Berakhirnya Tradisi Medali Eko Yuli Irawan Ancam Tradisi Medali Angkat Besi
Tradisi medali yang dibangun lifter Eko Yuli Irawan di Asian Games sejak edisi 2010 berakhir di edisi 2022. Dia gagal merebut medali kelas 67 kg dalam Asian Games edisi ke-19 ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
XIAOSHAN, KOMAS - Lifter Eko Yuli Irawan duduk terjongkok sambil melamun dengan mata berkaca-kaca usai angkatan clean and jerk berbobot 175 kilogram gagal dituntaskan di percobaan ketiga dalam perlombaan angkat besi kelas 67 kg Asian Games Hangzhou, China 2022. Kegagalan itu menandakan berakhirnya tradisi medali Eko di Asian Games yang dimulai sejak edisi Guangzhou, China 2010.
Bahkan, kegagalan itu mengancam tradisi medali angkat besi Indonesia di Asian Games yang tidak putus dalam 41 tahun terakhir. ”Tadi, di angkatan clean and jerk terakhir, yang di benak saya hanya berusaha bagaimana bisa melakukan angkatan tersebut,” ujar Eko usai perlombaan tersebut.
Dalam perlombaan yang berlangsung di Xiaoshan Sports Centre Gymnasium, Provinsi Zhejiang, Minggu (1/10/2023) malam, Eko berstatus peraih perak kelas 61 kg Olimpiade Tokyo 2020 mendapatkan tantangan besar karena bertarung di nomor yang bukan spesialisasinya. Atlet 34 tahun itu diminta memberikan kesempatan yuniornya, Ricko Saputra untuk bersaing di nomor 61 kg.
Di kelas 67 kg, Eko bersaing dengan sejumlah lifter yang lebih diunggulkan. Ada lifter tuan rumah Chen Lijun yang berstatus peraih emas 67 kg Olimpiade 2020 sekaligus pemegang rekor dunia total angkatan kelas itu dengan 339 kg. Ada pula lifter muda Korea Utara Ri Wonju yang tidak terdeteksi tetapi memiliki potensi besar.
Sejak awal lomba, perjuangan Eko sudah tampak sangat berat. Terbukti, atlet asal Lampung itu sempat gagal melakukan angkatan snatch 142 kg di percobaan pertama. Untungnya, dia sukses melakukan angkatan snatch dengan bobot yang ditambah menjadi 145 kg di percobaan kedua.
Memasuki percobaan ketiga, Eko coba menaikan angkatan snatch menjadi 148 kg. Eko yang menjadi lifter paling senior dalam perlombaan itu berusaha mengimbangi Chen yang menaikan angkatan snatch menjadi 150 kg untuk percobaan ketiga usai menuntaskan angkatan 145 kg di percobaan kedua.
Sayangnya, Eko yang tampaknya bisa melakukan angkatan itu ternyata dianggap gagal oleh juri. Tim pelatih Indonesia sempat protes dengan meminta challenge. Setelah melihat video rekaman sekitar 1 menit, juri tetap menganggap angkatan itu gagal karena tangan kanan Eko sempat menekuk sebelum kembali lurus saat barbel diangkat dari lantai ke atas kepalanya.
Sulit mempertahankan posisi
Meski berada di urutan kedua angkatan snatch, upaya Eko untuk mempertahankan posisinya tidak mudah di angkatan clean and jerk. Selama ini, Eko kurang handal di angkatan tersebut. Hal yang dikhawatirkan itu pun terjadi.
Setelah terjadi jual-beli nilai angkatan clean and jerk dengan lifter Uzbekistan Doston Yokubov, Eko dan tim pelatih akhirnya menaikan tawaran bobot angkatan untuk percobaan pertama dari 170 kg menjadi 175 kg. Strategi berisiko tinggi itu harus dibayar mahal oleh Eko. Dirinya gagal mengangkat barbel dengan bobot itu di percobaan pertama.
Karena berisiko untuk menambah bobot angkatan, Eko dan tim pelatih tetap mempertahan bobot itu untuk percobaan kedua. Mau tidak mau, Eko harus segera melakukan percobaan atau tidak ada kesempatan beristirahat.
Dengan nasib di ujung tanduk, Eko coba menarik nafas dalam-dalam untuk menuntaskan angkatan tersebut. Ternyata, usahanya kembali gagal. Dalam percobaan terakhir, Eko berupaya lebih keras tetapi takdir tetap belum mengizinkannya untuk menyelesaikan angkatan tersebut.
Usai kegagalan itu, gestur tubuh Eko tampak menunjukkan kekecewaan mendalam walau tetap berupaya memberikan senyum dan penghormatan kepada juri. Terang saja Eko kecewa karena kegagalan itu menandakan berakhirnya sebuah era.
Kegagalan itu memutus tradisi medali Eko di Asian Games yang dimulainya sejak meraih perunggu kelas 62 kg pada edisi Guangzhou 2010. Kemudian, dia berturut-turut merebut perunggu kelas 62 kg pada edisi Incheon, Korea Selatan serta emas kelas yang sama pada edisi Jakarta-Palembang 2018.
