Jumlah korban akibat banjir bandang di Pulau Adonara, Flores Timur, NTT, terus meningkat. Pencarian terhadap korban hilang terus berlangsung di tengah guyuran hujan deras.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·2 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Jumlah korban banjir bandang di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, terus bertambah. Proses pencarian korban terkendala hujan deras yang masih terus mengguyur daerah itu. Warga yang tinggal di lokasi rawan mengungsi ke tempat aman.
Pius Pedang, Kepala Desa Nelelamadiken, lewat sambungan telepon pada Senin (5/4/2021), mengatakan, korban meninggal yang sudah ditemukan sebayak 43 orang, sedangkan yang masih dalam pencarian sebanyak 14 orang. Desa tersebut merupakan titik terparah dengan korban terbanyak. Para korban dikuburkan secara massal.
Menurut Pius, proses pencarian sudah menggunakan alat berat. Sejumlah pihak juga ikut membantu, seperti Basarnas, TNI, Polri, dan warga lokal. ”Kendala pencarian saat ini adalah hujan deras yang masih terus mengguyur sehingga khawatir terjadi banjir atau longsor di lokasi,” katanya.
Ia mengatakan, tidak tertutup kemungkinan, jumlah korban hilang pun ikut bertambah. Pasalnya, pada saat kejadian, diduga ada warga dari luar desa itu yang bertamu ke rumah mereka yang menjadi korban. Sekitar 30 rumah bersama penghuninya tersapu banjir bandang.
Desa Nelelamadiken berpenduduk 1.246 jiwa. Desa itu berada di punggung Gunung Ile Boleng. Kawasan itu disesaki material berbatuan, muntahan dari gunung tersebut. Material yang terbawa saat banjir kebanyakan bebatuan. Material itu mengalir lewat kali mati yang membelah perkampungan itu.
Sementara di Waiwerang, sekitar 14 kilometer arah barat Nelelamadiken, korban meninggal yang sudah ditemukan bertambah delapan orang. Terdapat pula empat orang yang masih hilang. Saleh Kadir, relawan bencana, mengatakan, kemungkinan jumlah korban masih terus bertambah. Pencarian difokuskan pada reruntuhan bangunan dan sepanjang pesisir pantai.
Hingga Senin malam, hujan deras masih mengguyur daerah itu sehingga dikhawatirkan terjadi banjir ataupun longsor susulan. Warga yang tinggal di lokasi berisiko mengungsi ke rumah keluarga dan pos komando pengungsian yang berada di Madrasah Aliyah Negeri Waiwerang.
Menurut Saleh, lebih dari 200 jiwa mengungsi di tempat tersebut. Selama di pengungsian sejak dua hari belakangan, para korban mendapat sumbangan makanan dari warga lokal. Bantuan dari pemerintah belum tiba lantaran akses masuk ke Adonara terkendala gelombang tinggi.
Lokasi longsor yang lain berada di Desa Oyangbarang, sekitar 18 kilometer arah barat Waiwerang. Sebanyak tiga warga yang hilang belum juga ditemukan. ”Pencarian saat ini terkendala material tanah yang sangat tebal. Juga ada kemungkinan jenazah korban terseret ke laut kemudian hanyut,” kata Marcelo Tukan, relawan setempat.
Longsor juga memutus sejumlah jalan dan jembatan sehingga menyebabkan mobilisasi warga dan logistik tersendat. Marcelo berharap agar akses tersebut segera diperbaiki untuk memperlancar distribusi logistik dan penanganan bencana di sana.