Waspadai Iming-iming Rumah Murah di Atas Tanah Kas Desa di DIY
Di tengah tingginya harga rumah di Daerah Istimewa Yogyakarta, muncul iming-iming rumah murah yang dibangun di atas tanah kas desa. Namun, tawaran semacam itu perlu diwaspadai karena legalitasnya dinilai belum jelas.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·7 menit baca
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan di lokasi proyek Ambarrukmo Green Hills di wilayah Nologaten, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (14/9/2022). PT Deztama Putri Sentosa selaku pengembang mengklaim, bangunan di kompleks Ambarrukmo Green Hills merupakan guest house atau penginapan. Namun, dalam iklan di situs properti daring, Ambarrukmo Green Hills disebut sebagai perumahan.
Di tengah tingginya harga rumah di Daerah Istimewa Yogyakarta, muncul iming-iming rumah murah yang dibangun di atas tanah kas desa. Namun, masyarakat perlu mewaspadai tawaran semacam itu karena aspek legalitas yang dinilai belum jelas. Apalagi, ada regulasi yang melarang tanah desa di DIY digunakan untuk rumah.
Sejumlah tukang bangunan tampak sibuk bekerja di lokasi proyek Ambarrukmo Green Hills, Rabu (14/9/2022) pagi. Mereka tengah menyelesaikan pengerjaan beberapa bangunan di proyek yang berada di wilayah Nologaten, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), itu.
Sebagian bangunan di proyek Ambarrukmo Green Hills memang masih dalam tahap pengerjaan. Namun, sebagian lainnya tampak sudah selesai dibangun. Bahkan, ada beberapa bangunan yang diduga telah ditinggali. Hal ini terlihat dari keberadaan mobil yang terparkir di garasi dan berbagai barang yang ada di bagian depan bangunan tersebut.
Dari sisi bentuk, bangunan-bangunan di Ambarrukmo Green Hills mirip dengan rumah tinggal. Berdasarkan iklan di sebuah situs penjualan properti, Ambarrukmo Green Hills juga disebut sebagai perumahan.
TANGKAPAN LAYAR IKLAN AMBARRUKMO GREEN HILLS
Tangkapan layar iklan di situs properti yang menyebut proyek Ambarrukmo Green Hills sebagai perumahan.
Dalam iklan tersebut, bangunan di Ambarrukmo Green Hills ditawarkan seharga Rp 450 juta per unit dengan luas bangunan 65 meter persegi dan luas tanah 60 meter persegi. Bangunan itu disebut memiliki 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 lahan parkir untuk mobil.
Di iklan lain dari situs yang sama, ada yang menawarkan dengan harga lebih murah, yakni Rp 360 juta. Namun, dalam iklan tersebut tercantum keterangan bahwa ”properti ini tidak lagi tersedia”. Sementara itu, dalam sebuah iklan di Facebook, bangunan di proyek tersebut ditawarkan seharga Rp 390 juta.
Harga bangunan di Ambarrukmo Green Hills itu jauh lebih murah dibandingkan dengan harga rumah lain di wilayah Nologaten dan sekitarnya. Sebagai perbandingan, di salah satu situs properti, ada yang menawarkan penjualan sebuah rumah di dekat Nologaten dengan harga Rp 875 juta.
Rumah itu memiliki luas bangunan 65 meter persegi dan luas tanah 75 meter persegi dengan 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. Meski luas dan spesifikasinya tak terlalu berbeda dengan bangunan di Ambarrukmo Green Hills, rumah tersebut dijual dengan harga jauh lebih mahal. Kenapa hal itu bisa terjadi?
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Beberapa bangunan tampak berdiri di lokasi proyek Ambarrukmo Green Hills di wilayah Nologaten, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (14/9/2022).
Jawabannya berkait dengan status tanah tempat rumah itu berdiri. Rumah yang dijual dengan harga Rp 875 juta itu berdiri di atas tanah hak milik pribadi sehingga dilengkapi sertifikat hak milik (SHM). Sementara itu, bangunan di Ambarrukmo Green Hills ternyata dibangun di atas tanah kas desa, bukan tanah hak milik pribadi.
Sorotan
Selama beberapa waktu belakangan, Ambarrukmo Green Hills yang dikembangkan oleh PT Deztama Putri Sentosa juga sedang menjadi sorotan karena ternyata sebagian bangunan di proyek tersebut dibangun di atas tanah kas desa tanpa izin.
