Ancelotti dan Klopp, Serupa tapi Tak Sama
Carlo Ancelotti dan Juergen Klopp membangun lingkungan harmonis di dalam tim asuhan mereka. Ancelotti menganggap pemainnya sebagai teman, sedangkan Klopp adalah motivator yang bisa membangkitkan pemain di situasi sulit.
Carlo Ancelotti dan Juergen Klopp adalah dua dari segelintir pelatih terbaik di dunia saat ini. Tangan dingin keduanya membawa tim asuhan masing-masing, Real Madrid dan Liverpool, untuk berduel di partai puncak Liga Champions Eropa, Minggu (29/5/2022) pukul 02.00 WIB, di Stade de France, Paris, Perancis.
Keberhasilan itu bukan sekadar kemampuan mereka meramu taktik yang lebih baik daripada lawan-lawan di babak sebelumnya. Ancelotti dan Klopp adalah juru taktik yang membuktikan bahwa manajemen manusia yang diterapkan kepada anak asuhan mereka berjalan dengan sukses.
Ancelotti dan Klopp amat memprioritaskan untuk melakukan manajemen skuadnya secara baik sebelum berbicara tentang masalah taktik permainan. Mereka ingin menjalin hubungan dengan satu per satu pemainnya.
Baca juga : Menyusun Ulang Pragmatisme Ancelotti
Ancelotti, misalnya, selalu senang berbicara empat mata dengan setiap pemainnya. Hal itu tidak sekadar untuk membicarakan hal bernuansa sepak bola, tetapi sering juga terkait hobi hingga kehidupan personal sang pemain.
Bagi pelatih asal Italia itu, bisa membangun hubungan baik dengan setiap pemain adalah hal yang penting. ”Don Carlo” menganggap semua pemain adalah temannya, bukan hanya profesional yang harus tunduk pada keinginan taktik yang ia terapkan di lapangan hijau.
”Di sepak bola, Anda boleh memiliki ide. Dan, cara untuk mewujudkan ide itu adalah menjelaskan ide itu kepada orang lain yang akan bermain di lapangan untuk menampilkan ide itu. Maka dari itu, manajer dan pemainya harus dalam relasi yang terbaik,” ujar Ancelotti di dalam buku The Manager: Inside the Minds of Football’s Leaders (2013).
Berkat prinsipnya itu, Ancelotti bisa ”mengendalikan” sosok-sosok besar di dalam sebuah tim. Ia mengungkapkan, dirinya perlu memahami dengan baik sifat setiap pemain demi bisa memiliki hubungan yang cair sebagai seorang teman bagi anak asuhannya.
Baca juga : Penebusan Sempurna Acelotti di Madrid
”Semua orang berbeda. John Terry sangat terbuka, lalu Frank (Lampard) dan Ashley (Cole) lebih konservatif dan pendiam. Awalnya, hubungan saya dengan Frank sangat konservatif, tetapi seiring berjalannya waktu, kami menjadi dekat. Terkadang kami makan malam, pergi ke pesta, dan juga sering menikmati waktu bersama,” kenang Ancelotti tentang masanya melatih Chelsea pada periode 2009-2011.
Ancelotti mengungkapkan, seorang pelatih tidak bisa hanya terpaku pada urusan taktik. Menurut dia, metodologi latihan hingga aturan permainan saat ini telah jauh berubah dibandingkan 27 tahun silam ketika dirinya menjalani debut sebagai pelatih di Reggiana.
Meski begitu, juru taktik berusia 62 tahun itu tetap menilai kebutuhan untuk memiliki relasi baik dengan pemain adalah keharusan. Pendekatan itu telah dibuktikan Ancelotti bersama semua tim yang ditanganinya, di antaranya AC Milan, Paris Saint-Germain, hingga yang terkini Real Madrid.
Di sepak bola, Anda boleh memiliki ide. Dan, cara untuk mewujudkan ide itu adalah menjelaskan ide itu ke orang lain yang akan bermain di lapangan untuk menampilkan ide itu.
