Korporasi Harus Turut Andil dalam Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Kalimantan
Kawasan rentan gambut terbakar sebagian besar berada di wilayah korporasi. Perlu komitmen korporasi untuk bisa menjaganya agar tidak terbakar. Selain itu, penegakan hukum juga harus dijunjung tinggi.
KALIMANTAN, KOMPAS — Korporasi harus ikut andil dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Selama ini wilayah gambut rentan masuk dalam perizinan korporasi hingga proyek pemerintah. Perlu penindakan tegas pemerintah, juga kesadaran korporasi untuk menjaga gambut rentan yang masuk dalam kawasan perizinan.
Dari sisi sejarah, gambut terbakar tidak hanya di wilayah perladangan masyarakat, tetapi juga wilayah korporasi. Pantau Gambut bahkan mengeluarkan analisis satelit di mana wilayah rentan terbakar justru lebih banyak di wilayah korporasi.
Pantau Gambut mencatat, kesatuan hidrologis gambut (KHG) seluas 16,4 juta hektar rentan terbakar di seluruh Indonesia. Di Kalimantan, dari total KHG seluas 8.030.733,38 hektar, 1.882.118,2 hektar di antaranya sangat rentan terbakar atau masuk dalam kategori risiko tinggi, sementara risiko sedang seluas 3.834.916,28 hektar. Kalimantan Tengah menempati urutan pertama lahan gambut paling rentan terbakar di seluruh Indonesia.
Baca juga: Siaga Darurat Karhutla, Gambut Diprioritaskan Dijaga
Adapun lebih dari setengah total area rentan terbakar tersebut berada pada wilayah konsesi beserta area penyangganya (buffer zone). Perusahaan dengan hak guna usaha (HGU) perkebunan dan hutan kayu (IUPHHK) mendominasi area yang rawan terbakar.
Dari data yang sama, luas area konsesi pada wilayah yang sangat rentan (high risk) di Kalimantan mencapai 827.554,02 hektar dengan dominasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Koordinator Nasional Pantau Gambut Iola Abas menjelaskan, pemahaman pemerintah sebagai pemberi izin itu hanya pada upaya penanggulangan tetapi tidak pada upaya pencegahannya. Bicara pencegahan tentunya harus melihat kembali ke belakang, dari sejarah penyebab mayoritas kebakaran hutan dan lahan sebenarnya datang dari wilayah korporasi.
”Apakah ada izin-izin yang lolos dengan mulus tanpa ada evaluasi yang benar, harus ada kebijakan yang dievaluasi juga, tentunya disertai tindakan tegas, penegakan hukumnya sehingga berefek jera (untuk korporasi),” ucap Iola, Senin (10/7/2023).
Baca juga: Transparansi Pencabutan Izin Konsesi Dipersoalkan
Iola menambahkan, wilayah KHG tidak hanya dibebani izin korporasi, tetapi juga program dan proyek pemerintah, seperti program food estate yang menggunakan lahan sejuta hektar tahun 1997 silam.
Hasil analisis Pantau Gambut terhadap luasan area terbakar di gambut selama periode 2015–2019 menunjukkan, dari total 1,4 juta hektar gambut yang terbakar, sebanyak 70 persen atau sekitar 1,02 juta hektar berada di dalam area konsesi.
Rinciannya, sebanyak 580.764,5 hektar di atas kawasan hak guna usaha (HGU), 168.988,1 hektar ditemukan di kawasan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman industri (IUPHHK-HTI), 83.575,6 hektar di atas kawasan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-restorasi ekosistem (IUPHHK-RE), dan 187.047,9 hektar di atas kawasan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam (IUPHHK-HA).
Korporasi terutama industri ekstraktif, kata Iola, membuat kanal yang menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar. ”Merusak gambut itu mudah, seminggu dibuka langsung rusak, tetapi memulihkannya butuh ribuan tahun,” ucapnya.
Di Kalimantan Tengah, Pelaksana Tugas Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizki Badjuri juga mengingatkan korporasi untuk bisa bekerja sama mencegah terjadinya kebakaran dengan cara menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Hal itu dilakukan dan ditekankan ke seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah.
Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalteng Rizky Djaya mengungkapkan, pemerintah bersama pengusaha kelapa sawit, khususnya, sedang berupaya untuk menata kembali perkebunan. Pencegahan kebakaran hutan dan lahan tentunya menjadi salah satu fokus yang dibahas.
