Sertifikat Tanah Reforma Agraria
Kerja kolaborasi pemerintah dengan gerakan masyarakat sipil menjadi pilihan terbaik untuk mengurai konflik agraria secara lebih cepat dan tepat untuk mewujudkan keadilan agraria dan keadilan sosial bagi masyarakat.

Supriyanto
Untuk pertama kali, Presiden menyerahkan sertifikat tanah dalam rangka reforma agraria. Istana Bogor pada 22 September 2021 menjadi saksi acara ini.
Penyerahan sertifikat ini dilakukan menjelang Hari Tani Nasional, 24 September 2021. Hal ini berbeda dengan sebelumnya, Presiden begitu sering menyerahkan sertifikat tanah yang sudah dimiliki masyarakat dalam kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Sebanyak 124.120 sertifikat tanah hasil redistribusi dan penyelesaian konflik agraria dalam kerangka reforma agraria di 26 provinsi dan 127 kabupaten/kota telah diserahkan Presiden Jokowi kepada masyarakat. Sebanyak 5.512 di antaranya merupakan hasil penyelesaian konflik agraria di tujuh provinsi dan delapan kabupaten/kota yang berasal dari usulan empat organisasi masyarakat sipil (CSO).
Presiden menyatakan, hari ini sangat istimewa karena sertifikat-sertifikat ini betul-betul tambahan tanah baru untuk rakyat. Tanah tersebut merupakan hasil perjuangan bersama antara warga, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah. Ini adalah tanah yang fresh betul, yang berasal dari tanah negara hasil penyelesaian konflik, tanah telantar, dan pelepasan kawasan hutan.
Baca juga : Presiden Bagikan 124.120 Sertifikat, 5.512 di Antaranya Hasil Penyelesaian Sengketa
Perkuat kolaborasi
Penyerahan sertifikat tanah reforma agraria secara langsung dan virtual ini diikuti 26 gubernur dan 127 bupati/wali kota yang warganya menerima sertifikat. Walau masih pandemi Covid-19, acara ini mengisyaratkan sinyal yang tak pernah padam bagi percepatan pelaksanaan penataan agraria untuk kemakmuran rakyat dan keadilan sosial melalui reforma agraria.
Untuk tahun 2021, hingga September Kementerian ATR/BPN menyelesaikan total 168.354 sertifikat redistribusi tanah. Sejumlah 124.120 sertifikat untuk 90.802 KK di 26 provinsi dan 127 kabupaten/kota hasil redistribusi tanah telah diserahkan Presiden di Istana Bogor. Walaupun jumlahnya belum optimal, hal ini menunjukkan reforma agraria tetap berjalan di era pandemi.

Sebelumnya, berulang kali presiden menyampaikan arahan dan komitmennya untuk segera menyelesaikan konflik dan mempercepat redistribusi tanah untuk rakyat.
Menindaklanjuti arahan presiden, Kepala Staf Kepresidenan telah menerbitkan Surat keputusan Nomor 1B/T/2021 tentang Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Agraria Tahun 2021 (29 Januari 2021). Tim ini dipimpin Kepala Staf Kepresidenan bersama Menteri ATR/Kepala BPN serta Menteri LHK.
Tim ini melakukan perbaikan dan membuat terobosan kebijakan untuk menyelesaikan konflik agraria, khususnya di lokasi-lokasi prioritas yang diusulkan masyarakat sesuai komitmen Presiden. Secara bertahap, tim ini telah merampungkan 5.512 sertifikat yang tersebar di lokasi prioritas reforma agraria di Buleleng (Bali), Bengkulu Utara (Bengkulu), Kolaka Timur dan Konawe Selatan (Sultra), Tanjung Jabung Barat (Jambi), Nganjuk (Jatim), dan Semarang (Jateng).
Buah yang dipetik dari momentum Hari Tani Nasional serta Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional ini merupakan hasil kerja gotong royong pemerintah dengan CSO, seperti Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Serikat Petani Indonesia (SPI), Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial (Gema PS) Indonesia, dan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) yang memproses hutan adat.
Baca juga : Reforma Agraria, Air Kayangan yang Tak Segera Turun ke Bumi
Hal ini sinyal positif bagi penguatan komitmen pemerintah dalam mengembangkan kerja kolaborasi dengan gerakan masyarakat sipil guna mewujudkan keadilan agraria. Terlepas dari dinamika yang ada dalam relasi kolaborasi tersebut, bekerja sama tampaknya menjadi pilihan terbaik untuk mengurai konflik agraria secara lebih cepat dan tepat.
Tentu penyerahan sertifikat ini bukan akhir dari reforma agraria sehingga harus ditindaklanjuti dengan pengembangan kegiatan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pemerintah tidak hanya menyerahkan sertifikat tanah. Karena itu, Presiden juga sudah memerintahkan Kementerian Pertanian; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah; hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menyalurkan bantuan modal, bibit, pupuk, dan pelatihan. Diharapkan, tanah yang diserahkan ke warga penerima sertifikat menjadi lebih produktif dan mampu membantu kehidupan perekonomian rakyat. (Kompas.com, 22/9/2021)

