Jangan Tertukar antara ”Konten Kreator” dan ”Kreator Konten”
Penyerapan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan pola DM merupakan cara praktis untuk mengindonesiakan bahasa asing. Ini berlaku juga pada ”content creator” dan ”social media”.
Oleh
Rosdiana
·3 menit baca
Dalam satu tulisan berjudul ”Konten Kreator Mulai Dilirik Platform Digital”, si penulis menggunakan istilah konten kreator, kreator konten, dan pembuat konten secara bergantian. Dari konteks dan bentuk istilahnya, saya menyimpulkan bahwa ketiga istilah tersebut digunakan penulis sebagai pengindonesiaan dari frasa berbahasa Inggris content creator.
Dua dari tiga istilah tersebut menjadi perhatian saya, yaitu konten kreator dan kreator konten. Kedua istilah tersebut terdiri atas dua kata yang sama, yaitu konten dan kreator, tetapi berbeda urutan atau letak kata pembentuknya. Manakah bentuk yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia?
Berdasarkan pencarian dengan kata kunci kreator konten pada mesin pencari Google, Rabu (3/8/2022), ditemukan sebanyak 7,97 juta hasil. Sementara pencarian dengan kata kunci konten kreator, dengan hasil temuan 7,4 juta, Google mengarahkan pencarian pada content creator. Di laman mesin pencari itu tertulis ”Mungkin maksud Anda adalah: content creator”.
Konten dan kreator masing-masing sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Konten dan kreator masing-masing sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Namun, konten kreator ataupun kreator konten tidak atau belum masuk dalam KBBI sebagai lema ataupun kata turunan.
Konten dimaknai oleh KBBI sebagai ’informasi yang tersedia melalui media atau produk elektronik’ dan kreator diberi makna sebagai ’pencipta’ atau ’pencetus gagasan’.
Berdasarkan pencarian lewat Google, content creator dideskripsikan sebagai ’sebutan bagi seseorang yang melahirkan sejumlah materi konten, baik berupa tulisan, gambar, video, suara, maupun gabungan dari dua atau lebih materi’.
Kembali pada pertanyaan di atas, bentuk mana yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia?
Merujuk kaidah ejaan (penulisan huruf-huruf) yang berlaku bagi unsur serapan, huruf c di depan a, u, o, dan konsonan menjadi k. Kata construction, umpamanya, menjadi konstruksi dan credit menjadi kredit. Dengan demikian, tepatlah jika content diserap menjadi konten dan creator menjadi kreator (lihat Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia/PUEBI, 2016: hlm 58-60).
Namun, penyerapan istilah conten creator tidak hanya berkaitan dengan ejaan, tetapi juga berkaitan dengan hukum atau pola gabungan kata (frasa) bahasa Indonesia. Frasa bahasa Indonesia, seperti kita tahu, terdiri dari unsur utama dan unsur penjelas.
Unsur utama dan unsur penjelas juga dikenal dengan hukum atau pola DM (diterangkan-menerangkan). Orang yang belajar bahasa Indonesia tentu mafhum dengan hukum ini, yang dulu diperkenalkan oleh Sutan Takdir Alisjahbana (almarhum).
Jika bahasa Indonesia menganut hukum DM, sebaliknya bahasa Inggris menganut hukum MD, alias menerangkan-diterangkan. Dengan kata lain, makna pola DM ini, dalam tata bahasa Indonesia, baik berupa frasa maupun kalimat, segala sesuatu yang menerangkan terletak di belakang yang diterangkan.
Maka, berdasarkan pola DM ini, yang tepat dalam pengindonesian content creator adalah kreator konten, bukan konten kreator. Hal yang sama berlaku pada penyerapan istilah social media yang seharusnya menjadi media sosial, bukan sosial media.
Hal itu juga berlaku pada singkatannya, media sosial menjadi medsos. Adapun sosmed, yang dianggap sebagai bentuk singkat dari sosial media, tidak dipergunakan. Jika tetap mengotot menggunakan pola Inggris, mestinya socmed, sebagai bentuk singkat dari social media.
Penyerapan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan pola DM, seperti pada content creator dan social media, merupakan cara praktis yang dapat diterapkan untuk membumikan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Syukur-syukur jika pengguna bahasa mempunyai padanan dari bahasa daerah, sebagai pengganti dari kreator konten dan media sosial.