Ungkapan ”hotel prodeo” sudah lama bergulir di masyarakat. Siapa yang menyangka bahwa ”prodeo” sebetulnya bermakna positif, humanis, religius, dan ikhlas. Kenapa disebut ”hotel prodeo”?
Oleh
Antonius Galih Rudanto
·3 menit baca
Ada dua cara penulisan untuk lema prodeo. Penulisan pertama adala pro Deo, sedangkan yang kedua adalah prodeo. Mana yang tepat, atau mana yang benar? Semua benar karena keduanya ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
”Namun, tidak semudah itu Ferguso.” Saya pun masygul, begitu mengetik kata prodeo di mesin pencari Google, yang banyak muncul adalah frasa hotel prodeo. Lho, kenapa saya masygul? Kan, boleh kata itu digunakan.
Berikut contoh penggunaan frasa hotel prodeo dari situs berita.
Kecelakaan yang Membuat Setya Novanto Batal Menghuni Hotel Prodeo
Masuk Hotel Prodeo, Nunun Bungkam
Dari contoh judul berita di atas, frasa hotel prodeo dimaknai sebagai frasa kiasan untuk penjara, lembaga pemasyarakatan, bui, rutan, atau tempat untuk orang-orang jahat yang tertangkap karena tindak kriminal. Menginap, diinapkan, dijebloskan, dimasukkan, atau menghuni penjara memang gratis alias cuma-cuma/tidak mengeluarkan uang sepeser pun.
Hanya karena prodeo berarti ’gratis’, muncullah istilah hotel gratis, hotel tanpa bayar, alias hotel prodeo. Toh memang tidak salah karena di KBBI pun frasa hotel prodeo ada dan diartikan sebagai tempat untuk pesakitan.
”Language is arbitrary”, demikian ungkapan yang menyimpulkan bahwa kemunculan istilah atau kosakata ada kalanya memang hanya berupa ”kesewenang-wenangan atau suka-suka, manasuka, arbitrer”, tidak saling mengait dalam hal arti, dan itu disepakati.
Bayangkan saya yang orang Jawa berteriak kepada kawan di Jakarta yang tidak tahu bahasa Jawa, ”Awas manuke mabur!” Apa yang ia bayangkan untuk lema manuke dan apa itu mabur? Bagi teman saya itu, tentu tidak ada bayangan sama sekali apa itu manuke dan mabur.
Berbeda dengan teman saya yang bisa berbahasa Jawa, manuke berarti ’burung’ (atau bisa juga diartikan/dipersepsikan ’alat vital laki-laki’) dan mabur adalah ’terbang’. Kok, bisa burung disebut manuk dalam bahasa Jawa, pidong dalam bahasa Batak, manuk dalam bahasa Sunda? Lha, manasuka, suka-suka, sesuka hati. Sesederhana itu.
Kembali ke ”pro Deo”
Menurut KBBI, pro- merupakan bentuk terikat yang artinya ’sebelum, di depan (terletak di depan)’: prolog; protoraks. Pro juga punya arti ’setuju’: hasil pemungutan suara adalah 20 pro dan 10 kontra.
Pro salah satu artinya ’untuk’. Kita ingat ketika sakit, dokter yang memeriksa akan memberikan resep obat-obatan untuk kita beli di apotek. Dalam resep itu tertulis kosakata bahasa Latin, misalnya: Pro: Jon (untuk: Jon).
Ada ungkapan dari bahasa Latin, pro Deo: untuk Tuhan, semata-mata untuk Tuhan. Sementara Deo berarti ’Tuhan’ atau ’Allah’. Deo gratias: terima kasih Tuhan. Arti untuk Tuhan pun kemudian meluas: bekerja untuk Tuhan, bekerja tanpa dibayar, bekerja tanpa mendapatkan upah.
Karena bekerja untuk Tuhan berdasarkan keikhlasan, tentu tidak ada bayaran, cuma-cuma, alias gratis. Lema gratis pun sebenarnya dari bahasa Latin, gratis, yang berarti ’tanpa dikenai biaya’.
Berikut kutipan berita bagaimana lema prodeo meluas menjadi ’cuma-cuma’ yang diambil dari Kompas, ”Bantuan Hukum Cuma-cuma”, edisi Sabtu, 3 Juli 2004.
Padahal, seperti diamanatkan undang-undang dan kode etik, setiap pengacara berkewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada terdakwa yang tidak mampu. Pergerakan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ini ingin digiatkan kembali oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). ”AAI membentuk pusat bantuan hukum (posbakum) untuk pertama kali di Bandung, Jumat (2/7) kemarin. Di Jakarta nantinya akan menyusul pada Agustus 2004,” kata Ketua Umum AAI Denny Kailimang. Bantuan hukum secara cuma-cuma yang dijalankan posbakum di setiap pengadilan negeri Jakarta saat ini sangat terbatas karena menyesuaikan jatah dana prodeo yang sangat kecil dari pemerintah pusat.
Pro Deo, ungkapan yang awalnya ’untuk Tuhan’, pun meluas secara arbitrer menjadi ’gratis’, dan kemudian menjadi bagian dari frasa hotel prodeo alias ’penjara’.
Pro Deo, ungkapan yang awalnya ’untuk Tuhan’, pun meluas secara arbitrer menjadi ’gratis’, dan kemudian menjadi bagian dari frasa hotel prodeo alias ’penjara’. Itulah sebabnya saya masygul, ungkapan yang pada awalnya punya makna positif, humanis, religius, dan ikhlas beramal, meluas menjadi bagian dari frasa penjara.
Namun, bagaimanapun, kembali lagi bahwa penggunaan istilah dalam bahasa memang bersifat arbitrer, artinya meluas, dan kemudian disepakati.