Supriyanto
Lebih lanjut
Selanjutnya, percepatan penyelesaian konflik dan redistribusi tanah di lokasi lain mesti kian digencarkan. Masih terlalu sedikit capaian dari yang seharusnya. Masih banyak lokasi prioritas reforma agraria yang diajukan masyarakat perlu diproses segera oleh jajaran birokrasi.
Misalnya, penataan kawasan hutan untuk membuka kesempatan bagi warga yang hidup di dalam atau di sekitar kawasan hutan untuk memiliki tanah dari bekas kawasan hutan. Desa-desa yang terkepung atau terkurung di dalam kawasan hutan mesti segera dibebaskan. Agenda ini kini terbuka ketika Peraturan Pemerintah Nomor 23/2021 tentang Penyelengaraan Kehutanan dan Permen LHK Nomor 7/2021 sebagai turunannya mulai dilaksanakan.
Di Pulau Jawa, ada 128 lokasi konflik agraria yang dilaporkan masyarakat ke Kantor Staf Presiden. Diperlukan prioritisasi serta inventarisasi dan verifikasi lapangan secara bersama lintas kementerian dan lembaga, dengan melibatkan pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil. Permukiman dan garapan warga yang dikuasai bertahun-tahun hendaknya segera dituntaskan.
Permukiman dan garapan warga yang dikuasai bertahun-tahun hendaknya segera dituntaskan.
Penataan kawasan hutan dalam kerangka reforma agraria di Jawa ini, diselaraskan dengan upaya transformasi pengelolaan hutan secara menyeluruh. Sekarang ini, disiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 72/2010 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara, atau Perhutani. Proyeksi hutan negara yang dikelola Perhutani menjadi 1 juta hektar, dari sebelumnya 2,4 juta hektar.
Demikian halnya dengan lokasi konflik agraria di areal yang dikelola Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara yang berjumlah 229 lokasi. Skema penyelesaian konflik di PTPN yang tengah digodok Tim Kerja Bersama 2021 hendaknya segera diputuskan sehingga penyelesaian konflik agraria di sekitar 85.000 hektar area PTPN ini bisa segera dibereskan.
Baca juga : Tantangan Reforma Agraria
Sementara bagi lokasi-lokasi redistribusi tanah yang berasal dari bekas HGU perkebunan swasta yang sudah habis masa berlakunya dan tak diperpanjang, atau tanah telantar dan tanah negara lainnya sebagai obyek reforma agraria, mestinya tidak lambat lagi untuk dieksekusi.
Prinsipnya, kalau bisa dipermudah, maka permudahlah. Kalau bisa dipercepat, maka percepatlah. Pemerintah harus bekerja cepat dan cerdas dalam memenuhi kebutuhan rakyat atas tanah sebagai sumber kehidupan dan kemakmurannya.
Usep Setiawan
Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden
