Skandal Keuangan Runtuhkan Rezim Andrea Agnelli, Sang Pahlawan Juventus
Presiden Juventus Andrea Agnelli dan jajarannya mundur dari jabatan mereka, Senin malam. Keputusan itu buntut dari sejumlah masalah terkait laporan keuangan palsu yang menerpa klub berjuluk ”Si Nyonya Besar” ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
TURIN, SELASA — Kabar kurang sedap menerpa Juventus di tengah upaya untuk bangkit dari keterpurukan pada musim ini. Rezim Presiden Andrea Agnelli yang membawa era kejayaan baru untuk klub berjuluk ”Si Nyonya Besar” itu berakhir lebih dini sebagai dampak dari dugaan laporan keuangan palsu yang masih dalam penyelidikan.
Dilansir dari Football-Italia, Senin (28/11/2022), Agnelli dan seluruh jajaran dewan direksi Juventus mengundurkan diri setelah pertemuan darurat di Continassa, Pusat Pelatihan Juventus, di ujung barat laut Turin, Senin malam. Sejumlah media massa terkemuka Italia melaporkan, Agnelli mundur bersama sembilan pejabat lain, yakni Wakil Presiden Pavel Nedved, CEO Maurizio Arrivabene, Direktur Laurence Debroux, serta enam direktur independen, yaitu Massimo Della Regione, Kathryn Fink, Daniela Marilungo, Francesco Roncaglio, Giorgio Tacchia, dan Suzanne Heywood.
”Mengingat sentralisasi dan relevansi masalah hukum serta teknis akuntansi tertunda, (anggota dewan) mempertimbangkan, sesuai dengan kepentingan sosial terbaik, untuk merekomendasikan Juventus menyediakan dewan direksi baru guna mengatasi masalah ini. Juventus akan terus bekerja sama dengan pengawas dan otoritas industri, tanpa mengurangi perlindungan haknya sehubungan dengan perselisihan terhadap laporan keuangan dan komunikasi perusahaan oleh CONSOB (Komisi Nasional Perusahaan dan Bursa Efek Italia) dan kantor kejaksaan,” demikian bunyi pernyataan klub.
Menurut La Gazzetta dello Sport, Agnelli dan jajarannya mundur sebagai buntut dari dugaan laporan keuangan palsu, antara lain terkait aktivitas gelap di pasar transfer berupa penggelembungan biaya transfer untuk mendapatkan keuntungan atau capital gain. Dugaan itu membuat CONSOB, otoritas publik yang bertanggung jawab untuk mengatur pasar keuangan Italia, meminta klarifikasi tentang neraca keuangan Juventus pada Juni 2021.
Menyusul permintaan CONSOB tertanggal 19 Oktober itu, Juventus menunda rapat pemegang saham mereka dari 23 November menjadi 27 Desember. ”Untuk memastikan transparansi maksimum dan waktu yang cukup bagi pemegang saham memeriksa informasi tersebut, direksi perusahaan yang bertemu hari ini memutuskan menunda rapat pemegang saham yang dijadwalkan pada 23 November 2022 menjadi 27 Desember 2022,” demikian disampaikan dalam keterangan klub.
Masalah gaji rahasia
Belakangan dikabarkan, pengunduran diri Agnelli dan jajarannya bukan akibat aktivitas gelap di pasar transfer, melainkan lebih karena gaji rahasia para pemain mereka. Jaksa penuntut Turin sudah menyelidikinya. Pada Mei dan Juni 2020, sebanyak 23 pemain Juventus menandatangani kesepakatan mengurangi gaji mereka selama empat bulan untuk membantu klub melewati masa sulit pada awal masa pandemi Covid-19.
Namun, Juventus dilaporkan hanya menyerahkan satu bulan gaji. Selebihnya, para pemain tampaknya terus dibayar dengan upah dari kesepakatan gelap untuk memungkinkan pemain dan klub menghindari pajak.
