Kata-kata Latin yang Sering Dipakai di Media Massa
Kata-kata Latin tak terasa hidup dalam keseharian pengguna bahasa Indonesia. Tak jarang kata-kata Latin lebih sering muncul daripada kata-kata arkais yang sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia.
Kita kadang tidak sadar bahwa pengaruh bahasa Latin terhadap perkembangan bahasa Indonesia sangat besar. Kalau mau diulik lebih jauh, bukan hanya terhadap bahasa Indonesia, terhadap bahasa lain pun, pengaruh bahasa Latin sangat besar.
Prodeo (dari pro deo), dalam frasa hotel prodeo, adalah salah satu contoh. Dalam tulisan di rubrik ini beberapa waktu lalu, kata ini pernah diulas Antonius Galih dengan sangat baik.
Hotel prodeo adalah ungkapan untuk penjara. Meski menyimpang dari asal-usulnya yang bermakna positif (pro deo = untuk Tuhan), lalu meluas menjadi gratis, kata ini kemudian menjadi bagian dari bahasa Indonesia, yang kemungkinan tidak disadari banyak penutur bahasa Indonesia.
Jika prodeo sudah dirasakan dan menjadi kosakata bahasa Indonesia, rupanya banyak juga kata Latin yang dipakai dalam tulisan-tulisan di media massa, tetapi belum diakui sebagai kosakata bahasa Indonesia. Hal itu ditandai dari penulisannya yang berkarakter miring.
Kata-kata tersebut malah sering dituliskan oleh pengguna bahasa sebagai variasi pada tulisannya. Mungkin saking seringnya, kata-kata Latin yang dimaksud lebih sering muncul daripada kata-kata arkais yang sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia.
Kata-kata Latin yang akan diuraikan ini, berikut contohnya, diambil dari data yang dihimpun Pusat Informasi Kompas. Namun, agar tidak melebar ke mana-mana, kata-kata Latin yang diuraikan adalah kata-kata yang sering dipakai di bidang politik dan pemerintahan.
Baca juga: Tepatkah Ungkapan "Usaha Tidak Mengkhianati Hasil"?
Data diambil dari tulisan yang terbit sejak 1965 hingga 2023, dengan sedikit pengubahan pada contohnya. Kata-kata Latin yang dimunculkan diambil dari judul dan badan berita. Bahkan ada kata yang dipakai hingga 5.120 kali, baik pada judul maupun badan berita, yaitu kata ad hoc.
Untuk mendukung penjelasan, makna yang ada dalam kamus (KBBI, Kamus Hukum) digunakan dalam tulisan ini.
Arti harfiahnya adalah ’untuk sementara waktu’. Kata ini biasanya melekat pada jabatan di pemerintahan, yang bersifat sementara. Kesementaraan bisa disebabkan pejabat yang sesungguhnya tidak bisa menjalankan tugasnya, lalu ditunjuk pejabat penggantinya untuk sementara.
Contoh: Presiden Soeharto, didampingi Menteri Agama ad interim Saadillah Mursjid, hari Jumat (27/9) bersilaturahmi dengan 53 alim ulama se-Jabotabek, Banten, Cirebon, dan Yayasan Pondok Pesantren Al-Washilah di Istana Merdeka, Jakarta. (Kompas, 28 September 1996)
ad hoc
Artinya kurang lebih ’dibentuk atau dimaksudkan untuk salah satu tujuan saja’. Kata ini bisa melekat pada kepengurusan, kepanitiaan, kebijakan, yang dibentuk untuk satu tujuan.
Contoh: Sudah saatnya kita menetapkan strategi yang akan kita tempuh dalam perkembangan industri otomotif agar kita tidak terus-menerus dipaksa membuat kebijakan-kebijakan ad hoc dalam sektor riil. (Kompas, 27 Maret 1995)
Baca juga: Apa yang Salah dengan Cuaca Adem dan Makan "Iwak Lele"?
auctor intellectualis
Kata ini sudah diindonesiakan menjadi auktor intelektualis. Kata auktor pada auktor intelektualis harus dibedakan dengan kata aktor. Jika auktor diartikan sebagai ’pencetus’, ’dalang’, atau ’otak’, kata aktor diartikan sebagai ’pelaku’. Auktor intelektualis berarti ’dalang atau otak di balik sebuah peristiwa’. Kata ini lazim dipakai untuk sebuah peristiwa yang menggegerkan.
Contoh: Bentuk penyertaan menggerakkan atau menganjurkan ini terdapat dua orang atau lebih yang masing-masing berkedudukan sebagai orang yang menganjurkan atau auctor intellectualis dan orang yang dianjurkan atau auctor materialis atau materieele dader. (Kompas, 9 Maret 2015)
de jure
Kata ini memiliki arti ’berdasarkan hukum (tentang pengakuan atas suatu pemerintahan)’.