Berdasarkan data Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, PT Deztama Putri Sentosa mendapat izin pemanfaatan tanah kas desa milik Desa Caturtunggal di wilayah Nologaten dengan luas sekitar 5.000 meter persegi. Menurut izin yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 43/IZ/2016 itu, tanah kas desa tersebut akan dimanfaatkan untuk area singgah hijau.
Di atas tanah kas desa itulah PT Deztama Putri Sentosa membangun proyek Ambarrukmo Green Hills. Namun, di luar lahan seluas 5.000 meter persegi yang sudah mendapat izin, PT Deztama Putri Sentosa juga mendirikan bangunan di atas tanah kas desa seluas 11.215 meter persegi yang belum mendapat izin.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan pidato dalam rangka sapa aruh atau menyapa warga, Rabu (31/8/2022), di Bangsal Kepatihan, kompleks Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, Sultan menyampaikan pidato berjudul “Memoderasi Budaya, Mengaktualisasi Kalurahan sebagai Gapuraning Mulyapraja”.
Pendirian bangunan tanpa izin di atas tanah kas desa itu membuat Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengirimkan somasi kepada PT Deztama Putri Sentosa. Somasi tertanggal 6 September 2022 itu, antara lain, berisi perintah agar PT Deztama Putri Sentosa menghentikan pembangunan di atas tanah kas desa seluas 11.215 meter persegi di wilayah Nologaten.
”Beberapa waktu yang lalu, Bapak Gubernur telah membuat somasi kepada PT Deztama Putri Sentosa. Somasinya itu berisi agar PT Deztama Putri Sentosa menghentikan segala kegiatan pembangunan pada lokasi 11.215 meter persegi,” kata Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY Adi Bayu Kristanto, Selasa (13/9/2022).
Sultan HB X menyatakan, kegiatan pembangunan tanpa izin di tanah kas desa tersebut harus dihentikan. Raja Keraton Yogyakarta itu menyebut, apabila perusahaan tak mau menghentikan pembangunan, tak menutup kemungkinan kasus tersebut dibawa ke pengadilan.
”Itu, kan, melanggar hukum, tidak ada izin gubernur. Saya minta berhenti. Ya, kalau enggak berhenti ya di pengadilan saja karena memanipulasi,” ungkap Sultan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah di sebuah kompleks perumahan yang berada di lahan dengan status hak pengelolaan (HPL) tanah kas desa di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (3/7/2022).
Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa, Robinson, mengakui, sebagian tanah kas desa yang digunakan untuk Ambarrukmo Green Hills belum ada izinnya. Dia menjelaskan, total luas tanah kas desa yang dipakai untuk proyek itu sekitar 16.000 meter persegi. Dari total luas itu, sekitar 5.000 meter sudah mendapat izin. Adapun sekitar 11.000 meter persegi belum mendapat izin.
Robinson menyatakan, permohonan izin untuk pemanfaatan tanah kas desa seluas 11.000 meter persegi itu sudah diajukan sejak 2019. Namun, izin tersebut belum keluar. ”Yang belum ada izin yang 11.000 meter persegi. Kami sudah mohon maaf kepada Gubernur dan kami mohon petunjuk beliau seperti apa,” ungkapnya.
Itu, kan, melanggar hukum, tidak ada izin gubernur. Saya minta berhenti. Ya, kalau enggak berhenti ya di pengadilan saja karena memanipulasi. (Sultan HB X)
Larangan
Selain masalah pembangunan tanpa izin, Ambarrukmo Green Hills juga disorot karena bangunan-bangunan di proyek itu diiklankan sebagai perumahan. Padahal, Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Desa melarang penggunaan tanah desa untuk rumah tempat tinggal.
Dalam Pasal 59 Pergub DIY Nomor 34 Tahun 2017 disebutkan, setiap pengguna tanah desa dilarang melakukan beberapa hal, termasuk menggunakan tanah desa sebagai rumah tempat tinggal. Pergub itu juga menyebut, tanah kas desa merupakan bagian dari tanah desa sehingga tanah kas desa seharusnya juga tak boleh digunakan untuk rumah.
Pembangunan kompleks perumahan yang menggunakan bekas lahan sawah terus bermunculan, salah satunya terlihat di kawasan Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (4/9/2017). Tingginya kebutuhan akan perumahan membuat praktik alih fungsi lahan sawah terus berlangsung.
