JAKARTA, KOMPAS — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi menilai pergantian calon kepala daerah yang menjadi tersangka bisa dilakukan dengan merevisi peraturan Komisi Pemilihan Umum. Cara itu lebih mudah dibandingkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang melibatkan Presiden.
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem, Jumat (16/3), pada acara diskusi di Media Center KPU, Jakarta, mengatakan, ada beberapa opsi untuk mengganti calon kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Pertama menerbitkan revisi peraturan KPU tentang pencalonan. Dalam aturan itu sudah ada yang mengatur, calon bisa diganti apabila berhalangan tetap. Kedua, dengan perppu oleh presiden,” ucap Titi.
Meski demikian, Titi melihat revisi peraturan KPU adalah cara paling mudah untuk mewujudkan penggantian calon. KPU hanya perlu menambahkan penerjemahan konteks berhalangan tetap dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 juncto Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017.
”Berhalangan tetap kan diterjemahkan KPU apabila calon meninggal atau sakit permanen. Bisa saja KPU menambahkan satu pengertian lagi, yaitu berhalangan tetap ketika ditahan akibat OTT KPK. Itu lebih sederhana dibandingkan menerbitkan perppu,” ucap Titi.
Menurut Titi, calon kepala daerah yang terkena OTT bisa dikategorikan berhalangan tetap karena calon tersebut tidak bisa melakukan kampanye dan tahapan pilkada yang diharuskan. Apalagi, biasanya tersangka yang ditetapkan KPK hampir pasti terbukti bersalah.
Titi menilai penggantian calon yang terkena kasus hukum sangat penting. Hal itu sebagai jalan keluar untuk bisa memproteksi pemilih agar jangan sampai memilih calon pemimpin yang bermasalah.
”Ini untuk menyelamatkan citra demokrasi kita. Bagaimanapun sangat ironis, pilkada diikuti calon yang nyata-nyata sedang ditahan KPK,” kata Titi.
Hadir juga pada acara itu, Ketua KPU Arief Budiman. Menurut dia, KPU punya kewenangan atributif itu. Akan tetapi, calon kepala daerah yang terjerat OTT KPK belum bisa diterjemahkan menjadi berhalangan tetap.
”Dalam prinsip hukum, tersangka masih punya dua kemungkinan, bisa divonis bersalah atau divonis bebas. Karena itu, berhalangan tetap hanya untuk meninggal ataupun calon yang secara permanen tidak bisa menjalankan tugas,” kata Arief.
Adapun, selama 2018, sudah lima calon kepala daerah terjerat OTT KPK. Jumlah itu pun pernah diwacanakan KPK masih akan bertambah dalam waktu dekat.