Iga Swiatek tersingkir pada babak keempat tunggal putri turnamen Grand Slam Australia Terbuka. Petenis nomor satu dunia asal Polandia itu kalah oleh ambisinya sendiri untuk menjadi juara.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
AFP/MANAN VATSYAYANA
Petenis Polandia, Iga Swiatek, meninggalkan lapangan seusai dikalahkan petenis Kazakhstan, Elena Rybakina, pada pertandingan babak keempat Australia Terbuka di Melbourne, Minggu (22/1/2023). Swiatek kalah 4-6, 4-6.
Ada perbedaan tipis antara mempunyai keinginan dan ambisi. Yang kedua, bisa memuncukan efek negatif seperti yang dialami petenis tunggal putri nomor satu dunia, Iga Swiatek.
Swiatek menjadi favorit juara turnamen Grand Slam Australia Terbuka di Melbourne Park, 16-29 Januari 2023. Namun, langkah petenis Polandia itu dihentikan juara Wimbledon, Elena Rybakina, pada babak keempat. Di Rod Laver Arena, Minggu (22/1/2023), Swiatek kalah dengan skor 4-6, 4-6.
Dalam salah satu turnamen pemanasan, yaitu kejuaraan beregu campuran Piala United, dua pekan sebelumnya, Swiatek juga kalah, yaitu dari Jessica Pegula, saat Polandia berhadapan dengan Amerika Serikat pada semifinal. Namun, sebelum itu, tak ada yang bisa menyamai performa Swiatek.
Pada musim 2022, petenis berusia 21 tahun itu 67 kali menang dengan hanya sembilan kali kalah. Persentase kemenangan 88,15 persen mengantarkannya meraih delapan gelar juara. Dua di antaranya dari Grand Slam Perancis Terbuka dan AS Terbuka, serta empat dari turnamen WTA 1000.
AP/MARK BAKER
Petenis Polandia, Iga Swiatek, menyeka keringat saat pertandingan babak keempat Australia Terbuka melawan petenis Kazakhstan, Elena Rybakina, di Melbourne, Minggu (22/1/2023). Swiatek kalah 4-6, 4-6.
Tidak ada petenis yang bisa meraih persentase kemenangan sebesar itu sejak Serena Williams 78 kali menang dan empat kali kalah (95,1 persen) pada musim kompetisi 2013. Sama seperti Swiatek, Serena, yang berusia 22 tahun saat itu, menjuarai Perancis dan AS Terbuka. Dia menambah tiga gelar dari WTA Premier Mandatory (yang saat ini disebut WTA 1000) dan dari turnamen Final WTA.
Maka, ketika musim kompetisi berganti dari 2022 ke 2023, tak ada nama lain yang disebut sebagai favorit juara tunggal putri Australia Terbuka, selain Swiatek. Dia pun tampaknya akan selalu menjadi favorit dalam setiap turnamen yang diikuti. Nama lain, seperti petenis peringkat kedua dunia asal Tunisia, Ons Jabeur; Pegula (3), dan Caroline Garcia (4), berada di bawah Swiatek.
Absennya empat kali juara Grand Slam, Naomi Osaka, dan Simona Halep (tiga kali juara Grand Slam) memperbesar kemungkinan Swiatek untuk melalui jalan mulus selama dua pekan di Melbourne Park.
Namun, dua babak awal yang dijalani tak semulus dugaan. Swiatek selalu menang straight sets, atas Jule Niemeirer (Jerman) dan Camila Osorio (Kolumbia), pada dua babak itu, tetapi dengan jalur yang tak mudah dilalui. Dia harus mengerahkan semua kemampuan teknis dan ketangguhan mental untuk mengatasi tekanan dari keduanya.
AP/MARK BAKER
Ekspresi petenis Polandia, Iga Swiatek, dalam pertandingan babak keempat Australia Terbuka melawan petenis Kazakhstan, Elena Rybakina, di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Minggu (22/1/2023), Swiatek kalah dengan skor 4-6, 4-6.
Baru pada babak ketiga, Jumat (20/1/2023), juara tunggal putri yunior Wimbledon 2018 itu bisa bermain dengan nyaman. Petenis yang bersaing di arena profesional sejak 2016 tersebut bahkan hampir menciptakan skor double bagel (6-0, 6-0) saat berhadapan dengan petenis Spanyol, Cristina Bucsa, meski akhirnya kehilangan satu gim pada set kedua.
