JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Dalam Negeri sudah memerintahkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di daerah untuk menerbitkan surat keterangan pengganti kartu tanda penduduk elektronik secara kolektif pada pilkada serentak 2018. Hal ini dilakukan untuk menjamin para pemilih tidak dicoret dari daftar pemilih karena belum punya KTP elektronik ataupun surat keterangan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan ada 6,7 juta calon pemilih atau 4 persen dari daftar pemilih sementara (DPS) pada Pilkada 2018 yang belum bisa dipastikan atau belum memiliki KTP-el dan surat keterangan pengganti KTP-el. Jika pada saat penetapan daftar pemilih tetap pada 13-19 April 2018 terkonfirmasi bahwa mereka tidak ada dalam basis data kependudukan atau belum punya KTP-el atau surat keterangan pengganti KTP-el, nama mereka akan dikeluarkan dari daftar pemilih.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat dihubungi, Rabu (21/3), mengatakan, dari 6,7 juta data pemilih yang diduga tidak punya KTP-el itu, ada 2,1 juta di antaranya yang termasuk pemilih pemula, yakni penduduk yang baru berusia 17 tahun dihitung sejak penetapan Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) sampai dengan hari pemungutan suara. Namun, sesuai dengan Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan, KTP-el bagi penduduk yang belum berusia 17 tahun belum bisa diterbitkan.
Menurut Tjahjo, solusi atas persoalan itu, mereka bisa diberikan surat keterangan pengganti KTP-el. Kementerian Dalam Negeri juga sudah mengirimkan surat edaran ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di daerah agar pengurusan surat keterangan untuk pemilih pemula itu bisa dilakukan secara kolektif. Sebagai contoh, bisa saja, surat keterangan dibuat dalam satu kecamatan menerangkan nama secara kumulatif sehingga mereka tak perlu mengurus surat keterangan satu per satu.
“Ini sudah pernah diterapkan pada Pilkada Serentak 2017. Surat keterangan kolektif itu menyatakan bahwa pemilih tersebut berada dalam basis data kependudukan,” kata Tjahjo.
Jemput bola
Sementara itu, kata Tjahjo, terkait dengan 4,6 juta calon pemilih lain yang belum perekaman data KTP-el atau sekitar 2,6 persen dari total penduduk wajib KTP, pemerintah daerah sudah berupaya jemput bola ke sekolah, kampus, maupun pusat keramaian lainnya. Tjahjo juga mengaku sudah menginstruksikan agar dinas kependudukan memberi pelayanan di hari libur.
“Masyarakat juga harus aktif agar hak pilihnya terjamin,” kata Tjahjo.
Masyarakat juga harus aktif agar hak pilihnya terjamin
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arief Fakrulloh juga meminta agar KPU kembali memeriksa data 6,7 juta calon pemilih itu dalam basis data kependudukan. Menurut dia, KPU sudah diberikan akses untuk memeriksa validasi data. Jika KPU kesulitan, kata dia, pihaknya siap membantu.
Hadar Nafis Gumay, mantan anggota KPU, menuturkan, penerbitan surat keterangan kolektif pada Pilkada Serentak 2017 belum standar.
“Praktik di daerah beragam, tidak secara tertib dilakukan oleh dinas,” katanya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan mengatakan, pihaknya akan mengajak semua pemangku kepentingan bicara soal ini.
“Perlu diantisipasi jangan sampai dijadikan mobilisasi pemilih yang tidak berhak,” kata Abhan.