Pelangi Harapan di Ujung Utara Papua
Ekspedisi Kebangsaan Kepulauan Mapia 2023 menjadi sarana bagi negara untuk hadir di kepulauan terluar di utara Papua. Beragam asa warga mengemuka agar wilayahnya terlepas dari keterisolasian.
Hujan baru saja reda seusai membasahi dermaga Pulau Brasi, Kampung Mapia, Kabupaten Supiori, Papua, Selasa (12/9/2023) pagi. Mentari yang perlahan muncul seketika menghadirkan lengkung warna-warni membujur ke sisi batas cakrawala di ujung utara perairan Kepulauan Papua ini.
Jakson (9) dan kawan-kawannya yang mengenakan seragam putih merah berjalan mendekati ujung dermaga. Mata anak-anak Kepulauan Mapia ini berbinar menyaksikan keindahan pelangi yang mengiringi kedatangan kapal rumah sakit, KRI dr Wahidin Sudirohusodo. Sesaat setelah kapal itu merapat ke dermaga, perhatian anak-anak itu tertuju pada bantuan sosial dalam kantong dan kardus yang dibawa turun dari kapal.
Baca juga: Bansos dan Pemberdayaan Jangkau Masyarakat di Pulau Terluar Mapia Papua
”Kata bapak guru, ada ibu menteri datang bawa hadiah buat kami, tapi belum tahu hadiahnya apa,” kata Jakson.
KRI dr Wahidin Sudirohusodo membawa rombongan Kementerian Sosial yang melaksanakan Ekspedisi Kebangsaan Kepulauan Mapia 2023. Sejumlah bantuan sosial disalurkan kepada 79 keluarga di Kepulauan Mapia.
Kehadiran Menteri Sosial Tri Rismaharini yang memimpin ekspedisi itu, ikut mengantarkan Jakson dan kawan-kawannya kembali ke sekolah yang berjarak 400 meter dari ujung dermaga. Wajah anak-anak itu semringah melihat Risma mulai membagikan sepatu di SDN Kecil Mapia.
Baca juga: Inilah Maknanya Kedatangan ke Pulau-pulau Terluar...
Senyum mereka seakan menular ke para orangtua yang menyaksikan dari sisi luar halaman sekolah. Raut wajah senang terpancar melihat anak-anak mereka bisa mendapatkan barang langka yang biasanya hanya ditemui saat melintasi lautan 300-an kilometer menuju daratan Pulau Biak.
”Jujur saja, terakhir kali ke kota (Biak) itu sekitar enam bulan lalu. Kalau ke sana harus cukup uang juga bayar kos, untuk tinggal sambil tunggu kapal tiap dua minggu. Jadi, kalau ke sana (untuk belanja), harus sekalian berjualan juga,” ujar Linda Yawan (44), warga yang berprofesi sebagai penjual kopra.
Baca juga: Jaringan Listrik Menjangkau Warga Pulau-pulau Kecil di Kepri
Terisolasi
Selama ini masyarakat Mapia hidup dalam keterisolasian. Kepulauan Mapia berada paling utara di Papua serta berstatus wilayah terluar Indonesia di Samudra Pasifik, yang berbatasan dengan negara Palau.
Akses transportasi ke ibu kota kabupaten di kota Sorewinderi atau ke Kota Biak hanya melalui jalur laut dengan waktu perjalanan satu-dua hari. Mereka biasanya menggunakan kapal perintis KM Sabuk Nusantara yang tersedia sekali dalam dua minggu.
”Ada dua kapal tiap dua minggu. Dulu, sebelum ada Tol Laut (KM Sabuk Nusantara), menunggu masyarakat kapal 3-6 bulan sekali,” ujar Kepala Kampung Mapia Cendra Mnsen.
Ekspedisi Kebangsaan Kepulauan Mapia 2023 membawa dua bantuan utama untuk memenuhi kebutuhan dasar, yakni listrik dan air bersih. Sebelumnya, untuk kebutuhan air bersih, masyarakat hanya mengandalkan air tadah hujan. Kini, dengan bantuan peralatan penyulingan air laut menjadi air tawar, air bersih bisa dinikmati warga sepanjang tahun.
Jujur saja, terakhir kali ke kota (Biak) itu sekitar enam bulan lalu. Kalau ke sana harus cukup uang juga bayar kos, untuk tinggal sambil tunggu kapal setiap dua minggu. Jadi, kalau ke sana (untuk belanja), harus sekalian berjualan juga.
Selain itu, kini masyarakat bisa kembali merasakan listrik dengan panel surya. ”Kami sekarang bisa lagi merasakan listrik. Selama tiga tahun ini kami hidup dalam kegelapan setelah alat PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) kami rusak,” ujar seorang warga, Simon Barito (35).