Menanggapi hal itu, Robinson mengatakan, Ambarrukmo Green Hills bukan merupakan perumahan. Dia menyebut bangunan-bangunan di Ambarrukmo Green Hills merupakan guest house atau penginapan. ”Kami tidak ada membangun perumahan, kami adanya guest house,” katanya.
Robinson menuturkan, bangunan-bangunan di Ambarrukmo Green Hills juga tidak diperjualbelikan. Namun, pihak lain bisa melakukan investasi untuk membiayai pembangunan guest house tersebut. Nilai investasi untuk setiap unit bangunan sekitar Rp 350 juta.
Para investor yang menanamkan modalnya akan mendapat sharing profit atau pembagian keuntungan dari penyewaan guest house tersebut. ”Sistemnya investasi sharing profit. Kami enggak ada dasarnya jual beli,” tutur Robinson.
Terkait iklan yang menyebut Ambarrukmo Green Hills sebagai perumahan, Robinson mengatakan, iklan itu dibuat oleh pihak lain. ”Yang iklan-iklan itu sudah kami somasi juga. Yang melakukan itu adalah agen-agen di luar kami. Kami sudah beri peringatan dan tegur,” ungkapnya.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Beberapa bangunan tampak berdiri di lokasi proyek Ambarrukmo Green Hills di wilayah Nologaten, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (14/9/2022).
Kewaspadaan
Meski diklaim sebagai guest house, iklan yang menyebut Ambarrukmo Green Hills sebagai perumahan tentu berpotensi mengecoh para konsumen. Apalagi, selama beberapa waktu terakhir, ada sejumlah iklan yang menawarkan rumah murah di DIY yang diduga dibangun di atas tanah kas desa.
Berdasarkan penelusuran di internet, Kompas menemukan iklan perumahan di Sleman yang ditawarkan dengan harga sangat murah. Rumah tipe 36 itu dijual dengan harga Rp 190 juta. Padahal, lokasi rumah itu sangat strategis karena disebut dekat dengan sejumlah perguruan tinggi dan pusat perbelanjaan di Sleman.
Dalam unggahan iklan yang dimuat di Facebook itu, tak ada keterangan soal status lahan rumah tersebut. Namun, di bagian kolom komentar, pemasang iklan menyebut lahan rumah itu merupakan tanah kas desa setelah seorang warganet bertanya.
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DIY Ilham Muhammad Nur menilai, tawaran rumah di atas tanah kas desa muncul karena tingginya harga lahan di DIY. Harga lahan yang mahal itu kemudian membuat sebagian pihak melirik tanah kas desa untuk membangun perumahan.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani memanen padi di sawah yang dikepung perumahan di Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (29/4/2021).
Dengan memanfaatkan tanah kas desa, perusahaan pengembang bisa menawarkan rumah di lokasi strategis dengan harga murah. Namun, Ilham mengingatkan, konsumen yang membeli rumah di atas tanah kas desa tidak memiliki hak milik atas rumah dan lahannya. ”Yang kami khawatirkan adalah hak konsumen. Bisa jadi konsumen memahaminya bahwa dia sudah punya rumah yang menjadi hak milik, padahal belum,” ungkapnya.
Ilham menyebut, rumah yang dibangun di atas tanah kas desa itu tidak bisa menjadi aset yang melekat kepada konsumen. Oleh karena itu, konsumen yang ingin memperoleh aset yang aman disarankan tidak membeli rumah di atas tanah kas desa. ”Bagi saya, kalau konsumen ingin mengamankan aset, sebaiknya tidak berinvestasi di situ,” tuturnya.
Para konsumen juga patut waspada saat membaca iklan rumah murah di internet. Sebab, kebanyakan iklan rumah yang diduga dibangun di atas tanah kas desa itu tidak menyertakan keterangan mengenai status lahan. Oleh karena itu, konsumen harus memastikan status lahan sebelum melakukan transaksi.
Selain kewaspadaan dari konsumen, Pemda DIY juga perlu mempertegas aturan terkait pembangunan rumah di atas tanah kas desa. Jika hal itu memang dilarang, perlu ada tindakan tegas kepada pihak-pihak yang melanggar. Dengan demikian, konsumen benar-benar terlindungi dan tidak dirugikan.