Mohon maaf belum bisa memberikan medali. Yang pasti, saya sudah berusaha yang terbaik. Mudah-mudahan, saya bisa lebih baik untuk ajang selanjutnya, terutama untuk persiapan Olimpiade.
”Mohon maaf belum bisa memberikan medali. Yang pasti, saya sudah berusaha yang terbaik. Mudah-mudahan, saya bisa lebih baik untuk ajang selanjutnya, terutama untuk persiapan Olimpiade. Mudah-mudahan, saya bisa mendapatkan hasil baiknya di Olimpiade nanti,” terang Eko.
Sebaliknya, Chen berjaya karena meraih emas dengan total angkatan 330 kg. Atlet berusia 30 tahun itu pun mencatatkan rekor baru angkatan snatch kelas 67 kg untuk Asian Games dengan 150 kg di percobaan ketiga dan total angkatan. Ri merebut perak dengan total angkatan 321 kg dan wakil Korea Selatan Lee Sang-yeon mendapatkan perunggu dengan total angkatan 317 kg.
Tak banyak bicara
Sehabis lomba, Eko sempat menemui awak media asal Indonesia untuk memberikan keterangan. Namun, kesempatan wawancara itu sangat singkat, sekitar 2 menit karena anggota pelatih pelatnas Erwin Abdullah langsung menghampiri dan berusaha membawa Eko untuk segera meninggalkan tempat wawancara.
Eko seolah diminta untuk tidak memberikan keterangan kepada awak media yang berjumlah nyaris 10 orang dan telah menunggunya cukup lama. ”Memang persiapan saya belum maksimal untuk kelas ini. Ada sesuatulah yang pasti kenapa saya di kelas 67 kg. Biar pelatih saja yang berbicara,” ungkap sebelum pergi meninggalkan lokasi wawancara.
Mantan pelatih Eko, Lukman di sela mendampingi tim Thailand menyampaikan, sejatinya, Eko mampu melakukan angkatan clean and jerk 180 kg di dalam latihan untuk persiapan Olimpiade 2020 dua tahun lalu. Lukman yang mendampingi Eko di Olimpiade 2020 menilai kegagalan Eko terjadi karena startegi yang terburu-buru untuk menaikkan angkatan clean and jerk menjadi 175 kg.
Harusnya, Eko bersabar untuk mendapatkan kepercayaan diri dulu dengan menuntaskan angkatan 170 kg. Tadi, Eko dinilai sepertinya terpancing untuk mengejar Chen. ”Untuk ke depan, kalau mau tetap bertahan di level elite dunia, Eko harus mendapatkan pendampingan dari ahli nutrisi yang tepat. Dengan usia yang tidak muda lagi, Eko harus displin menjaga asupan nustrisnya. Selama ini, Eko sering curi-curi makan sehingga bobotnya berlebih, seperti menjelang Olimpiade 2020,” tutur Lukman.
Secara keseluruhan, kegagalan Eko mengancam tradisi medali angkat besi Indonesia yang tidak putus sejak Maman Suryaman meraih perunggu kelas 52 kg Asian Games New Delhi, India 1982. Setidaknya, sebelum kegagalan Eko, empat wakil Indonesia yang lebih dahulu tampil gagal mempersembahkan medali, yakni Siti Nafisatul Hariroh di kelas 49 kg, Juliana Klarisa dan Windy Cantika Aisah di kelas 55 kg, serta Ricko.
Kini, peluang angkat besi Indonesia untuk membawa pulang medali tinggal bersisa dari Rahmat Erwin Abdullah di kelas 81 kg, serta trio lifter putri Natasya Beteyob di kelas 59 kg, Tsabitha Alfiah Ramadhani di kelas 64 kg, dan Nurul Akmal di kelas +87 kg. Di atas kertas, hanya Rahmat Erwin yang memiliki potensi untuk menyelamatkan wajah angkat besi Indonesia.
Akan tetapi, Rahmat harus tampil habis-habisan melebihi batas kemampuannya. Itu karena peraih perunggu kelas 73 kg Olimpiade 2020 sekaligus pemegang rekor dunia angkatan clean and jerk kelas 81 kg dengan 209 kg. Rekor dunia itu baru diukirnya dalam Kejuaraan Dunia 2023 di Riyadh, Arab Saudi, 11 September lalu.
Performa negatif lifter-lifter andalan Indonesia itu sejatinya mulai tampak dari beberapa kejuaraan terakhir sebelum Asian Games 2022. Dalam Kejuaraan Dunia 2023 misalnya, tim ”Merah-Putih” cuma meraih satu emas dan tiga perunggu dari total 15 wakilnya. Oleh karena itu, harapan angkat besi Indonesia untuk mempertahankan tradisi medali Asian Games berada di pundak Rahmat.