Antara Asian Games dan Kualifikasi Olimpiade, Angkat Besi Atur Strategi
Angkat besi selalu menjadi lumbung medali bagi Indonesia. Strategi disiapkan agar langkah di Asian Games 2023 dan kualifikasi Olimpiade Paris 2024 bisa sama-sama mulus.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dengan jadwal kompetisi yang berdekatan dan target prestasi yang juga tinggi, tim angkat besi Indonesia mencoba mengatur strategi sebaik mungkin. Mereka berharap, penampilan pada Kejuaraan Dunia 2023 yang menjadi kualifikasi Olimpiade Paris 2024, bisa berjalan beriringan dengan persiapan Asian Games Hangzhou 2023.
Kejuaraan Dunia Angkat Besi di Riyadh, Arab Saudi, 4-17 September, pelaksanaannya berdekatan dengan ajang Asian Games di Hangzhou, China. Di satu sisi, Kejuaraan Dunia harus diikuti karena merupakan salah satu turnamen wajib kualifikasi Olimpiade Paris 2024. Di sisi lain, Asian Games juga merupakan ajang bergengsi yang tak bisa dilewatkan, apalagi angkat besi selalu jadi andalan untuk meraih medali.
Oleh karena itu, Kejuaraan Dunia dan Asian Games sama-sama diikuti kendati dalam waktu berdekatan. Sebanyak 15 atlet diberangkatkan ke Riyadh, termasuk lifter senior Eko Yuli Irawan. Pada Kamis (7/8/2023) malam waktu setempat atau Jumat dini hari, atlet berusia 34 tahun ini meraih dua perak dari total angkatan (321 kilogram) dan snatch (146 kg) pada kelas 67 kg putra.
Hasil itu merupakan prestasi terbaik yang diraih atlet Indonesia sejak hari pertama Kejuaraan Dunia. Pada kelas yang sama, Mohammad Yasin menempati peringkat kesembilan dengan total angkatan 300 kg. Adapun pada angkatan snatch, Yasin berada pada peringkat keempat dengan angkatan 140 kg.
Sebelumnya, Satrio Adi Nugroho menempati peringkat enam kelas 55 kg dengan total angkatan 250 kg. Adapun Ricko Saputra tidak mendapatkan peringkat setelah gagal dalam angkatan clean and jerk kelas 61 kg putra.
Di bagian putri, Juliana Klarisa dan Windy Cantika Aisah yang sama-sama turun di kelas 55 kg menempati peringkat 11 dan 12. Juliana mencatat total angkatan 186 kg, sedangkan Windy 185 kg. Adapun Siti Nafisatul Hariroh menempati posisi ke-25 kelas 49 kg putri dengan total angkatan 163 kg.
“Untuk lifter yang rankingnya sudah aman seperti Eko, Kejuaraan Dunia bagian dari strategi untuk Asian Games. Kami bersiap sekaligus mengukur kekuatan calon lawan. Bagi lifter yang rankingnya belum tembus 10 besar, ini ajang untuk mendorong mereka,” kata manajer tim angkat besi Indonesia Pura Darmawan saat dihubungi dari Jakarta.
Hal serupa pernah disampaikan salah satu pelatih tim angkat besi Indonesia, Erwin Abdullah. Erwin yang merupakan pelatih Eko Yuli, Rahmat Erwin Abdullah, dan Siti Nafisatul Hariroh mengatakan, masing-masing pelatih sudah menentukan mana yang akan menjadi prioritas bagi setiap atlet dari kedua ajang itu. Sebab, tidak mungkin dalam waktu yang berdekatan, hasil yang diraih sama-sama maksimal.
Eko dan Rahmat telah berada di posisi yang aman untuk kualifikasi Olimpiade Paris 2024. Maka dari itu, mereka menyiapkan diri untuk Asian Games di Kejuaraan Dunia. Berbeda dengan Nafisatul yang masih perlu menambah angkatan untuk menembus 10 besar. Mereka yang berada dalam ranking 10 besar dunia di tiap kelasnya akan lolos ke Olimpiade.
Lifter indonesia Nurul Akmal tampil di Olimpiade Tokyo 2020, di Tokyo International Forum, Tokyo, 2 Agustus 2021, pada kelas +87 kg.
Strategi lain yang disiapkan agar persiapan Asian Games dan kualifikasi Olimpiade sama-sama berjalan yaitu mengatur kedatangan dan kepulangan atlet. Lifter yang akan tampil menjelang akhir Kejuaraan Dunia, tidak langsung diberangkatkan ke Riyadh seperti atlet lain yang tampil lebih dulu.
Nurul Akmal, yang turun di kelas +87 kg putri, misalnya, baru tiba di Riyadh pada Jumat (8/9) karena baru akan tampil pada 16 September. Sementara itu, lifter yang telah tampil seperti Eko Yuli akan langsung pulang guna melanjutkan latihan untuk Asian Games.
Persaingan Asian Games
Meski merupakan kualifikasi Olimpiade, Eko Yuli turun di Riyadh pada kelas yang sama seperti Asian Games 2023. Padahal, di Olimpiade, Eko direncanakan turun pada kelas yang lebih ringan, yaitu 61 kg. Eko memilih turun di kelas 67 kg di Kejuaraan Dunia karena prioritas terdekat adalah Asian Games. Apalagi, angkat besi menjadi salah satu cabang olahraga yang ditargetkan menyumbang emas.
Target itu tak lepas dari kiprah angkat besi yang konsisten menyumbang medali di Asian Games. Pada edisi terakhir di Jakarta-Palembang 2018, angkat besi mempersembahkan satu medali emas melalui Eko Yuli pada kelas 62 kg putra. Selain itu, ada Sri Wahyuni yang menyumbang satu medali perak di kelas 58 kg putri. Surahmat melengkapi perolehan medali Indonesia setelah meraih perunggu pada kelas 56 kg putra.
"Lawan di Kejuaraan Dunia ini kan, sedikit banyak merupakan pesaing di Asian Games nanti. Karena turnamen wajib, atlet-atlet ini pasti ikut meskipun belum tentu mengeluarkan semua kemampuannya. Setidaknya kami bisa melihat peta persaingan untuk Asian Games dari Kejuaraan Dunia," tutur Eko sebelum keberangkatan ke Riyadh, beberapa waktu lalu.
Peta kekuatan lawan untuk Asian Games memang sedikitnya dapat terbaca di Kejuaraan Dunia. Sebab, sebagian besar pesaing terberat di Asian Games juga tampil di Kejuaraan Dunia, terutama tuan rumah China. Pada kelas 67 kg, China sangat mendominasi dengan menyapu bersih medali emas lewat lifter Chen Lijun.
Dia mencatatkan hasil terbaik untuk total angkatan 333 kg, snatch (153 kg) dan clean and jerk (180 kg). Atlet China peraih emas Olimpiade Tokyo 2020, Li Fabin, juga menjadi yang terbaik untuk total angkatan (308 kg) dan snatch (141 kg) pada kelas 61 kg putra.