Fabio Quartararo sudah berlatih balapan sejak berusia empat tahun. Dia menekuni dunia beroktan tinggi itu selama 18 tahun demi mewujudkan mimpi besarnya menjadi juara MotoGP yang terjadi di Misano.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
MISANO ADRIATICO, MINGGU – Fabio Quartararo dipastikan menjadi juara dunia MotoGP saat balapan seri Emilia Romagna di Sirkuit Misano kurang lima putaran, Minggu (24/10/2021). Dia menerima mahkota juara setelah pesaing terdekatnya, Francesco Bagnaia meluncur dengan bertumpu pada punggungnya di area kerikil Tikungan 15 pada putaran ke-23 dari 27 putaran.
Air mata meleleh di pipi pebalap tim Monster Energy Yamaha, karena perjuangannya menekuni dunia balap sejak usia empat tahun, berbuah manis 18 tahun kemudian.
Quartararo menekuni balap di bawah bimbingan ayahnya, Etienne, peraih gelar juara Kejuaraan Perancis kelas 125cc. Dunia oktan tinggi yang digeluti Quartararo semakin matang saat dia berkiprah di CEV Kejuaraan Dunia Moto3 Yunior, saat dia juara musim 2013 dan 2014. Debutnya di Grand Prix Moto3 berlangsung pada 2015, disusul naik kelas ke Moto2pada musim 2017.
Quartararo tidak pernah menjuarai kelas Moto3 dan Moto2, tetapi bakatnya dinilai menjanjikan oleh Yamaha, hingga dia direkrut masuk tim satelit Petronas SRT Yamaha pada 2019. Musim pertamanya di MotoGP berjalan gemilang dengan tujuh kali podium, dan enam kali posisi start terdepan. Dia pun mengakhiri musim debutnya di posisi kelima dan menjadi pebalap rookie terbaik.
Performa pebalap berjuluk “El Diablo" itu semakin bersinar pada 2020 dengan berbekal motor YZR-M1 spesifikasi pabrikan. Dia mengawali musim 2020 dengan dua kemenangan, dan sempat memimpin klasemen pebalap hingga seri kesembilan. Namun, masalah keandalan mesin M1 memupus peluang juara Quartararo, hingga dia hanya menempati posisi kedelapan pada klasemen akhir. Gelar juara direbut pebalap Suzuki Joan Mir.
Musim 2020 yang mengecewakan itu menjadi titik balik bagi Quartararo untuk memperbaiki aspek mental. Sepanjang jeda musim balap, dia berkonsultasi dengan psikolog untuk mencari cara terbaik mengatasi tekanan. Respons dia saat mengalami masalah teknis, seperti keandalan M1, cenderung marah dan kecewa berkepanjangan. Hal itu membuat masukan untuk tim mekanik menjadi tidak jelas.
Mentalitas baru
Setelah menjalani seri konseling itu, Quartararo mengawali musim 2021 dengan mentalitas baru. Dia selalu melihat sisi positif dari setiap hasil yang mengecewakan. Hal itu dia lakukan dengan sangat baik dalam dua seri pertama di Qatar. Dia mengalami masalah keausan ban pada seri pertama, tetapi bisa meraih kemenangan pada seri kedua di Losail. Sejak saat itu, dia menjadi pebalap yang lebih tenang dan bisa menganalisis situasi yang dia hadapi dengan kepala dingin.
Mentalitas itu pula yang mengantar dia menjadi juara dunia di Misano, Minggu (24/10), saat musim 2021 menyisakan dua balapan di Algarve dan Valencia. Balapan kedua di Misano itu tidak berlangsung sesuai harapan, karena hujan membuat Quartararo kehilangan kecepatan di trek yang basah. Namun, dia tetap melihat sisi positif dari kesulitan yang dia hadapi, dengan melihat balapan di Misano seperti balapan biasa, bukan penentu gelar juara.
Padahal, dengan start dari posisi ke-15 peluangnya juara sangat tipis, karena pesaing satu-satunya dalam perburuan juara, Francesco Bagnaia start di posisi tedepan. Hal itu membuat Quartararo sulit mengakhiri balapan dengan keunggulan tiga poin dari Bagnaia untuk mengunci gelar juara lebih awal.
"Kami ingin menjalani ini seperti balapan biasa, tetapi kita tahu pada Minggu bisa saja terjadi sesuatu, sesuatu yang istimewa," ungkap Quartararo di laman MotoGP.
Sesuatu yang istimewa itu pun terjadi di Misano. Saat dia posisi kelima, setelah start dari urutan ke-15, Bagnaia yang memimpin balapan sejak start, terjatuh di Tikungan 15 pada lap ke-23. Dia kehilangan daya cengkeram ban depan, dan saat dia meluncur ke area kerikil, Quartararo pun menjadi juara baru MotoGP.
Finis di posisi keempat cukup bagi pebalap berusia 22 tahun itu mengunci gelar juara. Podium tertinggi diraih oleh pebalap Repsol Honda Marc Marquez, disusul rekan setimnya Pol Espargaro di posisi kedua, dan pebalap Avintia Esponsorama Enea Bastianini di podium ketiga.
Quartararo menjadi pebalap ketiga termuda yang menjuarai MotoGP pada usia 22 tahun 187 hari saat seri Emilia Romagna bergulir. Juara dunia termuda masih dipegang Marc Marquez pada usia 20 tahun 266 hari, dan juara termuda kedua adalah Casey Stoner pada usia 21 tahun 342 hari.
Sedangkan di kelas elite Grand Prix, Quartararo berada di posisi keenam termuda, di bawah John Surtees (22 tahun 182 hari), dan di atas Valentino Rossi (22 tahun 240 hari). Quartararo juga merupakan pebalap Perancis pertama yang menjuarai MotoGP, serta mengakhiri penantian Yamaha setelah 2015.
Setelah hari ini saya pikir beban menjadi juara dunia akan sepenuhnya hilang dan saya bisa menikmati dua balapan terakhir.
"Ini sangat sulit karena saya melakukan start yang sangat buruk dan saya tidak pernah mengalami start MotoGP jauh di belakang. Saya pikir tekanan ban depan kami naik sangat hangat. Dan ketika saya mengerem, saya berulang kali nyaris kecelakaan, jadi nyaris meraih podium merupakan hari yang luar biasa," ungkap Quartararo seusai balapan.
Pebalap kelahiran Nice itu mengatakan mendapat pengalaman baru menghadapi tekanan persaingan juara pada balapan ini. Dia merasa tidak dalam kondisi terbaik, dan sakit pada lambung sehingga kesulitan untuk makan sebelum balapan.
"Setelah hari ini saya pikir beban menjadi juara dunia akan sepenuhnya hilang dan saya bisa menikmati dua balapan terakhir," ujarnya seperti dikutip Motorsport
Quartararo mengaku sangat bahagia dan kesulitan mengungkapkan dengan kata-kata. Dia tidak berharap suksesnya diperoleh karena Pecco Bagnaia terjatuh, tetapi dia gembira melewati musim yang baik dengan meraih lima kemenangan hingga seri Emilia Romagna, dan banyak podium.
"Saya juga mengerahkan seluruh kemampuan pada akhir balapan untuk finis di podium, tetapi itu sangat sulit dengan ban-ban kami, tetapi saya tidak peduli, kami juara dunia. Saya bisa finis terakhir hari ini dan perasaannya akan tetap sama. Saya dalam momen terbaik dalam karier saya saat ini. Saya bahkan tidak tahu apa yang harus disampaikan. Saya tidak tahu apa yang harus saya ucapkan," pungkas Quartararo.