Batu Sandungan Jalan Tani
Di tengah guliran program swasembada dan upaya lain meningkatkan produktivitas sejumlah komoditas pangan, impor pangan justru meningkat. Di sisi lain, petani berjuang mati-matian meningkatkan produksi bahkan usaha tani.
Jalan tani di Indonesia selalu tak bebas hambatan. Penuh batu sandungan dan janji-janji perbaikan kemandirian pangan. Namun, petani terus bertahan di tengah arus menguatnya impor dan korporasi pangan.
Setahun terakhir ini, petani menghadapi sejumlah tantangan, seperti kenaikan harga pupuk, benih, bahan bakar minyak, dan upah tenaga kerja. Hal itu berujung pada kenaikan biaya pokok produksi (BPP).
Di tengah kenaikan BPP, fenomena La Nina menguat pada awal tahun ini dan El Nino bakal berlangsung pada paruh tahun ini. Banjir bergantian dengan kemarau melanda jalan tani sehingga ”menyapu” sebagian hasil produksi pangan petani.
Bersamaan dengan itu, dari tahun ke tahun, impor sejumlah komoditas pangan meningkat. Dalam peluncuran Gerakan Pangan Murah Serentak 2023 pada 26 Juni 2023, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut, sejak 2004 hingga kini, impor gula meningkat dari 2-3 juta ton per tahun menjadi 5 juta ton per tahun.
Impor buah-buahan bertambah dari 500.000 ton per tahun menjadi 1 juta ton per tahun. Impor gandum juga bertambah dari 2-3 juta ton per tahun menjadi 13 juta ton per tahun. Begitu pula impor bawang putih yang meningkat dari 50.000 ton per tahun menjadi 600.000 ton per tahun.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah memutuskan mengimpor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun ini. Di luar kebijakan itu, Indonesia juga telah meneken kontrak impor 1 juta ton beras dengan India untuk mengantisipasi dampak El Nino.
Dari tahun ke tahun, impor sejumlah komoditas pangan meningkat.
Baca juga: Jalan Impor Pangan
Tantangan lain juga muncul dari sektor perberasan. Kemunculan sejumlah korporasi besar mulai terasa, baik dalam pembentukan harga gabah petani dan beras maupun tumbangnya penggilingan-penggilingan padi skala kecil.
Meskipun batu-batu sandungan bermunculan, petani berupaya bertahan dan berjuang. Di kala impor buah bertambah, Petani Muda Keren (PMK) Bali mampu meningkatkan produksi buah dan sayur serta mengembangkan komunitas PMK di sejumlah daerah di luar Bali. Pemanfaatan internet untuk segala (IoT) baik dalam perawatan tanaman maupun pemasaran, hingga pemakaian pupuk organik menjadi kuncinya.
Bersamaan dengan hal itu, kelompok tani Anin Tahmate di Kabupaten Timur Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, berhasil meningkatkan produksi buah naga. Mereka bersusah payah mengubah lereng bukit karang bertanah menjadi lahan buah naga. Produknya juga dinikmati sebagian masyarakat Timor Leste.
Baca juga: Kisah Terang ”Naga Karang” Pulau Timor
Di kala impor beras marak dan korporasi perberasan menguat, asosiasi dan kelompok tani terus mengembangkan benih, penggilingan beras premium, hingga mengefisienkan BPP. Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), misalnya, mengembangkan benih padi Indonesia Farmer (IF-16). AB2TI juga tengah mengurus perizinan pendirian usaha penggilingan dan pengemasan beras mandiri.
Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, kelompok tani Desa Mlatiharjo berupaya mempertahankan penggilingan produksi sejumlah beras premium. Begitu pula kelompok tani sawah tadah hujan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Mereka berupaya meningkatkan produksi gabah dan mengefisienkan BPP melalui pengairan berbasis elektrifikasi.
Baca juga: Bertani dengan ”Jempol” ala Petani Muda Keren Gobleg
Pemerintah memang telah berupaya mengatasi sejumlah batu sandungan petani. Tahun ini, harga pembelian gabah di tingkat petani dinaikkan dari Rp 4.200 per kilogram (kg) menjadi Rp 5.000 per kg dan harga pokok penjualan gula petani dari Rp 11.500 per kg menjadi Rp 12.500 per kg.
Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) juga turut membantu meningkatkan produksi dan efisiensi BPP pertanian. Salah satunya melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menggulirkan program elektrifikasi di sektor pangan.
Kementerian Pertanian juga mendorong PMK Bali mengembangkan petani milenial dalam rangka regenerasi petani dan peningkatan produksi berbasis teknologi. Gerakan PMK pelan-pelan berkembang. Gerakan itu juga melahirkan komunitas-komunitas PMK di luar Bali, seperti di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Sulawesi, dan Kalimantan.
Meskipun demikian, impor pangan, terutama yang mampu diproduksi di dalam negeri, justru bertambah. Padahal, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (NFA) berkomitmen menyiapkan cadangan pangan pemerintah (CPP) berbasis sumber daya domestik. Namun, sebagian besar komoditas CPP masih bersumber dari impor, seperti beras, gula, dan daging ruminansia.
Baca juga: Mencari Alternatif Impor Sapi Hidup
Arah jalan tani
Hal itu menunjukkan masih ada problem pengadaan sejumlah sumber pangan dari dalam negeri. Dampak bencana hidrometeorologi terhadap penurunan produksi kerap menjadi alasan mengimpor pangan. Padahal pemerintah telah menambah lahan tanaman pangan, termasuk padi, melalui program Food Estate.
Berhasilkah program tersebut? Setidaknya untuk bisa sedikit mengompensasi hasil panen yang hilang akibat dampak cuaca atau justru tanaman dalam program tersebut juga kurang optimal lantaran turut terdampak cuaca?
Lalu bagaimana dengan capaian program swasembada pangan, terutama beras dan gula konsumsi, yang setiap tahun selalu digaungkan? Memang butuh waktu merealisasikannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, impor pangan justru bertambah, bukan malah berkurang.
Seiring dengan berjalannya waktu, impor pangan justru bertambah, bukan malah berkurang.
Sudah banyak kalangan, termasuk Presiden Joko Widodo, berulang kali menggaungkan pentingnya peningkatan produksi dan produktivitas. Bahkan, dalam rapat terbatas tentang peningkatan produksi dan hilirisasi pangan pada Senin (10/7/2023), Presiden Joko Widodo meminta CPP harus tetap terjaga melalui peningkatan produksi dan serapan pangan dalam negeri.
Ketimbang membangun proyek-proyek berskala besar, ada baiknya pemerintah justru membesarkan program-program apik yang telah dirintis petani baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan swasta dan BUMN. Jalan tani PMK Bali, buah naga, AB2TI, Kelompok Tani Desa Mlatiharjo, dan masih banyak yang lain perlu mendapatkan dukungan lebih besar.
Arah membangun jalan tani Indonesia diharapkan tidak lagi abu-abu, tetapi harus tegas untuk mengurangi impor bahkan menyubtitusi impor. Perbesar gerakan-gerakan yang sudah apik dan berhasil. Pecahkan satu per satu batu sandungan jalan tani.
Baca juga: Ini Beras dan Benih Karya Petani!