Penyelenggara pemilu ”ad hoc” seperti petugas di tempat pemungutan suara menghadapi beban kerja dan tanggung jawab yang berat di Pemilu 2024. Untuk itu, honor yang berlaku saat ini dinilai perlu ditingkatkan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alokasi anggaran pembangunan kantor dan kendaraan operasional bisa dipangkas jika usulan anggaran untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 harus dirasionalisasi. Adapun anggaran untuk petugas pemilu di lapangan diharapkan tidak dipotong, bahkan kalau bisa diperjuangkan untuk ditingkatkan mengingat berat beban dan tanggung jawab mereka.
Hingga kini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih merasionalisasi usulan anggaran untuk Pemilu 2024. Beberapa kali pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR meminta KPU untuk mengevaluasi dan merasionalisasi usulan anggarannya. Dalam rapat terakhir dengan pemerintah dan Banggar DPR, KPU sudah menurunkan usulannya dari Rp 86 triliun menjadi Rp 76 triliun.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno mengatakan, sejauh ini proses rasionalisasi masih dilakukan di internal. ”Masih proses di internal sambil menunggu pembahasan dengan DPR dan pemerintah. Nanti diinfokan kalau sudah selesai dan resmi dibahas dengan DPR dan pemerintah,” kata Bernad saat dihubungi di Jakarta, Rabu (16/3/2022).
Anggota KPU Kalimantan Timur, Iffa Rosita, membenarkan KPU di daerah turut diminta untuk melakukan rasionalisasi usulan anggaran. Namun, sejauh ini belum ada pembahasan apa saja yang akan dirasionalisasi. KPU Kaltim masih menunggu laporan hasil rapat koordinasi yang diikuti oleh sekretaris KPU provinsi dengan sekretariat jenderal KPU, di Bandung, 14-16 Maret 2022. Salah satu pembahasan dalam rapat itu terkait rasionalisasi anggaran untuk Pemilu 2024.
Hal senada diungkapkan anggota KPU Sulawesi Barat, Farhanuddin. Sejauh ini belum ada pembahasan anggaran di daerah. Meskipun demikian, ia berharap anggaran yang ada bisa difokuskan untuk honorarium penyelenggara pemilu ad hoc, seperti petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tempat pemungutan suara (TPS).
”Tugas dan tanggung jawab mereka (petugas di TPS) tidak ringan. Kami berharap ini yang menjadi salah satu prioritas. Honor mereka disesuaikan dengan biaya hidup dibanding lima tahun lalu,” kata Farhan.
Jika besaran honor tak ditingkatkan, ia memperkirakan bakal ada sejumlah daerah yang kesulitan merekrut petugas penyelenggara ad hoc karena besaran honor yang berlaku sekarang tak selaras dengan beban kerja dan tanggung jawab mereka saat bertugas di Pemilu 2024. Ambil contoh, honorarium petugas KPPS sebesar Rp 550.000.
Farhan juga berharap, ada asuransi kesehatan dan asuransi jiwa untuk penyelenggara pemilu yang mengalami kecelakaan atau meninggal.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, sepakat akan pentingnya honor bagi penyelenggara pemilu ad hoc ditingkatkan.
”Alokasi honorarium petugas lapangan jangan sampai dipertaruhkan. Justru perlu diperjuangkan secara maksimal mengingat beban kerja berat serta tanggung jawab yang besar membuat mereka harus diapresiasi dengan sepadan guna menghindari penyimpangan yang bisa terjadi di tengah rumit dan kompleksnya Pemilu 2024,” tambahnya.
Kalaupun usulan anggaran harus dirasionalisasi, akan lebih baik yang dirasionalisasi adalah anggaran pembangunan gedung atau kendaraaan dinas. Kebutuhan itu tak terlalu mendesak, apalagi jika dibandingkan kebutuhan esensial lain untuk pemilu.
Terlepas dari hal itu, ia menekankan pentingnya penyusunan dan pembahasan anggaran dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Dengan demikian, publik bisa turut mengawasi untuk memastikan anggaran pemilu tak digunakan untuk kepentingan yang tidak berkorelasi langsung dengan kualitas dan kredibilitas penyelenggaraan pemilu.