”Kami ini mengikuti aturan main yang dibuat pemerintah, kami pasti patuh,” ujarnya.
Baca juga: Siap Siaga Sebelum El Nino
GAPKI Kalsel bahkan melakukan apel bersama di areal kebun sebagai bentuk komitmen mereka mencegah kebakaran hutan dan lahan, pada Senin (26/6/2023) lalu. Wakil Ketua Umum III GAPKI Satrija Budi Wibawa mengatakan, semua anggota GAPKI telah diimbau untuk menyiapkan sarana prasarana dalam rangka mengantisipasi kebakaran lahan pada musim kemarau tahun ini. Terlebih, tahun ini diprediksi terjadi lagi fenomena El Nino, yang akan membuat kondisi kemarau menjadi lebih kering dan berpotensi meningkatkan kejadian karhutla.
”Kami belajar dari pengalaman kebakaran besar tahun 2015 dan 2019, yang juga dipicu oleh fenomena El Nino. Karena itu, kami benar-benar mengimbau kepada semua anggota GAPKI untuk mengantisipasi kejadian kebakaran lahan,” katanya.
Komitmen korporasi untuk tidak melakukan pembakaran juga dilakukan oleh PT ITCI Hutani Manunggal yang wilayahnya saat ini sedang dibangun Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Humas PT ITCI Hutani Manunggal sektor Trunen Hasanuddin mengatakan, dalam menjalankan bisnis, perusahaan tersebut memang berkomitmen tak melakukan pembakaran di dalam konsesi, termasuk dalam membuka lahan. Beberapa kali insiden kebakaran, ujar Hasanuddin, akibat api yang bersumber dari luar perusahaan, salah satunya membakar sampah dan lahan.
Untuk itu, perusahaan bekerja sama dengan warga dan pemerintah setempat membentuk masyarakat peduli api atau MPA. Terdapat empat MPA yang dibentuk oleh PT ITCI Hutani Manunggal di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, yakni di Kelurahan Pemaluan, Desa Bumi Harapan, Karang Jinawi, dan Tengin Baru.
Selain pelatihan dan sosialisasi untuk tak menimbulkan api kepada warga, perusahaan memberi bantuan berupa tandon, mesin pompa air untuk memadamkan api, cangkul, sekop, dan alat lain.
”Hampir 10 tahun tak pernah ada kebakaran hutan dan lahan di konsesi ITCI Hutani Manunggal sektor Trunen. Kecuali, tahun 2015, api menjalar dari luar konsesi yang disinyalir akibat aktivitas warga membakar. Sebab, perusahaan standar operasinya membuka lahan secara manual,” kata Hasanuddin.
Baca juga: Hadapi El Nino, Otoritas IKN Antisipasi Kebakaran Hutan
Selain komitmen, penegakan hukum dinilai juga perlu dilakukan secara tegas. Gubernur Kalbar Sutarmidji menuturkan, dari arahan Presiden, ada dua yang paling penting, yaitu solusi permanen dan penegakan hukum. Solusi permanen bisa dengan adanya percontohan-percontohan pengolahan lahan gambut tanpa bakar untuk pertanian, misalnya di Kelurahan Siantan Hilir, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, untuk pengembangan pertanian lidah buaya (Aloe vera) dan aneka sayur-mayur.
Terkait penegakan hukum, Pemerintah Provinsi Kalbar serta Polri bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah berkolaborasi dalam penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan secara tegas. Pada 2019, pemerintah memberi sanksi administrasi kepada 20 korporasi, penyegelan 67 korporasi, surat peringatan Gubernur Kalbar kepada 157 korporasi, dan sanksi pidana kepada lima kasus perorangan.
Dalam upaya penegakan hukum itu juga dilakukan dengan pemberian keterangan ahli oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam penyidikan kebakaran hutan dan lahan 26 kasus perseorangan.
Kemudian, pada 2022 upaya penegakan hukum juga melalui surat peringatan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar kepada 98 korporasi. Selain itu, pada tahun 2023, pemberian keterangan ahli oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar dalam penyidikan karhutla terhadap dua kasus perseorangan.
Penegakan hukum dianggap perlu dilakukan untuk menjaga lahan gambut. Karena, kebijakan untuk merestorasi saja tidak cukup. Karena itu, perusahaan-perusahaan yang masih berpandangan untuk memangkas biaya produksi dengan membakar lahan harus ditindak.
Baca juga: Peladang Kalteng Minta Pemerintah Tegas Soal Larangan Membakar Lahan