Hanya berselang dua hari setelah itu, Swiatek yang tampil melawan Rybakina di Rod Laver Arena tak seperti sosok yang cerdik mengatur taktik dan bisa tampil tenang seperti saat mendominasi persaingan pada musim.
Pada laga itu, servisnya begitu mudah dipatahkan lawan yang merupakan petenis Kazakhstan kelahiran Moskwa, Rusia. Swiatek bahkan melampiaskan frustrasi dengan berteriak ketika tak bisa mengembalikan servis Rybakina.
Pukulan Rybakina, yang akan berhadapan dengan Jelena Ostapenko pada perempat final, sebenarnya tak terlalu mematikan. Dia bahkan membuat 25 unforced error, lebih banyak dari 14 unforced error Swiatek. Namun, Rybakina bisa bermain dengan tenang, terutama pada momen kritis, seperti saat menghadapi break point lawan atau saat mendapat kesempatan mematahkan servis Swiatek.
AP/MARK BAKER
Petenis Kazakhstan, Elena Rybakina, memperbaiki letak topinya saat pertandingan babak keempat Australia Terbuka melawan petenis Polandia, Iga Swiatek, di Melbourne, Minggu (22/1/2023). Rybakina mengalahkan Swiatek, 6-4, 6-4.
Swiatek tak bisa mengelola emosinya hingga berkali-kali menggerutu. Dia pun menyimpan handuk di kursinya dengan cara dilempar. Di tribune, psikolog yang mendampinginya sejak remaja, Daria Abramowicz, tak bisa berbuat banyak.
Saat konferensi pers, Swiatek akhirnya bercerita tentang penyebab kekalahannya. Semuanya mengarah pada faktor psikologis.
Saya bahkan merasa melangkah mundur dalam hal pendekatan saya terhadap turnamen ini. Hal lain, mungkin karena saya terlalu berambisi (untuk juara). Saya merasakan tekanan.
”Hari ini, saya merasa bahwa tak banyak yang bisa saya lakukan untuk berjuang dengan cara yang lebih baik. Saya bahkan merasa melangkah mundur dalam hal pendekatan saya terhadap turnamen ini. Hal lain, mungkin karena saya terlalu berambisi (untuk juara). Saya merasakan tekanan,” tuturnya.
Tekanan yang besar untuk dirinya sendiri terlihat juga ketika dia menjalani Piala United. Setelah kalah dari Pegula, Swiatek menangis.
Usai mengutarakan apa yang dirasakannya dalam pertandingan selama satu jam 29 menit, Swiatek mengatakan bahwa semua yang ada di benaknya selama bertanding akan menjadi perhatian sebelum menjalani turnamen lain. ”Setelah ini, saya akan berusaha lebih tenang,” katanya.
AFP/MARTIN KEEP
Petenis Polandia, Iga Swiatek, dalam pertandingan babak kedua Australia Terbuka melawan petenis Kolombia, Camila Osorio, di Rod Laver Arena, Melbourne Park, Rabu (18/1/2023), Swiatek mengalahkan Osorio, 6-2, 6-3. Swiatek tersingkir pada babak keempat, Minggu (22/1/2023), setelah dikalahkan petenis Kazakhstan, Elena Rybakina, 4-6, 4-6.
Bergelut pada di dunia olahraga prestasi, atlet harus memiliki keinginan dan target. Namun, ketika level keinginan itu terlalu tinggi hingga menjadi ambisi, hal ini cenderung memunculkan efek negatif.
Seperti pernah diutarakan para pebulu tangkis elite Indonesia dan pelatih ganda putra, Herry Iman Pierngadi, ambisi biasanya menimbulkan efek negatif karena tak terkontrol. Ambisi untuk menjuarai sebuah kejuaraan, misalnya, bisa membuat atlet langsung berpikir final. Padahal, banyak babak yang harus dimenangi sebelum mencapai laga puncak.
Babak pertama bahkan sering kali menjadi tahap yang memiliki tantangan psikologis sebesar laga final. Banyak atlet, termasuk mereka yang berstatus elite, merasa gugup saat akan menjalani babak pertama.
Maka, pernyataan ”harus fokus satu per satu pada setiap pertandingan” yang sering dilontarkan atlet, sebenarnya bukanlah omong kosong.