Namun, Juventus dilaporkan hanya menyerahkan satu bulan gaji. Selebihnya, para pemain tampaknya terus dibayar dengan upah dari kesepakatan gelap untuk memungkinkan pemain dan klub menghindari pajak. Cara itu juga dilakukan untuk memalsukan tagihan gaji agar seolah-olah pembukuannya seimbang.
Kalau memang dugaan tersebut terbukti, hal itu dianggap sebagai bentuk penipuan keuangan. Investigasi kepada Juventus telah dimulai dari laporan dokumen kontrak rahasia dengan Cristiano Ronaldo yang diberi gaji ekstra dan bonus di luar gaji resmi.
Sementara itu, Maurizio Arrivabene dikabarkan tetap diminta untuk menjadi CEO, sedangkan Maurizio Scanavino ditunjuk sebagai direktur jenderal baru. Mereka akan menjembatani proses transisi menuju dewan direksi baru yang paling cepat diangkat pada 18 Januari mendatang. Situasi itu diprediksi bakal mengganggu aktivitas pasar Juventus dalam jendela transfer musim diingin karena mereka tidak memiliki pihak yang siap membuat keputusan besar.
Kondisi itu sangat mengecewakan untuk Pelatih Juventus Max Allegri dan para penggemar yang sangat mengharapkan perubahan penting pada skuad. Sama seperti musim lalu, Juventus memulai kompetisi dengan buruk. Dampaknya, mereka tercecer dari persaingan perebutan gelar scudetto atau juara Serie A dan tersingkir secara dini dari Liga Champions.
Adapun keuangan Juventus memang sedang tidak baik-baik saja. Pada musim 2021/22, mereka mencatat rekor kerugian 254,3 juta euro (Rp 4,1 triliun) atau terbesar sepanjang sejarah klub. Maka dari itu, mereka tidak dibolehkan pula menghabiskan terlalu banyak anggaran di bursa transfer.
Akhir tragis Agnelli
Rentetan masalah itu semacam akhir tragis untuk Agnelli yang sempat bermasalah pula karena ikut mendorong terbentuknya Liga Super Eropa tahun lalu. Padahal, sejatinya, pengusaha berusia 46 tahun itu pahlawan kebangkitan Juventus seusai diterpa badai Calciopoli atau skandal pengaturan skor di Serie A musim 2004/2005 dan 2005/2006.
Salah satu skandal terburuk dalam sejarah sepak bola itu membuat Juventus dijatuhi sejumlah sanksi, antara lain degradasi ke Serie B mulai musim 2006/2007 serta pencopotan gelar scudetto 2004/2005 dan 2005/2006. Sekembali ke Serie A, Juventus tidak bisa serta-merta kembali ke singgasana tertinggi sepak bola ”Negeri Spageti”.
Barulah pada musim 2011/2012 atau setahun setelah Agnelli ditunjuk sebagai presiden klub, Juventus bisa menemukan lagi kejayaannya. Mereka meraih sembilan gelar scudetto secara beruntun dari 2011/2012 hingga 2019/2020, lima trofi Piala Italia (2014/2015, 2015/2016, 2016/2017, 2017/2018, 2020/2021), lima Piala Super Italia (2012, 2013, 2015, 2018, 2020), dan dua kali runner-up Liga Champions (2015, 2017).
Agnelli turut kecewa dengan situasi yang ada dan mengirim pesan tersirat untuk klub yang juga pernah dikelola oleh ayahnya, Umberto Agnelli (1955-1962); pamannya, Gianni Agnelli (1947-1954); dan kakeknya, Eduardo Agnelli (1923-1935) tersebut. Dia memilih mundur demi sekali lagi menyelamatkan Juventus.
”Saat tim tidak bersatu, maka itu membuka jalan bagi lawan untuk menyakiti Anda dan itu bisa berakibat fatal. Pada saat itu, Anda harus memiliki ketajaman pikiran untuk membendung kerusakan. Kita sedang menghadapi saat yang sulit sebagai sebuah klub dan kesatuan itu hilang. Lebih baik pergi bersama-sama dan memberikan kesempatan bagi tim (direksi) baru untuk membalikkan permainan,” tuturnya.