Contoh: Pembangunan ilegal Israel di kawasan Tepi Barat dan Jerusalem Timur, yang secara de jure melanggar perdamaian Oslo 2002, tidak mampu diredam AS dan sekutunya. (Kompas, 22 September 2011)
de facto
’Menurut kenyataan yang sesungguhnya (tentang pengakuan atas suatu pemerintahan)’ adalah makna untuk de facto. Kata facto yang diadopsi Inggris sebagai fact, oleh Indonesia dipakai sebagai fakta.
Contoh: AS dan Indonesia sama-sama belum meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau, tetapi secara de facto AS telah menerapkan roh dan semua isi traktat internasional yang telah diratifikasi 192 negara di dunia ini. (Kompas, 24 Juni 2009)
divide et impera
Kata ini dalam kenyataan sering ditulis secara salah menjadi devide et impera. Kata ini lazim diketahui bermakna ’pecah belah dan kuasailah’. Pada zaman penjajahan Belanda, kata ini menjadi slogan Kongsi Dagang Belanda (VOC) yang ingin memecah belah rakyat Indonesia.
Contoh: Perselisihan itu merupakan dampak politik divide et impera penjajah Barat, yang membagi-bagi wilayah sebuah suku ke dalam dua atau lebih negara yang berbeda. (Kompas, 21 Agustus 1998)
Baca juga: "Santripreneur" dan Reka Cipta Istilah dalam Bahasa Indonesia
Makna ex officio adalah ’karena jabatannya’. Istilah ini dipakai untuk seseorang yang menduduki sebuah jabatan di instansi lain karena jabatannya di sebuah instansi aslinya. Posisi di tempat lain ini biasanya masih berkaitan dengan posisi si pejabat di tempat aslinya.
Contoh: Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara dilantik menjadi anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ex officio dari BI oleh Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali di kantor Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (20/8). (Kompas, 21 Agustus 2015)
in absentia
Selain in absentia, ada pula yang menulis in absensia. Namun, istilah yang tepat adalah in absentia, yang berarti ’tanpa kehadiran terdakwa’ atau ’dalam keadaan tidak hadir (tentang tertuduh)’.
Contoh: Secara terpisah, Presiden Yudhoyono di depan Kongres Wanita Indonesia, Rabu, meminta jajaran pemerintah dan penegak hukum mempercepat proses hukum terhadap pengelola Bank Century. Pengelola yang melarikan diri bisa saja diajukan ke pengadilan secara in absentia. (Kompas, 3 Desember 2009)
juncto
Kata yang biasa disingkat dengan jo ini lebih sering dipakai pada produk undang-undang. Artinya adalah ’berkenaan dengan’, ’berkaitan dengan’, atau ’bertalian dengan’.
Contoh: Pelanggaran pasal yang dicantumkan di dalam dakwaan kesatu primer meliputi Pasal 14 juncto (jo) Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 jo Pasal 1 UU No 15/2003 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Baca juga: "Sukarelawan" Tidak Sama dengan "Relawan"
minus malum
Kata ini berarti ’memilih yang kurang buruk di antara yang lebih buruk’ (KBBI). Ada pula yang mengartikan ’memilih yang buruk untuk menghindari situasi lebih buruk’. Ini seperti dilema dan bisa terjadi dalam segala urusan.
Dalam bidang politik dan pemerintahan, kata ini mengacu pada ketiadaan pemimpin yang baik untuk memimpin negeri. Orang-orang yang baik ”menghilang”. Yang muncul dalam kontestasi kepemimpinan, misalnya, adalah orang-orang yang sebetulnya tidak terlalu dikehendaki yang dipimpin. Namun, daripada tidak ada sama sekali pilihan, pilihan yang buruk pun harus dilakukan.
Contoh: Perlu dipertimbangkan juga prinsip minus malum untuk menghindari malapetaka yang lebih besar dan merugikan masyarakat umum atau menyelamatkan korban-korban orang tak bersalah. (Kompas, 6 September 1996)
per se
Kata ini bermakna ’itu sendiri’, ’secara intrinsik’.
Contoh: Di tengah kenyataan seperti ini, Pancasila hanya menjadi semacam ”berhala” yang disembah, tetapi tidak menyelamatkan. Yang salah tentu bukan Pancasila per se. Yang salah adalah kita yang tidak mampu mengamalkan Pancasila dalam kehidupan nyata. (Kompas, 5 Juli 2006)
Menurut KBBI, istilah ini memiliki dua arti. Pertama, ’orang yang tidak disukai’ dan, kedua, ’sikap politik yang dilaksanakan oleh pemerintah terhadap warga negara asing yang berada di wilayah negara tersebut dan mempunyai kekebalan diplomatik’. Dari kedua arti itu, yang lebih banyak dipahami masyarakat adalah arti pertama.
