Otorita IKN Rancang Payung Hukum Pemajuan Kearifan Lokal
Otorita IKN sedang merancang payung hukum untuk pengakuan, perlindungan, dan pemajuan kearifan lokal yang pernah eksis di ibu kota baru. Di sisi lain, masyarakat meminta pemerintah juga mengakui masyarakat adat di IKN.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Otorita Ibu Kota Nusantara atau IKN tengah merancang payung hukum pengakuan, perlindungan, dan pemajuan kearifan lokal masyarakat yang pernah eksis di ibu kota baru. Menurut rencana, bentuknya berupa peraturan Kepala Otorita IKN. Di sisi lain, masyarakat meminta pemerintah mengidentifikasi dan selanjutnya mengakui masyarakat adat di sekitar IKN.
Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN Myrna Asnawati Safitri mengatakan, pihaknya saat ini sedang menyiapkan payung hukum tersebut. Berdasarkan pemantauan Otorita IKN di Kecamatan Sepaku, titik mula pembangunan IKN, banyak pengetahuan tradisional yang unik dan penting, tetapi sudah tidak dijalankan lagi oleh masyarakat.
Menurut dia, Peraturan Kepala Otorita IKN yang sedang disiapkan itu akan berfokus pada pengakuan, perlindungan, dan pemajuan kearifan lokal. Ia menekankan, kearifan lokal masyarakat itu nantinya bukan hanya diakui. Tujuannya pun bukan untuk konservasi, melainkan pemajuan dan revitalisasi kearifan lokal.
”Ini saya baru selesai mengedit rancangannya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah bisa dikeluarkan,” kata Myrna saat wawancara melalui zoom dengan Kompas, Selasa (4/4/2023).
Myrna belum bisa menjawab kapan Peraturan Otorita IKN ini selesai. Saat ini pihaknya masih menggodok rancangannya di tingkat internal. Setelah itu beres, Otorita IKN akan mengadakan konsultasi publik dan membahasnya dengan lembaga/kementerian terkait. Ia berharap, payung hukum ini bisa melindungi masyarakat setempat beserta kearifan lokalnya.
Masyarakat adat
Salah satu kelompok masyarakat yang disebut menjadi penghuni lama di wilayah IKN adalah suku Balik dan suku Paser. Namun, selama ini kelompok tersebut belum diakui sebagai masyarakat adat. Penyebab utamanya lantaran pemerintah daerah belum pernah melakukan identifikasi masyarakat adat di Kabupaten Penajam Paser Utara, tempat IKN dibangun pertama kali.
Penari tradisional ronggeng balik, Yati Dahlia (32), berharap pemerintah melakukan identifikasi dan pengakuan masyarakat adat di sekitar IKN. Ia juga berharap pemerintah punya program khusus bagi kelompok masyarakat yang turun-temurun sudah tinggal di wilayah IKN.
”Saya berharap kami dibuatkan satu kampung dengan fasilitas yang baik, seperti kesehatan, pendidikan, dan juga persampahan. Di sana kami ingin ada rumah adat sebagai pusat kegiatan bersama,” kata Yati.
Roedy Haryo Widjono, budayawan sekaligus peneliti di Nomaden Institute Cross Cultural Studies, menilai pembangunan di wilayah Sepaku sejak Indonesia merdeka tak memiliki strategi kebudayaan. Misalnya, di tahun 1970-an, pemerintah memberi izin kepada perusahaan hutan tanaman industri di Sepaku. Luas lahan yang dikelola puluhan tahun oleh swasta itu lebih dari 200.000 hektar.
Akibatnya, pengetahuan tradisional berupa ladang bergilir dan sistem lumbung pangan kini sirna. Itu disebabkan warga di sekitar hutan tanaman industri tak boleh lagi membakar untuk membuka lahan. Padahal, warga sudah berpengalaman puluhan bahkan ratusan tahun membakar lahan dan terhindar dari kebakaran hutan.
Cara hidup yang lebih egaliter, seperti menggunakan lahan bersama-sama, kini sudah tak ada, hilang menjadi melulu transaksional. (Roedy Haryoo Widjono)
Menurut Roedy, itu berdampak terhadap banyak hal, terutama ruang hidup dan cara hidup masyarakat lokal. ”Setidaknya di daerah Penajam Paser Utara itu saat ini ada sekitar 14 padi endemik yang hilang. Cara hidup yang lebih egaliter, seperti menggunakan lahan bersama-sama, kini sudah tak ada, hilang menjadi melulu transaksional,” katanya.
Roedy berharap pembangunan IKN ini tak memperpanjang kebijakan yang menyingkirkan masyarakat adat tersebut. Menurut dia, kota yang dirancang sebagai kota dunia itu akan sia-sia jika masyarakat di sekitarnya tak dihargai.