”Sejujurnya tidak tepat menganggap mereka sebagai pemain, saya memanggil mereka sebagai teman saya. Jika Anda seorang profesional serius yang menghormati setiap orang yang bekerja dengan Anda, maka Anda akan meraih kesuksesan,” kata Ancelotti, yang telah membawa Real menjadi juara La Liga Spanyol musim ini.
Meminta masukan
Bukti Ancelotti menganggap skuad ”Los Blancos”sebagai teman adalah keputusannya melibatkan para pemain senior Real dalam penentuan pertukaran pemain di babak perpanjangan waktu laga semifinal kedua kontra Manchester City, awal Mei ini.
Ia mengajak Marcelo dan Toni Kroos berbincang untuk membantunya memutuskan pergantian pemain di masa perpanjangan waktu. Dalam 30 menit perpanjangan waktu, Real memasukkan Dani Ceballos, Jesus Vallejo, dan Lucas Vazquez untuk masing-masing menggantikan Karim Benzema, Eder Militao, dan Vinicius Junior.
Kehadiran tiga pemain segar itu membantu Real menjaga keunggulan 3-1 sehingga menyegel tiket ke final dengan kemenangan agregat 6-5.
Baca juga : Mitos Buruk Ancelotti
”Ancelotti menanyakan opini pemain berpengalaman soal pemain yang dimasukkan di babak perpanjangan waktu. Situasi ini menggambarkan ia secara sempurna sebagai seorang pelatih. Itulah mengapa ia bekerja sangat baik dengan tim,” ucap Kroos dilansir Marca.
Sementara itu, pemandangan unik lainnya tercipta ketika Ancelotti memanggil Militao di tengah laga La Liga versus Levante, 13 Mei lalu, untuk duduk di sampingnya. Pada kesempatan itu, Ancelotti langsung memberi bek tengah asal Brasil itu sebuah folder berisi informasi lawan dan instruksi yang diterapkan. Itu momen pertama Militao berperan sebagai ”asisten pelatih” Real.
Motivator ulung
Klopp juga sosok pelatih yang piawai membangun hubungan baik dengan para pemainnya. Berbeda dengan Ancelotti yang membudayakan iklim egaliter dengan menganggap pemain juga sebagai temannya, Klopp memiliki kelebihan untuk menjadi motivator ulung bagi setiap pemainnya.
Kehebatan Klopp memotivasi pemainnya membuat Liverpool dikenal memiliki ”mentalitas monster” yang amat terlihat pada musim ini. Mereka bisa bangkit dari kekalahan 0-2 di laga semifinal kedua Liga Champions versus Villarreal untuk mengunci tiket final berkat keunggulan 3-2.
”Si Merah”juga mampu dua kali mengatasi tekanan mental untuk menumbangkan Chelsea melalui adu penalti pada partai puncak Piala Liga Inggris dan Piala FA.
Di luar hasil pertandingan, kemampuan Klopp memberikan motivasi kepada para pemainnya terlihat dengan mengembalikan performa terbaik bek Virgil van Dijk dan penyerang Mohamed Salah seusai mengalami periode buruk.
Penampilan Van Dijk pada musim ini tidak memperlihatkan bahwa dirinya pernah absen selama sembilan bulan akibat cedera ligamen lutut (anterior cruciate ligament/ACL). Adapun Salah bisa bangkit setelah dua kali merasakan nestapa seusai gagal membawa tim nasional Mesir menjadi juara Piala Afrika 2021 dan lolos ke Piala Dunia Qatar 2022.
Lee Richardson, psikolog tim Liverpool, mengakui, kemampuan Klopp untuk meyakinkan orang banyak sungguh luar biasa. Bahkan, karena kemampuannya itu, Richardson meyakini Klopp bisa mengalahkan Donald Trump apabila ikut bersaing untuk kursi Presiden Amerika Serikat.
