Meski belum memicu keresahan sosial seperti tahun lalu, kenaikan harga minyak goreng tetap perlu diredam. Miris rasanya jika harga Minyakita, ”senjata” penstabil harga minyak goreng, justru naik dan kehilangan fungsinya.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Minyak goreng kemasan rakyat yang dipamerkan dan dijual saat peluncurannya di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Minyak yang juga bagian dari pemenuhan kewajiban memasok kebutuhan pasar dalam negeri (domestic market oblgation/DMO) sawit itu dijual Rp 14.000 per liter.
Lagi-lagi minyak goreng menjadi masalah. Kejadiannya sama-sama pada awal tahun yang ditandai kenaikan harga di akhir tahun. Dejavu?
Tahun lalu, harga minyak goreng melangit dan dipermainkan sejumlah oknum pengambil untung. Komoditas itu juga sempat langka, memicu antrean panjang dan perebutan, dan aksi tipu-tipu.
Tahun ini, harga minyak goreng juga naik. Kendati belum sampai memicu keresahan sosial seperti tahun lalu, tetap ada problem krusial yang tak boleh diabaikan. Problem krusial itu adalah kenaikan harga minyak goreng kemasan merek Minyakita.
Kenapa krusial? Minyakita merupakan ”senjata” pemerintah untuk meredam kenaikan harga minyak goreng di pasar dalam negeri. Minyak goreng ini merupakan bagian dari program Minyak Goreng Rakyat yang diluncurkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 6 Juli 2022.
Minyak goreng ini bersumber dari implementasi kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (DMO) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan tiga produk turunannya. Kemendag mematok harga eceran tertinggi (HET) Minyakita di tingkat konsumen Rp 14.000 per liter.
Namun, miris rasanya lantaran minyak goreng untuk rakyat sekaligus ”senjata” penstabil harga justru malah naik harga sehingga kehilangan fungsinya. Mulai medio Desember 2022, harga Minyakita merangkak naik menjauhi HET.
Miris rasanya lantaran minyak goreng untuk rakyat sekaligus ”senjata” penstabil harga justru malah naik harga sehingga kehilangan fungsinya.
Disparitas harga Minyakita di sejumlah daerah di Indonesia.
Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kemendag, harga rata-rata nasional Minyakita per 1 Februari Rp 14.900 per liter. Harga tersebut naik 5,67 persen dari bulan lalu dan 6,43 persen dibandingkan pada awal Desember 2022.
Harga Minyakita tertinggi berada di Gorontalo yang mencapai Rp 20.000 per liter. Disusul Bengkulu Rp 16.667 per liter, Sulawesi Selatan Rp 15.667 per liter, bahkan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah yang masing-masing Rp 15.667 per liter dan Rp 15.625 per liter.
Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di sejumlah daerah di Indonesia mengafirmasi kenaikan harga Minyakita. Bahkan, Minyakita sulit ditemukan di beberapa daerah. KPPU juga menjumpai Minyakita diperdagangkan secara bersyarat (tying-in) dengan produk lain di Surabaya, Balikpapan, dan Yogyakarta.
Ada juga yang menjadikan Minyakita sebagai minyak curah dan dijual degan harga lebih tinggi. Selain itu, ada distributor yang tidak mendistribusikan Minyakita ke pasar dengan alasan akan disalurkan untuk industri.
Persoalan itu sebenarnya masih berakar pada prinsip dasar ekonomi, yakni permintaan dan penawaran. Permintaan Minyakita tinggi lantaran banyak diminati berbagai kalangan ketimbang minyak goreng curah. Sementara penawaran atau pasokan minyak goreng yang bersumber dari DMO itu mulai turun perlahan.
Kemendag mencatat, realisasi DMO bulanan untuk mencukupi kebutuhan akan Minyakita terus turun selama tiga bulan terakhir. Realisasi DMO pada November 2022 mencapai 100,94 persen dari target pemenuhan 300.000 ton per bulan. Kemudian pada Desember 2022 dan Januari 2023 realisasinya turun masing-masing menjadi 86,31 persen dan 71,81 persen.
Warga berdesakan saat antre membeli minyak goreng di salah satu penyalur di Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, Senin (21/3/2022). Pembelian minyak goreng seharga Rp 15.500 per kilogram di tempat itu dibatasi sebanyak 16 kilogram per orang. Menurut warga, minyak goreng dengan harga murah terus diburu karena semakin susah diperoleh. Harga minyak goreng di pasaran setempat saat ini sekitar Rp 25.000 per kilogram.
Trilema hulu sawit
Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut, akar dari masalah itu adalah trilema hulu sawit Indonesia. Ada perebutan bahan baku sawit untuk ekspor, implementasi Biodiesel 35 atau B35 per 1 Februari 2023, dan pangan (Kompas, 1/2/2023).
Trilema itu justru terjadi di tengah stagnasi produksi CPO dan minyak inti sawit (CPKO), serta kenaikan konsumsi CPO dan produk turunannya dalam empat tahun terakhir. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, rata-rata produksi CPO pada 2019-2022 sekitar 51 juta ton.
Pemanfaatan CPO dan CPKO untuk konsumsi domestik meningkat dari 16,74 juta ton pada tahun 2019 menjadi 20,97 juta ton pada 2022. Industri pangan mendominasi konsumsi itu dengan peningkatan konsumsi sebesar 9,86 juta ton pada 2019 menjadi 9,94 juta ton pada 2022.
Kemudian disusul industri biodiesel dengan peningkatan sebanyak 5,83 juta ton menjadi 8,84 juta ton. Penerapan mandatori B35 pada tahun ini akan menambah konsumsi sekitar 1,2 juta ton. Sementara konsumsi industri olekimia bertambah dari 1.06 juta ton pada 2019 menjadi 2,19 juta ton pada 2023.
Adapun total volume ekspor CPO dan produk turunannya justru cenderung turun dari 37,43 juta ton pada 2019 menjadi 30,8 juta ton pada 2022. Penurunan ekspor pada 2022 terjadi akibat larangan ekspor CPO pada 28 April-23 Mei.
Hal itu menunjukkan, di balik kenaikan harga Minyakita, masih ada serentetan persoalan yang saling berkaitan. Pangkal persoalan itu berada pada produksi sawit yang stagnan, sementara permintaan, terutama di dalam negeri, terus melonjak.
Sebelum terlambat, yang paling penting di jangka pendek ini adalah mengembalikan lagi harga Minyakita sesuai HET. Caranya dengan menambah stok, memeratakan distribusi, serta mengawasi dan memastikan DMO terealisasi minimal sesuai target.
Jangan sampai ”senjata” penstabil harga justru semakin tumpul dan menjadi bumerang untuk rakyat. Jangan sampai dejavu minyak goreng benar-benar terealisasi pada tahun ini.
Pada 30 Januari 2023, Badan Pangan Nasional dan Kemendag telah menaikkan DMO minyak goreng dari 300.000 ton menjadi 450.000 ton. Kebijakan itu berlaku selama Februari-Maret 2023. Menteri Perdagangan bahkan menjanjikan Minyakita seharga Rp 14.000 per liter akan banyak tersedia di pasar dalam dua minggu ke depan.
Jangan sampai ”senjata” penstabil harga justru semakin tumpul dan menjadi bumerang untuk rakyat. Jangan sampai dejavu minyak goreng benar-benar terealisasi pada tahun ini. Mari kita tunggu perkembangannya dalam dua pekan mendatang.