Penganiayaan oleh Anak Pejabat, Hedonisme, dan Kejahatan di Baliknya
Penganiayaan oleh Mario Dandy (20) belum selesai diadili. Kini, muncul penganiayaan oleh anak pejabat Polda Sumut, Aditya Hasibuan (19). Keduanya punya benang merah, terbongkarnya kejahatan dibalik arogansi anak pejabat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Kasus penganiayaan keji oleh Mario Dandy Satrio (20), anak pejabat Kementerian Keuangan, belum selesai diadili. Kini, muncul kasus penganiayaan oleh anak pejabat Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Aditya Hasibuan (19). Keduanya punya benang merah, yakni terbongkarnya dugaan kejahatan sang ayah di balik arogansi dan gaya hidup hedonisme sebagai anak pejabat.
Setelah kasus penganiayaan oleh Aditya terungkap, satu per satu dugaan kejahatan yang dilakukan ayahnya, Ajun Komisaris Besar Achiruddin Hasibuan terungkap. Polisi menggeledah rumah mewah milik Achiruddin. Di dekat rumahnya ditemukan gudang yang diduga tempat penimbunan bahan bakar minyak solar bersubsidi.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mencium adanya transaksi tidak wajar senilai puluhan miliar rupiah di rekening bank Achiruddin dan anaknya. Kasus terkait Achiruddin kini tidak hanya ditangani Kepolisian Daerah Sumut, tetapi mendapat perhatian khusus dari Komisi Kepolisian Nasional, PPATK, Komisi Pemberantasan Korupsi, hingga Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
Penganiayaan yang dilakukan oleh Aditya terhadap temannya, Ken Admiral, sebenarnya terjadi pada akhir Desember 2022. Namun, penanganannya mandek selama empat bulan di Kepolisian Resor Kota Besar Medan. Kasus itu baru mendapat perhatian setelah video penganiayaan tersebar di media sosial pada Selasa (25/4/2023) sore.
Dalam video itu, Aditya tampak menendang, memukul, dan meludahi Ken yang terkapar di lantai. Achiruddin malah tampak berdiri menyaksikan dan membiarkan anaknya menganiaya Ken. Dia juga melarang seseorang yang hendak menghentikan penganiayaan itu. Penganiayaan terjadi di depan rumah mewah Achiruddin di Jalan Karya Dalam, Medan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Komisaris Besar Sumaryono mengatakan, penyidikan kasus penganiayaan yang dilakukan Aditya terus berjalan. Mereka juga sudah memeriksa Achiruddin untuk meminta keterangan tentang penganiayaan itu.
Achiruddin juga sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Pembinaan dan Operasional di Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut. Dia ditahan di rumah tahanan khusus Profesi dan Pengamanan Polda Sumut.
Sumaryono mengatakan, Aditya dan Ken sebelumnya sudah saling kenal. Kasus penganiayaan itu bermula dari obrolan mereka melalui pesan singkat tentang seorang teman perempuan mereka. Mereka berselisih lalu bertemu di sebuah SPBU di Jalan Gagak Hitam/Ringroad, Medan, pada 21 Desember 2022 pukul 22.00.
Setelah bertemu, Aditya memukul Ken sebanyak tiga kali di bagian pelipis. Dia juga menendang kaca spion mobil korban dan pergi.
Selanjutnya, pada dini hari sekitar pukul 02.30, Ken datang bersama temannya menemui Aditya di rumahnya. Kedatangan Ken ke rumah Aditya berujung pada penganiayaan tersebut.
Dugaan kejahatan lain
Dari kasus penyelidikan kasus penganiayaan itu, terkuak dugaan kejahatan lain yang diduga dilakukan Achiruddin, ayah Aditya. Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut juga turun menggeledah gudang yang diduga tempat penimbunan solar bersubsidi di dekat rumah Achiruddin.
“Penyidik masih mendalami kepemilikan dan status gudang solar itu,” kata Hadi.
Di gudang itu terdapat dua tangki minyak berkapasitas 16.000 liter dan sejumlah drum besi dan plastik. Penyidik dan perwakilan PT Pertamina Wilayah Sumatera Bagian Utara telah menggeledah gudang tersebut dan memanggil sejumlah saksi untuk penyelidikan lebih lanjut. Penyelidikan dilakukan untuk melihat apakah ada pembelian dan penimbunan solar bersubsidi dan menjualnya dengan harga non subsidi.