Baca juga : Letupan Mentalitas Monster Liverpool
”Klopp bisa memengaruhi orang dengan ucapan dan keputusannya. Peran seperti psikolog itu membuat setiap pemain Liverpool bersedia memberikan seluruh kemampuan terbaik untuknya,” kata Richardson kepada The Athletic.
Adam Lallana, mantan gelandang Liverpool, mengakui keunggulan Klopp itu. Menurut dia, Klopp tetap bisa memotivasi pemainnya meski melakukan itu setiap tiga atau empat hari.
Yang sangat penting kami lakukan adalah menciptakan pemahaman kepada pemain bahwa kritik yang patut mereka dengar hanya dari saya. Itu bukan karena saya tahu segalanya, tetapi karena saya satu-satunya yang memberi perhatian kepada mereka.
”Meskipun ia berdiri di hadapan orang yang sama, di ruangan yang sama, ia tetap bisa memotivasi pemain untuk menjalani pertandingan dengan baik. Bagi saya, bagaimana ia tetap bisa memotivasi pemain adalah hal luar biasa,” kata Lallana, yang kini membela Brighton & Hove Albion, kepada BBC 5 Live Sport.
Klopp mengungkapkan, dirinya berkomitmen untuk membangun lingkungan yang nyaman bagi setiap pemain Liverpool. Ia pun membangun ”rumah perlindungan” di Liverpool untuk melindungi pemainnya dari kritik yang bisa memengaruhi performa di lapangan hijau.
”Yang sangat penting kami lakukan adalah menciptakan pemahaman kepada pemain bahwa kritik yang patut mereka dengar hanya dari saya. Itu bukan karena saya tahu segalanya, tetapi karena saya satu-satunya yang memberi perhatian kepada mereka,” kata Klopp kepada Goal beberapa waktu lalu.
Sarjana ilmu olahraga dari Universitas Goethe, Frankfurt, itu melanjutkan, ”Saya yang memberikan mereka intruksi bersama tim staf pelatih. Jadi, sangat tidak perlu percaya kata-kata orang yang tidak terlibat dalam proses penampilan kami.”
Bergurau
Di luar tuntutannya kepada semua pemain untuk tampil maksimal di setiap pertandingan, Klopp pintar mencairkan suasana di dalam ruang ganti. Ia tidak segan bergurau dengan para pemainnya, baik ketika latihan maupun seusai pertandingan.
Baca juga : Kesempurnaan Hanya Milik Juergen Klopp
Luis Diaz, penyerang baru Liverpool, yang tiba pada Januari 2022 cepat nyetel juga karena cepat merasa nyaman dengan sikap santai Klopp itu. Meski tahu Diaz tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris dengan baik, Klopp tetap berusaha berkomunikasi dengan pemain asal Kolombia itu.
”Ia (Diaz) mencoba berbicara selama 10 menit, tetapi saya tidak memahami satu kata pun. Diaz amat dekat dengan Curtis Jones dan Harvey Elliot meski saya sejujurnya tidak tahu bagaimana mereka berkomunikasi, he-he-he,” kata Klopp seperti dikutip Daily Mail.
Diaz memuji Klopp sebagai sosok yang luar biasa. ”Manajer sangat ramah, rendah hati, dan sangat tenang. Ia mencoba memastikan semua pemainnya senang dan bagi saya itu sangat penting,” ujar Diaz, yang telah mencetak delapan gol dan lima assist untuk Si Merah, kepada Liverpool TV.
Ancelotti dan Klopp telah menunjukkan bahwa mereka sosok yang serupa karena mengedepankan pendekatan personal kepada pemainnya. Akan tetapi, cara mereka bisa menjalin hubungan baik kepada skuadnya relatif berbeda.
Baca juga : Juergen Klopp, dari Swabia Berjaya di Anfield
Akhirnya, kedua pelatih itu juga memiliki misi serupa di Paris. Mereka ingin memenangi pertandingan pamungkas pada musim ini demi mengangkat trofi ”Si Kuping Besar”.