Kegagalan Pasar Minyak Goreng Picu Keresahan Sosial
Kegagalan pengendalian pasar minyak goreng telah menimbulkan kepanikan, terlebih berkait kebutuhan dasar. Di sisi lain, mekanisme operasi pasar yang menyebabkan kerumunan dan berpontensi ricuh juga perlu diubah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, HARIS FIRDAUS, Hendriyo Widi
·5 menit baca
Arsip Pemkot Bandung
Pelaksana Tugas Wali Kota Bandung Yana Mulyana (rompi biru) memantau ketersediaan minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/2/2022). Masyarakat diminta tidak panik berbelanja minyak goreng karena pemerintah menjamin stok yang ada masih mencukupi.
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng merupakan potret kegagalan pasar. Kondisi itu dinilai telah memicu keresahan sosial yang merugikan konsumen, aksi ambil untung, dan tindak kejahatan seperti penimbunan dan penipuan.
Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, Kamis (24/2/2022), mengatakan, kegagalan pasar terjadi karena keseimbangan pasokan dan permintaan tidak terjaga. Dalam kacamata sosio-ekonomi, kegagalan pasar itu menimbulkan kepanikan, terlebih berkait kebutuhan dasar, baik bagi kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas.
”Sesuatu yang seharusnya tersedia untuk kebutuhan sehari-hari menjadi tidak ada. Masyarakat panik. Permintaan menjadi sangat tinggi karena berusaha menyimpan lebih banyak dari kebutuhan. Itu untuk berjaga-jaga jika kondisi ini belum berakhir seminggu atau sebulan ke depan. Saat panik, orang pasti membeli 2-3 kali lipat,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Sejak beberapa pekan lalu, panik belanja (panic buying) minyak goreng terjadi lantaran pasokan minyak goreng belum lancar. Perilaku oportunistis atau aksi ambil untung dan penimbunan juga marak terjadi. Pemerintah memang telah mengambil sejumlah kebijakan untuk menstabilkan stok dan harga minyak goreng, tetapi masalah belum kunjung terpecahkan.
Kegagalan pasar itu menimbulkan kepanikan, terlebih berkait kebutuhan dasar, baik bagi kalangan menengah ke bawah maupun menengah ke atas.
Pekan lalu, misalnya, salah satu pasar swalayan di Salatiga, Jawa Tengah, diserbu warga. Mereka berebut mengambil minyak goreng demi mendapat harga minyak itu sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter (minyak goreng premium). Video itu beredar di media sosial.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Antrean saat operasi pasar minyak goreng curah untuk pedagang di Pasar Tambahrejo, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/2/2022). Minyak goreng curah dalam operasi pasar tersebut dijual Rp 10.500 per liter. Saat ini harga minyak goreng curah di pasaran Surabaya mencapai Rp 20.000 per liter. Tidak ada batasan jumlah pembelian dalam operasi pasar tersebut.
Antrean warga yang mengular tanpa jarak untuk mendapatkan minyak goreng juga terjadi dalam operasi pasar di sejumlah daerah. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga mengungkap sejumlah praktik penimbunan hingga penipuan terkait minyak goreng. Pemerintah bahkan menutup sekitar 400 kios daring di sejumlah lokapasar lantaran menjual minyak goreng di atas HET.
Menurut Drajat, kelangkaan barang sebenarnya dapat diatasi jika ada kepastian. Dengan demikian, warga bisa dengan cepat mencari alternatif. Namun, jika tak ada kepastian dan yang ada hanya ketidakberdayaan, yang muncul justru kecemasan-kecemasan yang terakumulasi. ”Kecemasan yang terakumulasi itu dapat memunculkan kepanikan kolektif,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Drajat, lonjakan permintaan itu menimbulkan peluang-peluang bagi tindak kejahatan, seperti penimbunan dan pengoplosan minyak goreng. Pemerintah mesti selalu siap bahwa perilaku oportunistis itu pasti akan muncul dalam situasi-situasi seperti itu. Peran intelijen ekonomi penting untuk mencegah kekacauan.
Sejak HET baru diberlakukan, pemerintah beberapa kali menjamin pasokan akan lancar sepekan ke depan, tetapi belum juga terwujud. Hal ini memberi harapan yang tinggi terhadap pasar. Namun, jika tidak dapat dipenuhi, kepercayaan masyarakat terhadap negara yang berperan sebagai penjamin stabilitas dapat berkurang.
Drajat menambahkan, jika situasi ini terus berlarut, masyarakat akan membangun sistemnya sendiri untuk mendapatkan minyak goreng. Salah satu yang harus diwaspadai adalah kecemasan yang akan mendorong warga menuju tempat penimbunan dan mengambil sendiri minyak atau menjarah.
