Skandal Keuangan Palsu Benamkan Juventus dalam Memori Kelam Calciopoli
Skandal dugaan laporan keuangan palsu Juventus berbuntut panjang. Bukan hanya membuat presiden klub dan jajaran dewan direksi mundur, melainkan pula sanksi berat menanti seperti era kelam sanksi skandal Calciopoli 2006.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
TURIN, KAMIS – Skandal dugaan laporan keuangan palsu yang melanda Juventus berbuntut panjang. Bukan hanya berimplikasi hukum kepada sejumlah individu, dugaan kasus itu berisiko membenamkan Juventus dalam sanksi berat. Sang Nyonya Besar berada dalam bayang-bayang denda pengurangan poin hingga kemungkinan degradasi dari Serie A Liga Italia ke Serie B, seperti memori kelam sanksi Calciopoli atau skandar pengaturan skor pada 2006.
Kami hanya melihat situasi seburuk ini selama Calciopoli.
”Kami hanya melihat situasi seburuk ini selama Calciopoli,” ujar salah satu direktur Juventus dari percakapan telepon antara dua direktur pada 22 Juli 2021 yang disadap seperti dilansir Kantor Berita Italia (ANSA) di laman Football-Italia, Rabu (30/11/2022).
Kekacauan melanda sepak bola Italia usai Presiden Juventus Andrea Agneli dan sembilan dewan direksi Juventus mundur dari jabatannya secara mendadak pada Senin (28/11/2022) malam. Corriere della Sera menyiarkan, CEO Exor selaku perusahaan induk Juventus, John Elkann yang mendorong sepupunya, Agnelli mundur dari jabatannya.
Elkann yang menjadi ahli waris terpilih dari gurita bisnis kakeknya, Gianni Agnelli kecewa dengan kinerja Agnelli akhir-akhir ini dan merasakan perlu ada perubahan untuk kesehatan klub. Itu tak lain imbas dari kondisi keuangan Juventus yang genting, antara lain mengalami kerugian sebesar 254,3 juta Euro (Rp 4,1 triliun) pada musim 2021/22 atau terbesar dalam sejarah klub.
Auditor Juventus yang baru menjabat setahun terakhir telah memperingatkan dan menjelaskan bahwa Juventus akan mendapatkan masalah kalau membawa neraca keuangannya ke majelis Liga Italia. ”Kami berada dalam situasi di mana ada arah yang jelas ke depan, seperti yang sudah kami umumkan kemarin. Dewan direksi Juventus yang baru akan ditunjuk pada Januari dan Gianluca Ferrero akan menjadi presiden baru, dia tahu bagaimana menangani berbagai masalah. Klub pun bakal memiliki direktur jenderal yang sangat cakap,” kata Elkann.
Berdasarkan informasi dari media-media Italia, mundurnya Agnelli dan kawan-kawan diduga terkait laporan keuangan palsu yang melanda Juventus, khususnya mengenai pembayar gaji pemain di bawah meja atau secara rahasia. Pada Mei dan Juni 2020, 23 pemain Juventus menandatangani kesepakatan untuk mengurangi gaji untuk empat bulan guna membantu klub melewati masa sulit selama awal pandemi Covid-19.
Namun, Juventus dikabarkan hanya menyerah satu bulan gaji dan sisanya membayar upah pemain dalam kesepakatan gelap yang memungkinkan klub maupun pemain menghindari pajak. Juventus pun memalsukan tagihan gaji agar seolah-olah pembukuan keuangan mereka seimbang. Kalau ada buktinya, itu tergolong kasus penipuan keuangan.
Proses penyelidikan
Sejumlah otoritas terkait sedang melakukan penyelidikan atas dugaan kasus tersebut. Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) turut terlibat. Kalau terbukti diam-diam membayar gaji pemain selama pandemi dan diputus bersalah oleh pengadilan, Juventus terancam hukuman berat.
Media La Repubblica mengabarkan, polisi keuangan Italia sedang memeriksa dengan cermat untuk mencari tanda-tanda kesalahan berbagai dokumen Juventus, antara lain neraca keuangan, catatan peribadi, dan perjanjian jual-beli pemain. Adapun jaksa penuntut Marco Gianoglio, Mario Bendoni, dan Ciro Santoriello sangat tertarik dengan temuan utang 34 juta Euro (Rp 549 miliar) yang belum diumumkan.
Direktur olahraga Juventus, Federico Cherubini dalam sidang baru-baru ini mengakui bahwa ada utang 7 juta Euro (Rp 113 miliar) dengan Atalanta. CEO Juventus Maurizio Arrivabene dari telepon yang disadap menyatakan, tahu berapa banyak utang kepada Atalanta.
