Terima Gratifikasi, Bekas Kadis Pertanahan DIY Divonis 4 Tahun Penjara
Krido Suprayitno terbukti bersalah menerima gratifikasi terkait penyalahgunaan tanah kas desa.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada mantan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta Krido Suprayitno. Krido terbukti bersalah menerima gratifikasi terkait penyalahgunaan tanah kas desa.
Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Tri Asnuri Herkutanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Rabu (6/3/2024). Selain pidana penjara, hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp 300 juta kepada terdakwa.
Pidana tambahan juga dijatuhkan, yakni perampasan dua buah sertifikat hak milik (SHM) tanah di Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY, atas nama terdakwa. Kedua bidang tanah itu masing-masing luasnya 997 meter persegi dan 811 meter persegi.
Hakim menilai Krido terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sesuai dakwaan kedua dari penuntut umum, yakni Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Pasal itu mengatur tentang gratifikasi bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Adapun pada dakwaan kesatu, yakni Pasal 2 subsider Pasal 3 perundang-undangan yang sama, majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tersebut. Pasal itu mengatur tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan negara.
Krido didakwa menerima gratifikasi dari Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa Robinson Saalino berupa sejumlah uang dan dua bidang tanah di Purwomartani pada 2022 senilai Rp 4,7 miliar. Krido saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY.
Majelis hakim menilai terdakwa seharusnya berpikir ada konflik kepentingan dari pemberian uang dan tanah tersebut. Atau, setidaknya, terdakwa melaporkan pemberian itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, hal itu tak dilakukan terdakwa.
Tanah desa
Berdasarkan catatan Kompas, saat awal kasus ini diungkap oleh Kejaksaan Tinggi DIY, Krido disebut mengetahui perbuatan Robinson yang menggunakan tanah kas desa (TKD) di Desa Caturtunggal, Kabupaten Sleman, seluas 16.215 meter persegi untuk pembangunan hunian. Padahal, perusahaan itu hanya memiliki izin untuk memanfaatkan TKD seluas 5.000 meter persegi.
Selain itu, pembangunan hunian di tanah kas desa oleh PT Deztama Putri Sentosa juga dinilai melanggar aturan. Sebab, Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa melarang penggunaan tanah desa untuk rumah tempat tinggal.
Meski mengetahui pemanfaatan TKD tanpa izin itu, Krido ternyata membiarkan hal tersebut. Padahal, akibat penggunaan TKD di Caturtunggal tanpa izin itu, timbul kerugian negara sebesar Rp 2,952 miliar (Kompas, 18/7/2023).
Usai pembacaan vonis, ketua majelis hakim menanyakan kepada terdakwa apakah menerima atau pikir-pikir atas putusan itu. Setelah berkonsultasi sebentar dengan penasihat hukumnya, Krido menyatakan pikir-pikir.
Adapun jaksa penuntut umum, yang diwakili Nila Maharani, juga menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut terdakwa dihukum 8 tahun penjara.
Secara terpisah, peneliti Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba, meminta jaksa penuntut umum mengajukan banding atas putusan tersebut. Hal ini agar pemidanaan bisa mendekati tuntutan 8 tahun penjara.