PPATK juga mencium dugaan pencucian uang pada transaksi keuangan di rekening bank milik Achiruddin dan anaknya. Ada transaksi puluhan miliar rupiah yang dinilai tidak sesuai dengan profil Achiruddin. Oleh karena itu, PPATK memblokir rekening Achiruddin dan anaknya untuk mendalami dugaan pencucian uang itu.
“Ada indikasi tindak pidana pencucian uang dari dua rekening itu,” kata Humas PPATK Natsir Kongah.
Besaran perputaran uang di kedua rekening tersebut tidak wajar. PPATK sedang melakukan analisis transaksi keuangan di kedua rekening itu. Natsir menyebut, analisis transaksi keuangan di rekening Achiruddin sudah dilakukan PPATK sebelum kasus penganiayaan itu mencuat ke publik.
Pemerintah dan Markas Besar Polri tidak akan membiarkan tindakan kekerasan dan kejahatan terjadi, apalagi dilakukan pejabat negara atau keluarganya.(Mahfud MD)
Transaksi puluhan miliar itu memang janggal jika dibandingkan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan Achiruddin ke KPK pada 2021 yakni sebesar Rp 467 juta. Mobil Jeep Rubicon dan motor Harley Davidson yang pernah dipamerkan Achiruddin di media sosialnya tidak dilaporkan dalam LHKPN itu. Demikian juga dengan rumah mewah yang dia tempati di Jalan Karya Dalam.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, mereka akan membentuk tim untuk mengklarifikasi LHKPN yang dilaporkan oleh Achiruddin. Dia menyebut, KPK saat ini masih dalam tahap pengumpulan data. Mereka antara lain sudah mengecek tanda nomor kendaraan motor gede milik Achiruddin. Namun, nomor kendaraan itu ternyata bodong.
Tindak tegas
Kasus Achiruddin dan penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya itu juga mendapat perhatian dari Menkopolhukam Mahfud MD. Dia menyebut, tidak ada kasus yang bisa ditutupi dari publik. “Saya sudah mengirim tim ke sana,” kata Mahfud kepada wartawan, di Jakarta.
Mahfud menyebut, Polda Sumut telah mengambil langkah tepat dengan menahan Aditya dan Achiruddin serta menindaklanjuti temuan-temuan lain selain kasus penganiayaan. Pemerintah dan Markas Besar Polri tidak akan membiarkan tindakan kekerasan dan kejahatan terjadi, apalagi dilakukan pejabat negara atau keluarganya.
Elvi, ibu Ken, sangat berterima kasih karena kasus penganiayaan anaknya akhirnya bisa diproses hukum di Polda Sumut setelah empat bulan mandek di Polrestabes Medan. ”Kami bermohon ke Polda Sumut sampai akhirnya kasus ini bisa diproses,” kata Elvi.
Elvi mengungkapkan, setelah mendapat penganiayaan, anaknya dirawat di rumah sakit karena mengalami luka di pelipis. Hingga kini, penglihatan Ken masih terganggu. Dia masih sering merasakan denyut di mata. Dia juga sangat silau jika melihat sinar matahari atau cahaya terang.
Selain luka fisik, Ken juga mengalami trauma psikis akibat penganiayaan itu. Dia mengalami trauma jika bertemu orang lain. Ken juga malu setelah video penganiayaan dirinya tersebar di media sosial.
Setelah dirawat di rumah sakit, Ken kembali ke Manchester, Inggris, untuk melanjutkan studinya di sana. Ken baru pulang ke Medan dalam beberapa hari ini.
Elvi menyebut, Achiruddin sempat mendatangi mereka untuk meminta damai beberapa hari setelah penganiayaan. Namun, Achiruddin disebut tidak ada niat baik dan malah menyampaikan kata-kata kasar kepada mereka.
Elvi berharap kasus itu bisa terus diproses hukum sampai di pengadilan. Kasus penganiayaan oleh anak pejabat seharusnya menjadi pelajaran untuk menghentikan arogansi pejabat maupun keluarganya. Arogansi dan hedonisme keluarga pejabat akan membongkar kejahatan di belakangnya…