JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Jambi (nonaktif) Zumi Zola divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Zumi dinilai terbukti menerima gratifikasi dan memberi suap kepada anggota DPRD Jambi untuk memuluskan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Selain hukuman penjara, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat yang diketuai oleh Yanto juga memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun. Sanksi tersebut akan mulai berlaku setelah masa pidana usai. Pembacaan putusan berlangsung di Ruang Kusuma Admadja I Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (6/12/2018) pagi.
”Menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama dengan beberapa pihak lain sebagaimana dalam dakwaan kesatu pertama dan kedua pertama,” ujar Yanto saat membacakan putusan vonis. Zumi terbukti melanggar Pasal 12 B dan Pasal 5 Ayat 1 Huruf A Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut Zumi dipenjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan yang dikabulkan oleh majelis hakim adalah pencabutan hak politik Zumi selama lima tahun.
Majelis hakim juga menolak permohonan Zumi menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan jaksa penuntut umum atau penyidik untuk mengungkap kasus lain. Hasil tersebut sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
”Majelis hakim sependapat dengan jaksa penuntut umum yang tidak menetapkan terdakwa sebagai justice collaborator,” kata Yanto.
Kendati demikian, hakim juga mengapresiasi sikap Zumi yang mengakui kesalahannya dan beritikad baik untuk mengembalikan uang sejumlah Rp 300 juta yang digunakan untuk umrah. Hal ini dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hakim untuk mengurangi masa pidana Zumi.
Setelah pembacaan amar putusan, Zumi mengatakan tidak akan mengajukan banding dan menerima keputusan vonis majelis hakim. Kuasa hukum Zumi Zola, M Farizi, menjelaskan, langkah banding tidak diambil oleh pihak terdakwa karena posisi yang tidak memungkinkan. Untuk mendapat vonis yang lebih ringan, ia bisa saja mengajukan banding. Namun, di sisi lain, terdakwa telah mengakui perbuatannya.
”Hal ini akan mempersulit kami saat proses banding. Kami mau banding apa lagi?” ujar Farizi.
Terkait putusan majelis hakim, Ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Iskandar Marwanto mengatakan, pihaknya masih akan mempertimbangkan kemungkinan mengajukan banding. Iskandar menilai, selain hal yang meringankan, majelis hakim juga melihat fakta-fakta persidangan yang telah dilakukan untuk tiba pada keputusan tersebut. Ia juga menambahkan, pihak jaksa penuntut umum menghormati putusan majelis hakim.
”Karena ada hierarki soal hal ini (putusan hakim), kami akan melaporkan hasil ini (vonis) kepada pimpinan. Sambil menunggu waktu pikir-pikir habis, kami akan menentukan langkah selanjutnya,” tutur Iskandar. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)