Istilah persona non grata dalam konteks diplomasi, menurut Kamus Hubungan Internasional dan Diplomasi, digunakan untuk menyebut diplomat asing yang keberadaannya sudah tidak dapat diterima atau disukai oleh negara penerima. Negara dapat mengusir diplomat yang dikenai status persona non grata jika negara pengirim tidak menariknya pulang dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Jika membaca-baca berita tempo dulu, tindakan mem-personanongrata-kan ini bisa dilakukan oleh negara kecil kepada negara besar, negara besar kepada negara kecil, bahkan bisa dilakukan oleh negara besar kepada negara besar.
Penyebab pengusiran ini juga bermacam-macam. Warga suatu negara, misalnya, didapati menjadi mata-mata di negara tempat dirinya bertugas. Ada juga staf kedutaan asing yang didapati terlibat dalam peredaran obat-obat terlarang di negara tempat mereka ditugaskan. Orang-orang ini lalu diusir dari negara tempat mereka bertugas ke negara mereka masing-masing.
Contoh: Rusia dan AS masing-masing telah memberlakukan persona non grata terhadap para diplomatnya untuk meninggalkan negara mereka pada pekan ini. Pengusiran diplomat-diplomat masing-masing ini berkaitan dengan ditangkapnya pejabat senior CIA Aldrich Ames dan istrinya Rosario. (Kompas, 4 Maret 1994)
mutatis mutandis
KBBI mengartikan mutatis mutandis sebagai ’dengan penyesuaian seperlunya’. Dengan bahasa yang hampir sama, Kamus Hukum daring mengartikannya sebagai ’dengan perubahan yang diperlukan’. Adapun arti pertama yang termuat dalam kamus hukum ini adalah ’akibat hukum sekarang sejauh mana dapat diterapkan terhadap peristiwa hukum yang terjadi’.
Contoh: Memang pendapat itu segera akan ditepis dengan argumen, memangnya kita mau kembali ke Orde Baru yang otoriter? Jelas hanya bermaksud mengambil pengalaman-pengalaman itu secara positif seraya mengambil sikap mutatis mutandis, disesuaikan dengan sistem demokrasi yang kini berlaku. (Kompas, 26 Oktober 2009)
status quo
Selain bermakna ’keadaan tetap’, istilah ini juga bermakna ’pada suatu saat tertentu’, ’keadaan sekarang’, dan ’kondisi mapan (kemapanan)’.
Contoh: Naiknya Gus Dur ke kursi kepresidenan dipandang sebagai pertanda kemenangan gerakan reformasi atas kekuatan status quo. Harapan bagi pemerintahan Gus Dur, terutama dalam menyusun kabinetnya, adalah secara total memulai hal baru dengan mengisi kabinet dengan orang baru. (Kompas, 12 Mei 2006)
salus populi suprema lex
’Kesejahteraan rakyat merupakan hukum tertinggi’ adalah makna dari istilah salus populi suprema lex yang dikenal sekarang ini. Namun, dulu, ditemukan pula makna lain, yakni ’keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi’.
J Kristiadi dalam tulisannya di Kompas (2 September 2021) menggunakan istilah ini sebagai ucapan penguasa kepada rakyatnya. Penguasa, katanya, pintar mencumbu rakyat dengan kata-kata muluk guna membius dan merenggut daulat rakyat, seperti salus populi suprema lex.
Contoh: Ketika suatu bangsa dihadapkan pada akumulasi krisis yang membawanya ke kondisi serba rawan, ibaratnya kiri jurang, kanan jurang, bukankah masih tetap berlaku ungkapan klasik: salus populi suprema lex, bahwa akhirnya dalam kondisi demikian, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. (Kompas, 18 Desember 1998)
si vis pacem para bellum
Kata-kata ini bermakna ’jika engkau menginginkan kedamaian, bersedialah berperang’. Ungkapan ini ditulis filsuf militer Romawi, Publius Flavius Vegetius Renatus, bertahun-tahun lalu. Ungkapan ini menjadi semacam kredo bagi para pemimpin pemerintahan di mana pun di dunia ini.
Contoh: Damai sesungguhnya tak lebih hanya jeda di antara dua perang! Karena itu, orang-orang Romawi masa silam berkata, si vis pacem para bellum. (Kompas, 10 November 2022)
Nur Adji, Penyelaras Bahasa Kompas