logo Kompas.id
Bebas AksesMencari Alternatif Impor Sapi ...
Iklan

Mencari Alternatif Impor Sapi Hidup

Sapi Brasil lebih beradaptasi dengan cuaca panas dan secara alami kurang rentan terhadap penyakit tropis karena perbaikan genetik melalui seleksi pemuliaan di Brasil.

Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI, MAHDI MUHAMMAD, Hendriyo Widi
· 8 menit baca
Sapi impor dari Australia dipindahkan ke dalam truk usai diturunkan dari kapal Devon Express di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (22/9/2020).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)

Sapi impor dari Australia dipindahkan ke dalam truk usai diturunkan dari kapal Devon Express di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (22/9/2020).

Pilihan mengimpor daging sapi dan kerbau demi memenuhi kebutuhan nasional kontraproduktif dengan cita-cita swasembada daging sapi. Swasembada dapat didukung oleh pemasukan sapi indukan dan sapi bakalan dari luar negeri sebagai program awal. Impor sapi bakalan dan sapi indukan yang berorientasi pada peningkatan populasi sapi demi mencapai swasembada perlu menjadi pertimbangan.

Impor sapi bakalan dan sapi indukan antara lain diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/2021 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 19 Tahun 2020 tentang Penanganan Perizinan Berusaha Sektor Pertanian yang Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Menurut Permentan ini, sapi bakalan, yang disebut bakalan ternak ruminansia besar pedaging, adalah ternak ruminansia pedaging dewasa yang dipelihara selama kurun waktu tertentu hanya untuk digemukkan sampai mencapai bobot badan maksimal pada umur optimal untuk dipotong. Sapi indukan, yang disebut ternak ruminansia besar indukan, adalah ternak betina bukan bibit yang memiliki organ reproduksi normal dan sehat digunakan untuk pengembangbiakan.

Data Kementerian Pertanian (Kementan), yang salah satunya bersumber dari Sistem Nasional Neraca Komoditas menunjukkan, realisasi impor sapi dan kerbau bakalan sepanjang 2019-2022 sebanyak 651.565 ekor (2019), 467.830 ekor (2020), 403.941 ekor (2021), dan 307.392 ekor (2022). Di sisi lain, realisasi impor daging sapi dan kerbau beku pada rentang tahun yang sama mencapai 204.055 ton (2019), 213.200 ton (2020), 220.285 ton (2021), dan 284.566 ton (2022).

https://cdn-assetd.kompas.id/iMDVRrL74WvmlXg8HDyw2UmxkBA=/1024x1071/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F22%2Fd947f7ff-1889-445a-8efc-a3d1d7a2a43b_png.png

Dari data tersebut, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementan Agung Suganda menggarisbawahi tren penurunan impor sapi bakalan berbanding terbalik dengan kenaikan impor daging beku. “Realisasi daging impor beku meningkat kerena diperbolehkannya mengimpor dari Brasil dan India sejak 2019,” kata Agung, dalam diskusi mengenai swasembada daging yang diadakan Badan Pangan Nasional di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/6/2023). Kompas juga mengikuti diskusi itu.

Per 22 Mei 2023, data dari rapat koordinasi teknis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan, kebutuhan daging sapi/kerbau nasional sepanjang 2023 mencapai 816.790 ton dan naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 736.622 ton. Produksi dalam negeri sepanjang 2023 diperkirakan sebanyak 442.690 ton yang juga naik dari 389.668 ton.

Baca juga: Upaya Meningkatkan Populasi Sapi Nasional

Dengan demikian, kata Agung, ketergantungan Indonesia terhadap impor daging sapi dan kerbau masih di atas 40 persen. Setiap tahun, dia memperkirakan, rata-rata jumlah sapi yang dipotong di Indonesia mencapai 2,5 juta ekor dan sebanyak sekitar 650.000 ekor di antaranya disembelih saat Idul Adha. Dengan demikian, peningkatan jumlah populasi dibutuhkan untuk menekan ketergantungan impor menjadi 10 persen pada 2026.

Pemerintah telah berupaya menambah pemasukan indukan sapi dari luar negeri bersamaan dengan impor sapi bakalan. Permentan Nomor 28/2021 menyebutkan, importir sapi bakalan wajib memasukkan sapi indukan minimal sebanyak 3 persen dari kapasitas kandang. Namun, upaya itu belum berdampak signifikan pada penambahan populasi sapi dalam negeri.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Drh Nanang Purus Subendro, secara terpisah, menilai, penambahan populasi sapi dengan mengimpor sapi indukan sebaiknya diintegrasikan dengan program pemerintah yang sudah ada. Misalnya, pemerintah menunjuk badan usaha milik negara untuk mengadakan sapi indukan bagi program desa korporasi.

