Bawaslu Temukan Persoalan dalam Proses Coklit Data Pemilih Pilkada 2020
Bawaslu menemukan sejumlah persoalan dalam proses pencocokan dan penelitian data pemilih untuk Pilkada 2020. KPU diminta memperbaikinya agar data pemilih tetap Pilkada 2020 akurat.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu mendorong Komisi Pemilihan Umum memperbaiki data pemilih untuk Pemilihan Kepala Daerah 2020. Dari pemantauan Bawaslu, sejumlah persoalan ditemukan saat proses pencocokan dan penelitian data pemilih.
Dalam hasil evaluasi Bawaslu yang diumumkan pada 4 Agustus 2020 terhadap proses tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, Bawaslu memberikan sejumlah catatan.
Pertama, sinkronisasi data tidak memasukkan data penduduk mutakhir sehingga ada pemilih pemula yang tidak terdaftar. Kedua, sinkronisasi itu dinilai tidak mencantumkan pemilih yang akurat dan valid karena masih mencantumkan pemilih yang tidak memenuhi syarat, dan tidak memasukkan pemilih dalam daftar pemilih khusus (DPK). Ketiga, daftar pemilih model A-KWK belum memenuhi syarat pembentukan pemilih dalam satu TPS, dan belum memenuhi syarat kemudahan pemilih.
Selain itu, Bawaslu juga menyayangkan ada data yang dikecualikan KPU dari proses coklit yang sesungguhnya ingin diperiksa Bawaslu. Data dimaksud adalah data pemilih di dalam formulir model A-KWK.
Formulir ini memuat daftar pemilih pilkada berbasis tempat pemungutan suara (TPS). Daftar pemilih dalam formulir model A-KWK berasal dari hasil sinkronisasi antara daftar pemilih pemilu 2019 dan daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) untuk Pilkada Serentak 2020.
Bawaslu menemukan sejumlah persoalan tersebut setelah melakukan pengawasan atas sejumlah hal, yakni identifikasi pemilih pemula, pencermatan terhadap pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) pada Pemilu 2019, pengumpulan informasi pemilih yang belum berumur 17 tahun tetapi sudah menikah, pengidentifikasian pemilih dalam daftar pemilih khusus (DPK) Pemilu 2019, dan pengaturan mengenai ketentuan satu keluarga memilih di TPS yang sama.
Ketua Bawaslu Abhan, saat dihubungi, Jumat (7/8/2020), meminta KPU daerah segera memperbaiki data pemilih yang ada dengan memperhatikan prinsip coklit yang valid, mutakhir, dan komprehensif. ”Hal itu harus menjadi perhatian sebelum menjadi daftar pemilih sementara (DPS), yang nantinya menjadi DPT (daftar pemilih tetap),” ujarya.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, menambahkan, KPU idealnya semakin terbuka menerima masukan sehingga kualitas DPT semakin bagus. Dari berbagai catatan itu, Bawaslu antara lain menyayangkan ada data yang dikecualikan dari proses coklit yang ingin diperiksa oleh Bawaslu, yakni data daftar pemilih dalam formulir model A-KWK.
”Data itu dulu biasanya kami dapatkan karena itu merupakan hasil sinkronisasi antara daftar pemilih pemilu terakhir dan data DP4. Namun, sekarang termasuk data yang dikecualikan. Jadinya, kami tidak memegang data yang mau dicek atau di-coklit. Padahal, kalau sama-sama dipastikan dalam coklit pasti akan lebih memudahkan semuanya,” tambahnya.
Masih berproses
Terkait evaluasi Bawaslu, anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, proses coklit data pemilih saat ini masih berjalan. Masih ada sekitar 6 hari lagi bagi KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk melengkapi dan memperbaiki proses coklit.
Hari ini, KPU juga melakukan rapat koordinasi dengan KPU provinsi guna membahas perkembangan coklit dan kendala yang timbul di lapangan.
”Jika memang ada hasil evaluasi dari Bawaslu, kami berharap sesuai dengan kewenangan Bawaslu agar hasil itu disampaikan kepada KPU di daerah, di mana catatan kekurangan itu ditemui. Bawaslu dapat memberikan arahan dan rekomendasi di daerah di mana peristiwa itu terjadi. Saya yakin sepanjang itu masukan atau rekomendasi yang dilampiri data-data detil, KPU setempat akan menindaklanjutinya,” kata Raka.
Menurut jadwal, coklit berlangsung pada 15 Juli hingga 13 Agustus 2020. Selama rentang waktu itu, Bawaslu dapat memberikan evaluasi dari penyelenggaraan tahapan. Sesuai dengan kewenangannya, menurut Raka, Bawaslu memang mengawasi jalannya setiap tahapan. Oleh karena itu, sebaiknya catatan, temuan, dan fakta-fakta yang diperoleh Bawaslu di daerah sebaiknya disampaikan kepada KPU setempat sesuai dengan tingkatan, dan ketika tahapan masih berlangsung.
”Kalau hasil evaluasi diberikan ketika tahapan sudah selesai, nanti itu tidak akan memberikan dampak signifikan, karena tidak bisa segera ditindaklanjuti. Namun, ketika tahapan masih berlangsung, hal itu masih bisa dijadikan perhatian oleh KPU selaku pelaksana coklit,” katanya.
Raka mengatakan, penyusunan daftar pemilih yang baik memerlukan kerja sama semua pihak, tidak hanya KPU. Bawaslu juga memberikan peran tidak kalah penting selaku pengawas, begitu pula pemilih.
Soal pencatatan pemilih pemula, misalnya, KPU berupaya keras untuk menyesuaikan dengan data terbaru. Salah satunya dengan meminta data dari pemerintah. Sebab, pemilih pemula ini diperkirakan akan menyumbang pada kenaikan daftar pemilih, karena ada pemilih baru yang berusia 17 tahun saat pilkada digelar 9 Desember 2020.
”Dulu kan basis datanya melihat hari pemungutan suara pada 23 September 2020. Tetapi karena telah diundur menjadi 9 Desember, akan ada penambahan pemilih yang berhak menjadi pemilih pemula, atau mencapai usia 17 tahun ketika pilkada digelar 9 Desember 2020,” kata Raka.
Petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), menurut Raka, juga berusaha keras di lapangan dalam situasi yang tidak normal ini. Bahkan, beberapa PPDP tetap bekerja di tengah bencana alam. Salah satunya di Luwu, Sulawesi Selatan. “Kami meyakini petugas di lapangan juga berupaya menjamin dan melindungi hak pilih warga,” ujarnya.