Kementerian Kominfo dan BSSN akan menyelidiki isu kebocoran data pemilih pada Pemilu 2014. Sebanyak 2,3 juta data pemilih dibagikan di komunitas peretas. Keberadaan UU Perlindungan Data Pribadi kian mendesak
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Isu kebocoran 2,3 juta data pemilih pada Pemilu 2014 ramai diperbincangkan di media sosial. Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri menegaskan bahwa tak ada server mereka yang dibobol. Untuk melindungi data penduduk, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara akan menyelidiki isu kebocoran data pemilih tersebut.
Isu kebocoran data pemilih diungkap oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis (21/5/2020) malam. Sebanyak 2,3 juta data pemilih dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 dibagikan lewat forum komunitas peretas (hacker).
Menurut akun @underthebreach, peretas mengambil data tersebut dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2013. Data DPT 2014 yang dimiliki berformat Portable Document Format (PDF). Data tersebut berisi sejumlah informasi, seperti nama lengkap, nomor kartu keluarga, nomor induk kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, serta beberapa data pribadi lainnya.
Data tersebut berisi sejumlah informasi, seperti nama lengkap, nomor kartu keluarga, nomor induk kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, serta beberapa data pribadi lainnya.
Isu kebocoran data pemilih diungkap oleh akun Twitter @underthebreach pada Kamis malam (21/5/2020). Data diduga berasal dari daftar pemilih tetap yang dikeluarkan KPU pada Pemilu 2014.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/5), mengatakan, setelah ditelusuri, data yang disebarkan diduga merupakan soft file DPT Pemilu 2014 dengan metadata 15 November 2013. Data tersebut pun dipastikan bukan berasal dari server KPU.
"Dari metadatanya bukan dari KPU RI. Kami sudah mengecek database kami. Kondisinya baik, tidak ada peretasan," ujar Viryan.
Dari metadatanya bukan dari KPU RI. Kami sudah mengecek database kami. Kondisinya baik, tidak ada peretasan," ujar Viryan.
Menurut Viryan, dalam Pasal 38 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, pemerintah berkewajiban menyerahkan softfile data kepada peserta dan pengawas pemilu demi kepentingan pemilu. Oleh karena itu, saat ini, pihaknya sedang berkoordinasi dengan sejumlah pihak, baik Mabes Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menelusuri penyebaran data itu.
"Sedang ditelusuri. Kemungkinannya dari pihak eksternal yang menerima," tutur Viryan.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh juga menegaskan bahwa tidak ada kebocoran data dari Dukcapil. "Kami sudah memeriksa data centre, log dan traffic-nya. Semua tidak ada masalah," ucapnya.
Sementara itu, Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan KPU serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menindaklanjuti isu kebocoran data itu. Hal ini penting segera dilakukan karena menyangkut perlindungan data pribadi.
"Kami sudah berbicara perihal dugaan kebocoran data tersebut dengan Ketua KPU. Sebagai tindak lanjut, Kominfo, KPU bersama BSSN, akan segera melakukan peningkatan kemananan dan menelurusi penyebab kejadian ini," ujar Johnny.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G PlateJohnny menyampaikan, dalam UU Pemilu, pemerintah berkewajiban menyerahkan perkiraan data penduduk yang memenuhi syarat sebagai pemilih kepada KPU Pusat. Oleh karena itu, mekanisme pengiriman, pengolahan, penyimpanan, dan pengungkapan data calon pemilih, perlu diperhatikan keamanannya.
"Tidak saja secara teknis melalui security system yang handal dan updated tetapi juga sangat dibutuhkan payung hukum yang memadai," tutur Johnny.
Kominfo sedang menyiapkan Pusat Data Nasional Pemerintah yang akan mengintergrasikan data-data pemerintah dengan sistem keamanan yang berlapis dan sesuai standar keamanan yang berlaku.
Atas dasar itu, lanjut Johnny, RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) di DPR RI dapat segera dilakukan. "Kami meyakini DPR RI juga mempunyai pandangan yang sama dimana RUU PDP perlu segera diselesaikan," katanya.
Saat ini, ujar Johnny, Kominfo sedang menyiapkan Pusat Data Nasional Pemerintah yang akan mengintergrasikan data-data pemerintah dengan sistem keamanan yang berlapis dan sesuai standar keamanan yang berlaku. Dia berharap, pusat data tersebut akan mencegah terjadinya perpindahan data dari satu lembaga kepada lembaga lainnya dan akan memperkuat ketahanan data, serta informasi nasional.