Tjahjo Kumolo: ”Jujur, 70 Persen ASN Netralitasnya Tidak Terjaga”
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menyebut 70 persen netralitas ASN tak terjaga dalam kontestasi politik di daerah. Netralitas ASN jadi persoalan tersering yang diterima KASN.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Problem pelanggaran netralitas aparatur sipil negara menjadi salah satu persoalan besar dalam menjaga profesionalitas ASN. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo bahkan menyebut 70 persen ASN netralitasnya tidak terjaga. Guna mengatasi hal tersebut, Komisi Aparatur Sipil Negara menggandeng Badan Pengawas Pemilu.
Problem netralitas ASN ini, antara lain, dikemukakan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat saat menggelar rapat kerja dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Selasa (23/6/2020), di Jakarta. Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia itu dihadiri juga Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto.
Rapat dengar pendapat itu secara umum merupakan pembicaraan pendahuluan dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021 dan rencana kerja pemerintah tahun 2021. Rapat juga mengevaluasi kinerja tahun 2019 dan 2020. Selain itu, rapat membahas kelanjutan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS), formasi tahun 2019, yang sempat diundur karena dampak pandemi Covid-19. Sejumlah isu menarik mengemuka, termasuk problem netralitas ASN dalam pilkada.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan, netralitas ASN harus dijaga oleh Kemenpan dan RB, terutama karena momentum pilkada sudah di depan mata. ASN di daerah seharusnya merupakan ujung tombak pelayanan masyarakat, karena pemerintah daerah (pemda) adalah tumpuan masyarakat. Namun, menurut data yang diperolehnya, kemajuan reformasi birokrasi daerah belum berjalan optimal.
”Ada data, ini baru 23,39 persen reformasi birokrasi (berjalan) di tingkat daerah. Bahkan, menurut laporan Ombudsman, pemda mendapatkan pengaduan terbanyak dari masyarakat, dan bisa dinilai buruk. Kami minta ini diperhatikan,” ujarnya.
Kondisi ini, menurut Zulfikar, harus diperhatikan oleh pemerintah. Utamanya menjelang Pilkada 2020 jika ASN terbukti tidak netral, citra ASN akan tercoreng di mata masyarakat. ”Terlebih ketika kita nanti akan melaksanakan pilkada serentak. Mohon jangan sampai harapan publik yang tinggi, lalu data menunjukkan masih kurang baik itu, nanti ditambah pula persoalan ASN terlibat dalam pendulangan suara, atau dia tidak netral,” kata Zulfikar.
Terkait reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hugua, juga memberikan catatan terkait belum optimalnya peran KASN. Pengajuan penambahan anggaran sekitar Rp 30 miliar yang diajukan KASN pun dipertanyakan.
Jujur kita akui, 70 persen netralitas ASN tidak terjaga. Ada sekretaris daerah yang terang-terangan berkampanye untuk memenangkan calon tertentu. Ini juga repot. Ada pula guru yang menjadi tim sukses calon tertentu.
Ia, antara lain, mencontohkan banyaknya posisi eselon satu dan dua di Pemda Provinsi Sulawesi Tenggara yang dijabat pelaksana tugas (plt). ”Sekda Sulawesi Tenggara itu Plt tujuh kali diperpanjang terus, tetapi tidak pernah dengar KASN berbicara soal ini. Bagaimana nanti kinerja pemdanya kalau begitu. Sebab, sampai hari ini eselon duanya juga plt,” kata Hugua.
Mayoritas tidak netral
Menanggapi pertanyaan sejumlah anggota DPR terkait netralitas ASN, Tjahjo Kumolo menyebut 70 persen ASN netralitasnya tak terjaga. ”Jujur, kami akui, 70 persen netralitas ASN tidak terjaga. Ada sekretaris daerah yang terang-terangan berkampanye untuk memenangkan calon tertentu. Ini juga repot. Ada pula guru yang menjadi tim sukses calon tertentu. Guru menjadi timses karena bisa merekrut (pendukung) melalui anak didik dan orangtuanya. Ada juga yang menjadikan guru menjadi kepala dinas demi kepentingan ini,” kata Tjahjo.
Di dalam paparannya, Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan, netralitas ASN menjadi persoalan yang paling sering dilaporkan oleh masyarakat. Dari data pengaduan yang diterima KASN tahun 2019, dari total 778 pengaduan, 49,6 persen terkait netralitas ASN. Sisanya, 31,7 persen, dari pengaduan itu terkait sistem merit, dan 18,6 persen terkait pelanggaran nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN. Untuk tahun 2020, pengaduan sampai bulan Juni, soal netralitas ASN saja ada 255 pengaduan.
Agus mengatakan, pelanggaran asas netralitas oleh ASN dalam penyelenggaraan pilkada merupakan isu strategis KASN. Menjaga netralitas ASN adalah salah satu tugas yang diberikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN kepada KASN. Namun, untuk praktik pengawasan dan penanganan netralitas ASN di pilkada, KASN menggandeng Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
”Kami bekerja sama dengan Bawaslu untuk pengawasan netralitas ASN dalam pilkada, pertukaran data dan informasi, serta tindak lanjut atas temuan pengawasan Bawaslu,” katanya.
Kekhawatiran tentang netralitas ASN ini sebelumnya juga disampaikan Bawaslu pada Mei 2020. Anggota Bawaslu, Moch Afifuddin, mengatakan, tidak netralnya ASN merupakan salah satu indikator yang dominan dalam Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) 2020, khusus untuk dimensi konteks sosial politik.
Indikator ketidaknetralan ASN itu ditemui di 167 kabupaten/kota. Ketidaknetralan ASN juga tergambarkan pada indikator mobilisasi ASN untuk mendukung calon tertentu, yang ditemui pada 52 kabupaten/kota. Indikator lainnya ialah adanya putusan KASN terkait tidak netralnya ASN yang ditemui pada 109 kabupaten/kota.