanjut. Apakah Pinangki bisa menjelaskan sumber hartanya itu, apakah dia punya usaha atau pekerjaan lain, atau ada indikasi harta itu dari hasil korupsi atau untuk pencucian uang?” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
Baca juga: Peran Pinangki Strategis dalam Kasus Joko Tjandra
Pihak lain
Tak berhenti di situ, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak menduga Pinangki tidak bekerja sendiri. Untuk memuluskan rencananya melepaskan Joko dari jerat hukum, dia tentu harus bekerja sama dengan pihak lain, terutama di kalangan aparat penegak hukum. Jaringan Pinangki yang kuat di kalangan penegak hukum diyakini pula oleh Barita menjadi dasar bagi Joko Tjandra memercayainya untuk mengurus persoalan hukum yang menjeratnya.
”Bertemu Joko Tjandra saat masih buron itu berlapis-lapis, enggak gampang, kecuali Joko yakin betul Pinangki punya akses ke mana-mana. Hal itu yang memberi garansi bahwa Joko Tjandra mau menemui Pinangki,” katanya. Pinangki dan Joko diduga bertemu setidaknya dua kali saat Joko masih buron, November 2019. Pertemuan ini terlihat dari foto yang dilaporkan MAKI ke Komisi Kejaksaan, akhir Juli lalu.
Sejauh ini, dalam kasus Joko Tjandra, sudah ada dua tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri. Keduanya adalah Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko, dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Keduanya ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerbitan surat jalan untuk Joko. Untuk Anita, ia diduga menjadi kuasa hukum Joko setelah mendapat rekomendasi dari Pinangki. Adapun Prasetijo, sejauh yang diterangkan pihak Humas Mabes Polri ke publik, belum pernah dijelaskan soal hubungannya dengan Pinangki.
Di luar nama-nama itu, Barita menengarai masih ada pihak lain yang belum terungkap. Berangkat dari hal tersebut, kerja penegakan hukum oleh kejaksaan diharapkan tak berhenti sebatas pada Pinangki. Aliran dana sebesar 500.000 dollar AS yang diterima Pinangki bisa ditelusuri distribusinya, dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Investigasi yang mendalam ke berbagai pihak, terlebih Joko Tjandra sudah tak lagi buron, bisa sekaligus mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat.
Begitu pula kerja penegakan hukum oleh Bareskrim Polri. Penyidikan kasus surat jalan untuk Joko Tjandra dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penghapusan nama Joko dari DPO Interpol diharapkan bisa membongkar tuntas mafia hukum yang terlibat dalam kasus Joko Tjandra.
Pelibatan KPK
Tak ada salahnya dalam kerja memberantas mafia hukum itu, kedua institusi penegak hukum tersebut membuka pintu bagi pihak lain untuk terlibat membantu. Bareskrim Polri, misalnya, sudah membuka pintu bagi KPK untuk terlibat. Hal sewajarnya jika Kejagung melakukan hal yang sama.
Kalaupun pintu itu tak dibuka, sudah menjadi tugas KPK untuk mengawasi pengusutan kasus-kasus dugaan korupsi dalam perkara terbaru Joko Tjandra ini.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, salah satu tugas KPK adalah melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan korupsi, dalam hal ini Polri dan Kejagung. Lebih lanjut UU itu menerangkan, dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan.
”Jadi kalau mengacu ke UU KPK, tanpa diminta, KPK seharusnya sudah melakukan supervisi dan membantu Bareskrim Polri dan Kejagung. Apalagi kasus ini, kan, mengerikan, betul-betul penghinaan terhadap sistem hukum di Indonesia, hukum dianggap bisa dibeli. Jadi semua stakeholder penegakan hukum seharusnya bekerja sama,” kata pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.
Baca juga: MAKI Sebut Oknum Jaksa Lain dalam Kasus Joko Tjandra
Sama seperti Barita, ia pun tidak percaya jika Pinangki yang hanya seorang pejabat eselon IV bekerja sendiri. ”Pasti ada orang di belakangnya yang mem-back up dia, baik di dalam kejaksaan ataupun di instansi penegak hukum lainnya,” katanya.
Keterlibatan pihak lain, seperti KPK, ditekankan Fickar, juga penting untuk memastikan kerja-kerja penegakan hukum memang tak pandang bulu.
”Keterlibatan pihak lain juga dapat membuat publik yakin bahwa kasus Joko ini akan dibongkar tuntas. Tak bisa dimungkiri, selama ini masih ada pandangan publik bahwa aparat penegak hukum akan cenderung melindungi rekannya yang terseret kasus hukum. Untuk menghapus pandangan ini, menjadi penting keterlibatan KPK,” tuturnya.