Sapi impor dari Australia dipindahkan ke dalam truk usai diturunkan dari kapal Devon Express di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (22/9/2020).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)

Sapi impor dari Australia dipindahkan ke dalam truk usai diturunkan dari kapal Devon Express di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (22/9/2020).

Dosen Fakultas Peternakan IPB University Prof Dr Muladno menilai, penambahan jumlah sapi indukan dapat berbarengan dengan impor sapi bakalan selama pelaku industri penggemukan menjalankan Permentan terkait. Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, pelaku industri enggan memelihara dan mengembangbiakan indukan lantaran perputaran bisnisnya lama.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, impor sapi indukan dan embrio sapi diperlukan pada tahap-tahap awal budidaya sapi nasional. Selain Australia, Indonesia dapat mengimpor dari negara lain, seperti Brasil dan Meksiko.

Impor sapi hidup Brasil

Tawaran impor sapi hidup antara lain telah datang dari pemerintah Brasil. Bruno Cavalheiro Breitenbach, Atase Pertanian Kedutaan Brasil di Jakarta, Kamis (8/6/2023), mengungkapkan rencana mengekspor sapi nelore dari Brasil ke Indonesia. Salah satu kelebihan yang dipromosikan adalah kemiripan kondisi iklim antara kedua negara.

“Karena Indonesia memiliki iklim tropis, kami percaya bahwa jenis sapi nelore yang dibudidayakan di sebagian besar Brasil tengah dan utara akan lebih cocok dengan iklim di Indonesia,” kata Breitenbach.

Baca juga:

Dia menjelaskan, sapi jenis nelore, yang memiliki “darah” India” dan telah dikembangkan di Brasil selama puluhan tahun, dikenal tahan terhadap suhu udara yang tinggi dan memiliki ketahanan alami terhadap berbagai parasit an penyakit. Dengan tradisi panjang pembiakan dan peningkatan populasi selama puluhan dekade, kemampuan sapi nelore untuk beradaptasi dengan situasi yang cenderung sama dengan di Brasil, akan semakin tinggi.

Iklan
Pedagang daging sapi sedang melayani permintaan pembeli di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (9/10/2022).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pedagang daging sapi sedang melayani permintaan pembeli di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (9/10/2022).

Sapi Brasil lebih beradaptasi dengan cuaca panas dan secara alami kurang rentan terhadap penyakit tropis karena perbaikan genetik melalui seleksi pemuliaan di Brasil. Hal ini penting karena hewan yang tidak stres dengan suhu panas atau tidak sering sakit lebih mampu menambah berat badan lebih cepat, sehingga membuat ternak lebih menguntungkan.

Dengan populasi mencapai sekitar 224 juta ekor sapi, Brasil, menurut Breitenbach, telah mengekspor sapi hidup ke banyak negara, seperti Iran, Yordania, Turki, Arab Saudi, Lebanon, hingga Mesir. Selain itu, sejumlah negara Eropa juga menjadi negara tujuan ekspor sapi mereka, seperti Denmark. Di Asia, Vietnam adalah negara tujuan sapi Brasil. Yang terbaru adalah Maroko.

“Mereka menilai Brasil sebagai mitra tidak hanya untuk penggemukan, tapi juga untuk meningkatkan kemampuan (populasi) ternak nasional mereka,” katanya. Dengan populasi sangat besar, dia meyakini, Brasil bisa menjadi penyedia sapi indukan bagi Indonesia dalam jumlah besar tanpa memengaruhi stok ternaknya sendiri.

Breitenbach mengatakan, sapi negaranya sudah mendapat sertifikasi dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia bebas dari penyakit, termasuk penyakit mulut dan kuku (PMK). Indonesia juga tergabung dalam organisasi tersebut.

https://cdn-assetd.kompas.id/9TOpEDfL6PnkMytOLmsm0_y7tWI=/1024x2355/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F03%2F23%2F04aef6d0-5ffe-407d-8943-bf648aa10308_png.png

“Brasil mengekspor daging sapi dan sapi hidup ke lebih dari 150 negara di seluruh dunia, berkat sistem sanitasi yang andal. Semua negara pengimpor mengakui Brasil sebagai penyedia keamanan yang andal dan daging sapi bebas PMK, termasuk Brasil sebagai kontributor ketahanan pangan mereka,” kata dia.

