Penyaluran Bansos Dikebut, Saluran Pengaduan Harus Dibuka
Penyaluran BLT untuk jutaan warga terdampak Covid-19 dikebut lima hari jelang Lebaran. Pengawasan dan saluran aduan diperlukan untuk mencegah penyelewengan.
Oleh
Anita Yossihara dan Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menyalurkan bantuan sosial besar-besaran pada lima hari terakhir jelang Lebaran 2020. Di tengah upaya mempercepat bantuan sampai ke tangan warga terdampak Covid-19, saluran pengaduan dan pengawasan harus dibuka seluas-luasnya guna mencegah penyelewengan sekaligus untuk memastikan bansos tepat sasaran.
Dorongan mempercepat bansos sampai ke tangan warga yang membutuhkan disampaikan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas membahas percepatan penanganan pandemi Covid-19 yang digelar secara virtual, Senin (18/5/2019).
”Terkait penyaluran bansos tunai, paket sembako, dan BLT (bantuan langsung tunai) desa, sekali lagi saya minta prosesnya dipermudah. Prosesnya disederhanakan,” ujar Presiden Jokowi yang memimpin rapat dari Istana Merdeka, Jakarta.
Berdasarkan laporan yang diterima dari para menteri, Presiden Jokowi menyebut baru 15 persen BLT Desa disalurkan kepada warga desa yang kehilangan mata pencarian karena Covid-19. BLT untuk keluarga terdampak di luar Jabodetabek juga baru sekitar 25 persen tersalurkan.
Sinkronisasi data masyarakat terdampak yang sudah masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan yang belum masuk DTKS menjadi kendala penyaluran BLT. Karena itu, Presiden meminta kementerian dan pemerintah daerah segera menyelesaikan validasi serta sinkronisasi data tersebut.
Untuk mengatasi dampak Covid-19, pemerintah menyiapkan sejumlah program jaring pengaman sosial. Di antaranya bansos berupa paket bahan kebutuhan pokok untuk warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Selain itu, BLT untuk 9 juta keluarga terdampak di luar Jabodetabek serta BLT desa yang bersumber dari dana desa.
Sebelum Lebaran
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan, data keluarga penerima manfaat BLT dan mekanisme penyaluran sudah disiapkan. Pemerintah, katanya, akan menyalurkan bansos tersebut secara besar-besaran pada lima hari terakhir jelang Lebaran.
Ditargetkan, 8,3 juta dari 9 juta keluarga penerima manfaat akan menerima BLT selama kurun itu. Sementara 700.000 keluarga lainnya baru bisa menerima BLT setelah Lebaran.
Dalam kesempatan terpisah, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengingatkan, bantuan sosial dan pengadaan barang/jasa sangat mudah dikorupsi, khususnya oleh para petahana yang akan ikut pemilihan kepala daerah. Apalagi, ada banyak pintu dalam penyampaian bansos.
”Setidaknya ada enam (program) bansos. Jadi, terbayang dari enam pintu ini menyasar masyarakat miskin, padahal DTKS-nya berantakan,” kata Pahala.
Pada 2018, kata Pahala, hanya 286 daerah yang memperbarui data DTKS. Itu pun untuk keperluan administrasi sehingga masih ada data yang tidak ada nomor induk kependudukan. Padahal, pembaruan data harus dilakukan secara berkala.
Bantuan sosial dan pengadaan barang/jasa sangat mudah dikorupsi, khususnya oleh para petahana yang akan ikut pemilihan kepala daerah. Apalagi, ada banyak pintu dalam penyampaian bansos. (Pahala Nainggolan)
Setelah terjadi pandemi Covid-19, pembaruan DTKS mulai dilakukan sejumlah daerah. Hingga saat ini, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, tersisa 91 daerah yang belum memperbarui DTKS.
Saluran aduan
Di tengah kondisi itu, KPK mendorong saluran pengaduan dibuka. Namun, hingga saat ini hanya Kementerian Sosial yang melakukan dengan mencantumkan nomor telepon. Tak sampai 10 pemda melakukan hal yang sama. Karena itu, KPK akan membuka kanal pengaduan dan akan disampaikan kepada inspektorat seluruh kabupaten dan kota.
Saluran pengaduan sangat penting untuk menjamin agar tidak ada data fiktif, orang yang tidak berhak menerima manfaat tetapi masuk data sebagai penerima manfaat begitu juga sebaliknya. Selain itu, untuk pengaduan terkait kualitas dan kuantitas bansos yang tidak sama.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyarankan agar bantuan sosial lebih baik diberikan secara tunai, bukan barang.
”Kalau tunai, masyarakat akan tahu jumlah yang mereka dapat dan kalau tidak dapat senilai yang seharusnya, mereka akan protes. Kalau dalam bentuk barang yang dilakukan adalah mark up oleh penyedia barang dan orang yang membeli barang,” kata Adnan.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani juga mengutarakan usulan yang sama. Menurut dia, uang tunai merupakan sesuatu yang sangat diperlukan masyarakat, khususnya kalangan prasejahtera.
”Fraksi Gerinda (DPR) mengusulkan sembako digantikan dengan uang tunai,” kata Muzani. (RINI KUSTIASIH DAN DIAN DEWI PURNAMASARI)