”Menjadi semakin bermasalah jika timbunan-timbunan itu ada di toko-toko, supermarket, dan pasar. Itu berbahaya. Namun, tentu kita berharap itu tak terjadi,” ucapnya.
Menurut Drajat, negara seharusnya menghitung dulu situasi dan kesiapannya, termasuk pemetaan rantai pasoknya. Datanya harus konkret dulu, baru pemerintah menjanjikan. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengatasi masalah ketidakpastian stok ini berdasarkan data konkret.
”Apabila ketersediaan diklaim aman atau mencukupi kebutuhan, tetapi faktanya masih langka, berarti ada masalah di tengah-tengah atau penyalur. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, seharusnya bisa mengatasinya,” ujarnya.
Warga mengantre dengan tertib untuk dapat membeli minyak goreng dengan harga murah dalam operasi pasar di Kelurahan Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, Senin (10/1/2022). Operasi pasar minyak goreng digelar dalam rangka mengendalikan harga minyak goreng yang melambung tinggi di pasaran.
Benahi operasi pasar
Sementara itu, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyatno, berpendapat, di tengah lonjakan kasus Covid-19 dan keresahan sosial akibat kelangkaan minyak goreng, pemerintah seharusnya tidak menggelar operasi pasar terbuka. Operasi pasar itu berpotensi memicu kerumunan dan penularan Covid-19 lantaran penerapan protokol kesehatan susah dikontrol.
Operasi pasar terbuka itu juga berpotensi salah sasaran karena masyarakat atau pedagang kecil yang sebenarnya paling membutuhkan justru ada yang tidak mendapatkan minyak goreng harga terjangkau. ”Selain itu, operasi pasar terbuka juga berpotensi memicu kericuhan. Kericuhan ini sudah terjadi di Lampung Utara dan berujung pada penjarahan,” kata Agus.
Oleh karena itu, lanjut Agus, pemerintah sebaiknya menggelar operasi pasar tertutup. Misalnya melalui mekanisme seperti bantuan sosial yang berbasis Kartu Sembako. Khusus di pasar-pasar tradisional, pemerintah bisa mengatur distribusinya secara berkala dengan membagikan kupon yang disertai waktu pengambilan.
Agus menilai, sejak harga minyak goreng melonjak hingga terjadi kelangkaan dan operasi pasar, konsumen sebenarnya dirugikan secara material dan nonmaterial. Di saat harga minyak goreng tinggi, konsumen harus membayar selisih kenaikan harga itu. Di saat tersedia minyak goreng harga terjangkau, konsumen berlomba-lomba memburunya sampai rela antre berjam-jam bahkan berdesakan di tengah lonjakan kasus Covid-19.
”Konsumen, khususnya masyarakat berpenghasilan, rugi secara material. Mereka juga rugi secara nonmaterial karena mempertaruhkan diri mengantre atau mengambil risiko kemungkinan terpapar Covid-19 demi memperoleh minyak goreng dengan harga yang lebih terjangkau,” ujarnya.
Mereka juga rugi secara nonmaterial karena mempertaruhkan diri mengantre atau mengambil risiko kemungkinan terpapar Covid-19 demi memperoleh minyak goreng dengan harga yang lebih terjangkau.
KOMPAS\Totok Wijayanto
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi beserta jajarannya berkunjung ke Harian Kompas di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (28/4/2021).
Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Kamis, menyatakan, pemerintah tengah memberesi mekanisme operasi pasar minyak goreng. Salah satunya dengan penerapan kupon pembelian minyak goreng kepada pedagang dan juga masyarakat pada umumnya.
Sementara terkait dengan kepastian stok minyak goreng di pasar konsumsi, Kementerian Perdagangan menjamin ketersediaan minyak goreng itu akan dipenuhi. Pemerintah telah berhasil mengamankan stok minyak goreng sebanyak 125 juta liter atau setara dengan sepertiga kebutuhan sebulan.
Selasa lalu, Lutfi mengatakan, stok minyak goreng itu merupakan hasil realisasi kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik (domestic market obligation) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan olein pada 14-20 Februari 2022. Stok minyak goreng tersebut dipenuhi oleh eksportir CPO yang berasal dari Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.
”Sebagian stok minyak goreng itu telah dikirim dari pabrik minyak goreng ke distributor. Pemerintah berusaha mempercepat pengiriman stok tersebut dari distributor ke jalur di bawahnya. Dalam seminggu ke depan, stok minyak goreng di pasaran diharapkan sudah mulai banyak,” ujarnya seusai menghadiri Musyawarah Nasional V Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (22/2/2022).