Breitenbach mengatakan, indikator meningkatnya kepercayaan terhadap produk peternakan dari negaranya adalah karena ada peningkatan signifikan terhadap jumlah daging sapi yang bisa masuk ke Indonesia, dari semula hanya 20.000 ton per tahun menjadi 100.000 ton per tahun mulai tahun 2023.

“Kami berharap bisa berkotribusi pada Indonesia, khususnya dalam penyediaan kebutuhan daging sapi Indonesia. Tidak hanya menyediakan, tapi juga berkontribusi dalam peningkatan kualitas dan tingkat produktivitas ternak sapi di Indonesia. Caranya adalah dengan menyediakan hewan hidup dengan tingkat genetik tinggi yang mampu menjadi produktif dan kompetitif,” katanya.

Breitenbach juga menyebut soal investor dan pengusaha Brasil yang masih malu-malu berinvestasi di Indonesia. Dia mengatakan, bukannya Indonesia tidak menarik bagi para pengusaha Brasil, tetapi lebih pada masalah jarak dan persepsi bahwa berinvestasi di Indonesia masih cukup rumit.

Brasil mengekspor daging sapi dan sapi hidup ke lebih dari 150 negara di seluruh dunia.

“Namun, dengan membaiknya hubungan di sektor pertanian kita telah menyaksikan dalam beberapa bulan terakhir beberapa pengusaha Brasil datang ke Jakarta. Jika skenario ini semakin membaik, salah satunya dengan cara memperluas cakupan produk pertanian, saya yakin investasi hanya tinggal menunggu waktu saja,” katanya.

Breitenbach mengatakan, rencana ekspor sapi ke Indonesia, termasuk sapi indukan, masih dalam tahap negosiasi dengan Kementen. Masih ada beberapa langkah teknis dan hukum yang harus diseleaikan oleh Pemerintah Indonesia sebelum izin impor sapi hidup menjadi kenyataan. “Kami yakin hal itu akan terjadi tahun ini dan para peternak serta perusahaan penggemukan sapi donesia akan membeli hewan berkualitas tinggi dari Brasil,” katanya.

Prosedur perizinan

Salah satu perusahaan multinasional Brasil yang bergerak di sektor peternakan dan pengolahan daging modern adalah JBS Frigorifico di Lins, Sao Paulo. Arief Prasetyo Adi pernah berkunjung ke perusahaan tersebut pada 17 Mei 2023. Perusahaan tersebut memiliki 77.000 ekor sapi. Perusahaan yang telah berinvestasi di 20 negara itu juga membuka diri bekerja sama dengan perusahaan swasta atau badan usaha milik negara di Indonesia.

"Namun, perusahaan itu mau berinvestasi di Indonesia jika prosedur perizinan dipermudah," kata Arief.

Perizinan itu terbentur oleh Undang-undang Cipta Kerja yang menyatakan impor ternak indukan mesti berasal dari negara yang bebas penyakit hewan menular.

Patung sapi menghiasi blok pedagag daging sapi di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (10/8/2022).
KOMPAS/REGINA RUKMORINI

Patung sapi menghiasi blok pedagag daging sapi di Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (10/8/2022).

Agung Suganda dalam diskusi Badan Pangan Nasional itu menyebutkan, masalahnya adalah, dengan adanya UU Cipta Kerja yang merevisi Pasal 36C UU 41/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, impor sapi indukan ini hanya dimungkinkan hanya dari negara bebas penyakit hewan menular.

"Artinya, kita hanya bisa memasukkan sapi indukan dari Australia atau Amerika Serikat,” katanya.

Pasal 34 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang mengubah pasal 36C UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasal 36C dalam UU Cipta Kerja berbunyi, pemasukan ternak ruminansia indukan yang berasal dari suatu negara telah memenuhi persyaratan.

Pada UU Nomor 41 Tahun 2014, Pasal 36C menyebutkan, pemasukan ternak ruminansia indukan ke dalam wilayah Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan. Syarat pertama kedua UU itu sama, harus dinyatakan bebas yakni penyakit hewan menular di negara asal oleh Otoritas Veteriner negara asal dan diakui oleh Otoritas Veteriner Indonesia.

Dengan UU Nomor 41 Tahun 2014, Agung menyatakan, Indonesia berpeluang mengimpor indukan sapi dari negara selain Australia dan AS, misalnya Brasil. Namun, selama UU tersebut berlaku hingga direvisi oleh UU Cipta Kerja, Indonesia belum mengimpor sapi indukan sapi potong dari negara selain Australia. Saat ini, impor sapi indukan Indonesia masih 100 persen dari Australia.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000