Duka mendera Pulau Adonara dan sejumlah wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat akibat amukan bibit siklon tropis, Minggu (4/4/2021).
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Bibit siklon mesti diwaspadai sebab bisa menguat dan berkembang menjadi siklon tropis. Fenomena cuaca ini harus kian kita cermati. Saat matahari semakin menjauh ke utara semenjak 21 Maret lalu, masih meninggalkan fenomena cuaca musim hujan, yang secara tradisional pada kurun Oktober sampai April. Dalam konteks perubahan iklim dan pemanasan global, cuaca akan cenderung ekstrem, dan harus kita waspadai.
Alih-alih mereda, curah hujan justru mencapai level tertinggi di Indonesia. Di NTT, misalnya, Sabtu dan Minggu (3-4/4), hujan dengan curah hujan tertinggi terekam Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Kupang, yakni 241 milimeter.
Alih-alih mereda, curah hujan justru mencapai level tertinggi di Indonesia.
Curah hujan di sejumlah wilayah lain tidak setinggi itu, tetapi masuk dalam kategori tinggi. Bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi telah menyebabkan tidak kurang 45 orang meninggal dan 21 lainnya belum ditemukan. Selain itu, ratusan orang mengungsi karena rumah mereka rusak.
Kita ikut merasakan duka yang mereka alami dan berharap bantuan bisa segera dikirim untuk meringankan penderitaan warga di lokasi bencana. Hal ini tak mudah sebab cuaca buruk dan sejumlah jembatan juga akses jalan terputus. Langkah pencegahan bencana lebih lanjut juga mesti dikerjakan, seperti meminta warga yang tinggal di daerah rawan longsor mengungsi ke tempat yang lebih aman. Pertolongan melibatkan alat berat juga terkendala laut yang masih bergelombang tinggi.
Dari musibah banjir besar di NTT dan NTB ini, kita melihat setidaknya dua hal yang bisa menjadi bahan pembelajaran. Pertama, prakiraan akan terjadi bencana sebenarnya sudah bisa diketahui, yakni dengan ditengarainya bibit siklon 99S oleh BMKG. Bibit siklon ini diprediksi tumbuh menjadi siklon pada Senin (5/4) dini hari hingga Selasa (6/4) pagi hari. Selain memicu hujan lebat dan angin kencang di NTT, siklon juga berpotensi mengancam wilayah NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Tenggara.
Hal kedua yang bisa dicatat, setelah prakiraan cuaca bisa diketahui dengan cermat, mitigasi bencana semestinya kita lakukan. Inilah titik lemah yang masih sering kita jumpai, tetapi tak sepenuhnya bisa diakomodasi. Munculnya fenomena cuaca ekstrem yang membuat amukan badai, puting beliung, dan tingginya curah hujan, banyak yang melampaui fasilitas dan prasarana yang ada. Karena itu, selain memperbarui rencana tata ruang dengan berbekal peta rawan bencana, kita juga punya pekerjaan rumah untuk memperbesar kapasitas prasarana dan sarana penanggulangan bencana.
Melihat masalah ini, tampak betapa besar pekerjaan rumah yang ada. Ini mengingat wilayah Indonesia yang amat luas.
Di harian ini, kita membaca BMKG juga memantau pertumbuhan bibit siklon tropis di Samudra Hindia, sebelah barat daya Pulau Sumatera, meski bibit itu belum berpotensi menguat menjadi siklon tropis dalam tempo 24 jam. Inilah gambaran tantangan cuaca ekstrem yang kita hadapi sekarang dan pada hari mendatang.