Ganda putra Kevin/Marcus merasa puas meskipun gagal meraih gelar juara Final BWF World Tour. Rangkaian turnamen bulu tangkis selama tiga pekan terakhir di Bali telah menghadirkan banyak kejutan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rangkaian turnamen bulu tangkis di Bali dalam tiga pekan terakhir telah melahirkan keajaiban bagi beberapa pemain. Sayangnya, tuan rumah hanya mendapat satu gelar juara dari tiga kejuaraan dalam Festival Bulu Tangkis Indonesia tersebut.
Satu-satunya gelar didapat ganda putra nomor satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, dari turnamen Indonesia Terbuka, pekan lalu. Adapun dalam Indonesia Masters, sebagai turnamen pembuka, dan Final BWF World Tour sebagai penutup, hasil terbaik pemain-pemain ”Merah Putih” adalah final.
Hasil itu pula yang didapat Kevin/Marcus pada turnamen Final BWF yang hanya diikuti delapan wakil terbaik, berdasarkan penampilan dari rangkaian turnamen BWF World Tour tahun ini. Dalam laga perebutan gelar juara di Bali International Convention Center, Minggu (5/12/2021), mereka kalah dari pasangan Jepang, Takuro Hoki/Yugo Kobayashi, 16-21, 21-13 17-21.
Laga tersebut menjadi final episode ketiga di Bali bagi kedua pasangan. Selain Final BWF, Hoki/Kobayashi mengalahkan Kevin/Marcus di Indonesia Masters, sementara Kevin/Marcus menang di Indonesia Terbuka.
Pertandingan hari ini berlangsung sangat ketat, sangat melelahkan. Pasangan Jepang, juga, bermain sangat bagus.
”Pertandingan hari ini berlangsung sangat ketat, sangat melelahkan. Pasangan Jepang, juga, bermain sangat bagus,” kata Marcus.
Meski kalah, ganda berjulukan ”Minions” itu puas dengan hasil lima final beruntun dengan hasil dua gelar juara. Empat final lain didapat di Indonesia Terbuka, Indonesia Masters, Hylo Terbuka di Jerman, dan Perancis Terbuka. Selain Indonesia Terbuka, gelar juara didapat dari Hylo Terbuka.
Bagi Hoki/Kobayashi, gelar juara Final BWF menjadi yang ketiga setelah Indonesia Masters dan Denmark Terbuka. Mereka menjadi salah satu keajaiban yang muncul di Bali dengan selalu mencapai final.
Prestasi ini didapat setelah Jepang kehilangan ganda putra top begitu Hiroyuki Endo, Takeshi Kamura, dan Keigo Sonoda mengundurkan diri dari tim nasional Jepang. Hoki/Kobayashi pun mengemban tanggung jawab sebagai ganda putra nomor satu negaranya.
Sebelum menjuarai empat ajang besar berlevel Super 750, 1000, dan Final BWF pada tahun ini, prestasi terbaik pasangan peringkat keenam dunia itu adalah menjuarai Korea Terbuka Super 500. Itu pun terjadi tiga tahun lalu. Mereka tenggelam di bawah kejayaan Endo/Yuta Watanabe dan Kamura/Sonoda.
Namun, gelar juara dari Final BWF membuat mereka menciptakan sejarah yang tak dicapai rekan-rekannya. Hoki/Kobayashi menjadi ganda putra pertama Jepang yang menjuarai turnamen dengan nama Final Grand Prix saat pertama kali diselenggarakan tahun 1983 ini. Setelah tak digelar pada 2001-2007, ajang ini diselenggarakan kembali pada 2008 dengan nama Final Super Series, lalu menjadi Final BWF World Tour sejak 2018.
Pemain lain yang tampil konsisten di Bali adalah Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (Thailand) dan An Se-young (Korea Selatan). Mereka menyapu bersih tiga gelar dari ganda campuran dan tunggal putri.
Puavaranukroh/Taerattanachai menjadi pemain paling konsisten pada tahun ini dengan perolehan tujuh gelar juara, termasuk Final BWF. Mereka, bahkan, dua kali menyapu bersih gelar dari tiga turnamen beruntun yang masing-masing digelar di Bali dan Bangkok, Thailand.
Seperti Bali, Bangkok juga menjadi tuan rumah tiga ajang dalam tiga pekan beruntun pada Januari, yaitu Thailand Terbuka I dan II dengan level Super 1000 dan Final BWF 2020. Ketiganya merupakan revisi dari banyaknya turnamen yang dibatalkan pada 2020 akibat pandemi Covid-19.
”Tentu saya sangat senang, luar biasa bisa juara. Capeknya tidak terasa lagi,” ujar Taerattanachai diiringi tawa.
Pemain berusia 29 tahun itu menjadi pemain paling sibuk setelah tersingkir pada perempat final Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar 23 Juli-8 Agustus 2021. Sejak tur Eropa pada pekan terakhir September hingga menjuarai Final BWF, Taerattanachai bermain dalam 50 pertandingan dalam 71 hari terakhir.
Itu dilakukan dalam kejuaraan beregu Piala Sudirman dan Piala Uber, serta ajang individu Denmark, Perancis, dan Hylo Terbuka di Jerman. Setelah itu, perjalanannya berlanjut ke Bali. Dalam enam dari delapan kejuaraan, dia bermain pada nomor ganda campuran dan putri.
Meski menjadi pemain paling sukses tahun ini, pasangan peringkat kedua dunia itu berupaya mempertahankan motivasi karena memiliki target besar lain, yaitu menjadi juara dunia pada ajang yang akan digelar di Huelva, Spanyol, 12-19 Desember. ”Kami belum pernah menjadi juara dunia, itu menjadi target berikutnya,” kata Puavaranukroh.
Anak ajaib
Momen besar lain datang dari anak ajaib, An Se-young, yang mengalahkan Pusarla V Sindhu (India), 21-16, 21-12. Dengan usia 19 tahun, dia menjadi juara Final BWF World Tour termuda.
Dari delapan turnamen BWF tahun ini, tunggal putri peringkat keenam dunia itu tak pernah tersingkir sebelum semifinal. Hasil terburuknya adalah perempat final, itu pun dalam debutnya pada Olimpiade.
Komentator turnamen yang merupakan mantan pebulu tangkis Inggris, Gillian Clark, menilai, An bisa menjadi salah satu kandidat juara dunia tunggal putri. ”Jika dia bisa terus bermain seperti ketika mengalahkan Sindhu, dia bisa menjadi juara dunia sebelum menjadi pemain nomor satu dunia,” kata Clark.
Meski menyadari telah mengalami peningkatan prestasi, An mengatakan bahwa dirinya masih dalam proses belajar untuk bermain konsisten pada persaingan level tinggi. Untuk kejuaraan dunia, pemain termuda dalam peringkat 10 besar dunia itu hanya berharap bisa bermain dengan baik dan tidak dalam kondisi cedera.
Selain An, Korea Selatan mendapat gelar juara dari ganda putri, Kim So-yeong/Kong Hee-yong. Adapun bagi tunggal putra Denmark, Viktor Axelsen, gelar juara Final BWF melengkapi medali emas dari Olimpiade.