Cegah Korupsi, Pengawasan di Papua Perlu Diperkuat
Peningkatan pengawasan dan sinergi antarlembaga di Papua diharapkan bisa menekan tindakan penyelewengan kekuasaan yang berimbas pada celah praktik korupsi.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Rendahnya integritas penyelenggara pemerintahan daerah di Papua menunjukkan ada kelemahan dalam tata kelola. Dengan demikian, perlu upaya peningkatan pengawasan dan sinergi antarlembaga untuk mengantisipasi tindakan penyelewengan kekuasaan yang berimbas pada celah praktik korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak saat menghadiri acara road to Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 yang berlangsung di Jayapura, Papua, 14-15 November 2023 menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi kerentanan korupsi di sejumlah daerah, termasuk Papua. Dia menyebut perlu ada akselerasi untuk memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan.
”Perlu ada upaya mengakselerasi agenda pencegahan korupsi dengan melengkapi regulasi, memperbaiki sistem, dan melakukan kolaborasi efektif dengan lintas pihak,” kata Johanis di Jayapura, Rabu (15/11/2023).
Jika melihat, indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK di Papua sangat rendah. Nilai indeks survei untuk memetakan risiko korupsi dan kemajuan upaya pencegahan korupsi di lembaga pemerintahan tersebut menujukkan, sebagian besar pemda di Papua berada pada kategori sangat rentan atau berada di bawah nilai 68,0.
Pada 2022, sebanyak 21 dari 25 pemda di Papua (masih termasuk pemda di tiga daerah otonom baru yang telah dimekarkan) berada pada kategori sangat rentan, bahkan Pemerintah Kabupaten Waropen berstatus dengan indeks paling rendah seluruh nasional dengan nilai 45,24. Begitu pun dengan SPI tingkat pemerintah provinsi, juga berada dalam kategori sangat rentan, yakni Papua (66,75) dan Papua Barat (56,41).
Adapun tiga pemda berada di atas indeks 68,0-73,6 atau kategori rentan, yakni Kota Jayapura (70,91), Kabupaten Kepualuan Yapen (68,33), dan Kabupaten Lanny Jaya (68,15). Namun, ketiga daerah tersebut masih berada di bawah rata-rata nasional, yakni 71,94.
Penjabat Gubernur Papua M Ridwan Rumasukun mengatakan, perbaikan sistem dan sinergi atarpihak akan terus diupayakan untuk mendukung pencegahan dan pemberatasan korupsi di Papua. Bertepatan dengan acara road to Hakordia 2023 tersebut, Ridwan mengukuhkan Forum Penyuluh Antikorupsi Papua periode 2023-2025.
Menurut Ridwan, upaya edukasi tentang antikorupsi perlu dilakukan secara menyeluruh dan lintas elemen. Hal ini penting untuk mewujudkan misi Papua bangkit, mandiri, serta sejahtera yang berkeadilan.
Indeks integritas Papua bisa memengaruhi segala aspek pembangunan di Bumi Cenderawasih tersebut. Dalam catatan Badan Pusat Statistik, pada 2022 angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua (61,39 persen) dan Papua Barat (65,89 persen) masih berada di bawah rata-rata nasional (72,91 persen). Angka di dua provinsi Pulau Papua tersebut bahkan seakan tertinggal sedekade dengan IPM di kawasan barat Indonesia pada 2012, misalnya Jawa Barat (67,32 persen).
Sinergi pengawasan
Dalam rangka memperkuat pengawasan, KPK mendorong percepatan implementasi nota kesepahaman (MoU) antara aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dan aparat penegak hukum (APH). Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko mengungkapkan, pihaknya turut menjalankan tugas KPK dalam koordinasi dan supervisi, termasuk mempercepat implementasi MoU yang telah ditandatangani sejak Januari 2023 tersebut.
Dalam MoU yang berisi delapan pasal tersebut, APIP yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Inspektorat di tingkat lembaga/kementerian dan pemda akan berkaloborasi dalam mengawasi peyelenggaraan pemerintahan bersama APH, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Dalam penanganan aduan atau laporan penyelenggaraan pemerintahan, APIP berwewenang dalam pelanggaran administrasi. Sementara APH akan bertindak ketika adminitrasi tidak dalam diselesaikan di APIP karena di dalamnya ditemukan unsur pidana.
Karena ini masih baru, jadi belum ada anggarannya sehingga sosialisasi dari pusat ke daerah belum menyeluruh. Tahun depan kami akan coba untuk menyelesaikannya (sosialisasi ke daerah).
Namun, menurut Didik, notakesepahaman tersebut belum sepenuhnya berjalan maksimal. ”Karena ini masih baru, jadi belum ada anggarannya sehingga sosialisasi dari pusat ke daerah belum menyeluruh. Tahun depan, kami akan bantu coba untuk menyelesaikannya (sosialisasi ke daerah),” ujarnya.
Akademisi Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra, yang turut hadir dalam acara Hakordia 2023 di Jayapura, mengungkapkan, notakesepahaman APIP dan APH merupakan jalan perbaikan sistem dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. Pengawasan secara adminitratif menjadi fungsi pencegahan sejak awal sebelum masuk ke pidana.
Menurut Wiryawan, notakesepahaman ini akan memberi kepastian hukum serta koordinasi yang jelas bagi aparatur dalam melakukan tugas pengawasan. Hal ini juga akan menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik jika APIP menjalankan fungsinya dengan baik.
”Jika langkah pencegahan telah baik dilaksanakan oleh APIP, saya pikir good governance terwujud. Tapi, perlu ingat, (good governance terwujud) sepanjang APIP tidak diintervensi,” ujarnya.