Baca juga: Sebagian Pulau Galang Belum Terjangkau Listrik
Selain memberikan bantuan sosial berupa barang, Kemensos juga memberikan bantuan pemberdayaan agar masyarakat bisa memenuhi sebagian kebutuhannya secara mandiri. Dengan demikian, masyarakat Mapia tidak perlu lagi mengeluarkan waktu dan uang lebih untuk keluar pulau demi membeli kebutuhan pokok.
Bantuan mesin untuk memproduksi minyak kelapa, misalnya, bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dengan memanfaatkan kelapa yang banyak tumbuh di sekitar pulau. Selain itu, bantuan bibit sayur dan buah serta ayam petelur.
”Dengan bantuan yang ada, diharapkan masyarakat dapat mandiri memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri, tutur Risma.
Baca juga : Menanti Revolusi Pelayanan Listrik
Di luar beragam bantuan yang diberikan, warga berharap pemerintah juga membantu pemasaran sejumlah komoditas yang dihasilkan warga.
Keterbatasan infrastruktur kesehatan juga dikeluhkan warga. Di Kepulauan Mapia ada satu puskesmas pembantu (pustu). Namun, kondisi bangunan panggung berdinding kayu dan lantai papan tersebut tampak sudah tidak layak lagi. Plafon atap dari tripleks semakin hancur, lantai papan pun lapuk. Bahkan, beberapa sisi lantai telah ambruk.
Di sisi lain, sejumlah alat kesehatan belum memadai di sana. Susanti Arrajab, seorang bidan di Pustu Kampung Mapia, mengatakan, pernah beberapa kali mengajukan kepada Pemerintah Kabupaten Supiori Barat untuk perbaikan fasilitas dan pengadaan alat kesehatan (alkes). Namun, hal tersebut belum dipenuhi.
”Ada beberapa alkes yang kami minta sejak beberapa tahun lalu. Selain obat-obatan di sini hanya ada tensimeter manual,” katanya.
Baca juga : Menyaksikan Nasib Ibu Hamil di Pulau Terluar
Harapan akan perbaikan di bidang pendidikan juga disampaikan guru di Mapia. Mereka berharap pemerintah memfasilitasi agar anak-anak di Mapia dapat melanjutkan pendidikan setinggi mungkin.
Yustinus Kiambo, guru SDN Kecil Mapia, mengatakan, keinginan anak Mapia melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya sangat tinggi. Setelah lulus SD, orangtua rela melepaskan anaknya dan tinggal secara indekos untuk melanjutkan SMP di Pulau Biak.
”Tiap tahun ada 4-5 anak lulusan SD sini dan selalu lanjut SMP di Biak. Jika tidak bisa membantu perbaikan sekolah, kami hanya berharap pemerintah bisa membantu tempat tinggal, seperti mes, sehingga bisa menjadi tempat tinggal bersama, bahkan sampai SMA mereka di Biak,” kata Yustinus sambil menunjukkan bangunan sekolah yang hanya bisa menggunakan tiga dari enam ruang kelas yang ada.
Tugas pemda
Saat menemui masyarakat Mapia, Mensos Risma mengatakan, pemerintah harus memperhatikan semua kebutuhan warganya tanpa kecuali. Dia berharap pada pemerintah daerah setempat bisa memenuhi permintaan, khususnya berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Tiap tahun ada 4-5 anak lulusan SD sini dan selalu lanjut SMP di Biak. Jika tidak bisa membantu perbaikan sekolah, kami hanya berharap pemerintah bisa membantu tempat tinggal, seperti mes, sehingga bisa menjadi tempat tinggal bersama, bahkan sampai SMA mereka di Biak.
”Untuk pendidikan, sepertinya pemda bisa membantu. Misalnya dengan menggunakan rumah-rumah dinas atau aset bangunan lain yang tidak terpakai milik pemda untuk tempat tinggal anak sekolah,” ujar Risma.
Adapun Asisten I Bupati Supiori, Henky Mandodosir, yang ikut menemani Risma menyatakan sudah mencatat berbagai masukan dan permintaan dari masyarakat Mapia.
Namun, dia tidak memungkiri, karena keterbatasan anggaran, sejak dulu Pemkab Supiori kesulitan untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat Mapia.
”Termasuk untuk pendidikan tadi, ini akan kami pertimbangkan masukan dari Bu Menteri soal tempat tinggal. Tapi yang menjadi kendala, hampir semua anak di sini, bersekolah di wilayah administatatif Biak Numfor, bukan Supiori. Tapi ini akan tetap kami sampaikan lagi kepada bupati, untuk dikoordinasikan lagi,” ucap Hengky.
Kehadiran pemerintah pusat dan pemda yang memberikan bantuan sosial serta stimulan untuk pemberdayaan sangat berarti bagi warga Mapia. Negara yang semakin hadir dalam memenuhi kebutuhan dasar, kian didamba warga di kepulauan terluar di utara Papua itu.