Ada dugaan utang itu terkait penjualan bek Cristian Romero dari Juventus ke Atalanta 17 juta Euro (Rp 274 miliar) pada 5 Agustus 2021, penjualan bek Merih Demiral ke Atalanta senilai 20 juta Euro (Rp 323 miliar) pada 1 Juli 2022, dan pembelian gelandang Dejan Kulusevski dari Atalanta 35 juta Euro (Rp 565 miliar) pada 2 Januari 2020. Pembelian Kulusevski disebutkan dalam buku hitam.
Media lain, La Stampa, mengungkapkan, dalam panggilan telepon yang disadap antara pengacara Juventus Cesare Gabasio dan Cherubini, mereka membahas perlu melakukan transaksi palsu kalau kesepakatan rahasia dengan Cristiano Ronaldo terungkap. Klub berjuluk "I Bianconeri" itu setuju membayar pemenang pemain terbaik dunia atau Ballon d’Or lima kali itu di bawah meja, meskipun gaji telah dibekukan pada awal pandemi.
Bagi jaksa penuntut, itu adalah referensi yang jelas tentang langkah-langkah pemangkasan anggaran yang dilakukan pada awal pandemi ketika gaji ditangguhkan untuk membantu mengatasi dampak keuangan dari situasi tersebut. Sekitar 30 juta Euro (Rp 484 miliar) diperkirakan hilang dari rekening klub yang mengubah neraca keuangan dan menghasilkan kekayaan bersih di pasar. Baru-baru ini, tim penyelidikan menemukan dokumen rahasia yang ditandatangani Juventus dan Ronaldo di mana klub berjanji untuk diam-diam membayar 19 juta Euro (Rp 306 miliar) kepada pemain asal Portugal tersebut.
Sejauh ini, Kantor Kejaksaan Umum Turin membatalkan banding Agnelli dan jajarannya yang menolak keputusan tahanan rumah beberapa minggu lalu. Bahkan, menurut ANSA, La Gazzetta dello Sport, dan media besar lainnya, pihak berwenang di Turin sudah menyiapkan surat perintah penangkapan untuk Agnelli dan 14 orang lainnya, salah satunya mantan direktur olahraga Juventus Fabio Paratici.
Jurnalis sepak bola Italia Lorenzo Bettoni dalam Football-Italia, Rabu, menjabarkan, terlalu dini untuk mengetahui implikasi hukum dari kasus itu dari sisi olahraga. Sebab, Juventus dan klub lain yang terlibat dalam upaya penggelembungan nilai transfer telah dibebaskan dari tuduhan itu pada April 2022.
Akan tetapi, kalau dugaan itu kembali diselidiki dan terbukti, mungkin akan berdampak lebih besar terhadap kiprah Juventus di Serie A. Yang jelas 16 pihak, yakni Juventus dan para direktur maupun mantan direkturnya sedang diselidiki dan dapat menghadapi pengadilan pidana atas tuduhan pembukuan palsu.
Ujungnya, Juventus bisa didegradasi ke Serie B seperti salah satu sanksi karena keterlibatan dalam Calciopoli 2006. Akibat skandal besar itu, Juventus tak cuma didegradasi melainkan pula kehilangan gelar juara Serie A 2004/05 dan 2005/06 serta mengalami pengurangan poin untuk musim berikutnya. Masalahnya, pada 2006, sanksi itu diputus oleh pengadilan olahraga yang sekarang tidak terlibat dalam kasus laporan keuangan palsu tersebut.
Presiden La Liga Spanyol, Javier Tebas, meminta Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) menghukum Juventus karena melanggar aturan Financial Fair Play. Sementara itu, Presiden FIGC Gabriele Gravina memastikan, pihaknya tidak akan memberikan sanksi sebelum ada keputusan persidangan. Mereka ingin menunggu hasil proses hukum hingga tuntas.
Sebab, tidak menutup kemungkinan masalah itu pun meluas menyangkut dengan hal-hal lain. ”Jangan menyalahkan dan memberi sanksi sebelum persidangan. Kami menunggu apa yang muncul dari persidangan dan kemudian membuat refleksi pada sistem,” tutur Gravina.
Juventus coba membantah semua tudingan yang ada. ”Juventus percaya karena tidak ada perubahan apapun dari laporan keuangan yang diperebutkan, kesimpulan dari otoritas olahraga (yang telah menyatakan mendukung Juventus sehubungan dengan masalah capital gain) tidak akan ada perubahan, maka sanksi apapun akan sama sekali tidak mendasar. Juventus tetap yakin selalu bertindak benar dan berniat menegaskan alasan dan mempertahankan kepentingan perusahaan, ekonomi, dan olahraga,” bunyi pernyataan klub dikutip Football-Italia, Rabu.