Popularitas yoga yang meningkat mendorong warga Ibu Kota untuk menekuni olahraga tersebut. Selain menyehatkan tubuh, yoga juga dikenal mampu mengolah jiwa pemainnya.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Yoga menjadi salah satu pilihan olahraga warga Ibu Kota. Tren olah tubuh yang tengah naik daun itu diprediksi masih akan meningkat karena gerakan-gerakannya dapat terus dikembangkan.
Masyarakat tampak memadati Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta pada Minggu (20/11/2022). Banyak dari mereka yang berjalan kaki, berlari, dan bersepeda. Namun, terlihat pula sekelompok orang yang tergabung dalam komunitas YogaDogether GBK sedang berlatih yoga di salah satu sudut Stadion Akuatik.
Pengurus YogaDogether GBK Herdiana (40) mengatakan bahwa komunitasnya terbuka bagi siapa pun. Sehingga muda dan tua dapat ikut berpartisipasi mengikuti kelas-kelas yang tersedia sepekan sekali.
Komunitas ini juga tak mematok tarif tertentu karena seluruh dana yang terkumpul akan didonasikan pada yayasan dan panti asuhan. Alhasil, para anggota YogaDogether GBK bisa membayar secara sukarela. Hal ini sekaligus mematahkan stereotipe bahwa yoga kerap menguras dompet para pecinta olahraga itu.
“Pemberian dana seikhlasnya saja, mau kasih silakan, enggak juga enggak papa,” ujar Herdiana.
Mayoritas anggota YogaDogether GBK berasal dari Jakarta. Namun, ada pula yang datang dari Tangerang dan Cikarang tiap Minggu pagi untuk mengikuti sesi yoga tersebut. Dalam sekali sesi, anggota yang datang juga tak menentu, namun jumlahnya berkisar 20-40 orang.
Mereka yang bergabung dalam komunitas ini berada pada rentang usia yang beragam pula. Mulai dari sekitar 20 tahun hingga tembus 60 tahun.
Menurut anggota YogaDogether GBK Iryanto Budi Utomo (64), olahraga lain pernah dicobanya, seperti joging, tapi yoga jadi jenis olah tubuh yang ditekuninya. Ia tak hanya mengikuti kelas khusus, tapi juga diskusi (workshop) tentang yoga.
Alasan Iryanto tetap bertahan pada YogaDogether GBK karena komunitas ini menambah relasinya dengan banyak orang. Ia juga menyumbang sekitar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 untuk komunitasnya di tiap akhir pertemuan.
Sementara itu, Lisantini Hadiwidjajati (59) sebagai anggota YogaDogether GBK menilai, yoga sudah menjadi gaya hidupnya. Kecintaannya pada yoga mendorongnya untuk membuka studio yoga di Cikarang. Selain itu, ia juga rutin mengikuti sejumlah sesi latihan di beberapa komunitas yoga lainnya.
Yoga membuatku lebih sehat, percaya diri, pikiran selalu positif. Teman juga jadi bertambah karena ikut komunitas-komunitas lain.
“Yoga membuatku lebih sehat, percaya diri, pikiran selalu positif. Teman juga jadi bertambah karena ikut komunitas-komunitas lain,” kata Lisa yang juga bekerja sebagai pemandu acara (MC).
Berbeda dengan olahraga berbasis komunitas, kelas yoga kini banyak tersedia dengan tarif yang bervariasi di sejumlah studio di Jakarta. Para peminatnya beragam, mulai dari karyawan swasta hingga atlet yang pelatihannya menyesuaikan kebutuhan tubuh.
“Dari segi umur, dari segi kebutuhan badan juga berbeda-beda, apalagi yoga punya banyak gerakan. Jadi perlu disesuaikan,” ujar Natalia Pelealu (31), pemilik Vibe Yoga, Jakarta.
Vibe Yoga memberikan enam kelas tiap hari mulai Selasa hingga Minggu dengan durasi sekitar satu jam. Peserta latihan non-anggota dapat merogoh kocek Rp 250.000 per sesi. Sementara, paket bulanan hingga tahunan bagi anggota berkisar Rp 1,8 juta hingga Rp 15 juta. Biaya tersebut hanya berlaku untuk kelas kelompok. Peserta privat dipatok harga lebih tinggi tergantung paket sesi yang dipilih.
Seorang peserta yoga, Stella Maris (36) mengaku dapat menghabiskan sekitar Rp 1,5 juta per bulan untuk berolahraga. Dalam seminggu, ia berlatih yoga sebanyak satu hingga dua kali.
Yoga yang sedang tinggi peminat diprediksi masih akan populer di masa mendatang. Alasannya, selain mampu menenangkan tubuh, banyak inovasi yang dapat dikembangkan pada gerakan-gerakannya.
Instruktur yoga Ahmad Koedri yang kerap disapa Adri (31) menilai, cabang yoga cukup bervariasi, seperti olah pernapasan, spiritual, dan teknik memijat. Sehingga banyak guru yang dapat mengombinasikan teknik-teknik dari tiap cabang yoga.
“Orang enggak mudah bosan karena gerakan yang monoton, tapi banyak sekali bisa dikombinasikan gerakannya,” ujar Adri yang telah menjadi pelatih yoga selama 11 tahun ini.
Hal itu pula yang memantapkan Adri untuk lebih menekuni cabang olahraga tersebut, setelah bekerja sebagai pelatih pribadi. Ia juga mengatakan, beberapa temannya yang bekerja sebagai pelatih senam aerobik beralih jadi instruktur yoga.
“Usia bertambah, jadi memilih yoga yang lebih santai mengajarnya,” tambah dia.
Olahragawan lain turut melakukan hal yang sama. Instruktur yoga Mohamed Dawoud atau Mody (28) sebelumnya mendalami kung fu, tapi mengubah haluannya sejak 2016. Ia menilai, yoga merupakan olahraga yang fleksibel, bersifat relaks, dan tak terlalu banyak gerakan. Tak hanya itu, Mody merasa dapat menyembuhkan (healing) dan menemukan jati dirinya ketika terus mempelajari yoga.