Sejumlah Kejanggalan di Balik Kasus Ibu Muda di Jambi
Ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus yang menerpa YSA (21) dan anak-anak di sebuah kampung di Kota Jambi. Aparat penegak hukum didesak untuk memberi porsi berimbang dalam penanganannya.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS —Sejumlah kejanggalan didapati dalam penanganan kasus yang melibatkan YSA (21) dan anak-anak pada sebuah kampung di Kota Jambi. Aparat penegak hukum didesak untuk memberi porsi berimbang dalam penanganannya.
Kuasa hukum YSA dan juga aktivis Lembaga Bantuan Hukum Ara, Eli Ningsih, menyebut ada sejumlah kejanggalan dalam kasus yang menerpa kliennya. Pertama, YSA telah mengadukan pemerkosaan yang dialaminya kepada Kepolisian Resor Kota Jambi pada Jumat lalu. Oleh penyidik, YSA lalu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk menjalani visum.
”Namun, anehnya, visum yang dilakukan hanya pada bagian atas tubuh. Sementara organ vitalnya tidak ikut divisum,” kata Eli, Jumat (10/2/2023).
Pihaknya sempat mempertanyakan hal itu. Petugas di rumah sakit beralasan sedang tidak ada dokter spesialis terkait sehingga pemeriksaan tidak dapat dilakukan. Karena pihaknya memprotes hal tersebut, visum akhirnya dilakukan kembali tiga hari kemudian, yakni pada Senin (6/2/2023).
”Kami khawatir apakah visum yang baru dilakukan tiga hari setelah peristiwa pemerkosaan terjadi dapat memberikan hasil yang tepat,” ujarnya.
Kejanggalan lain yang didapati pihaknya soal tuduhan YSA menyimpan video porno dalam ponselnya. Menurut Eli, ponsel yang diperiksa oleh penyidik adalah milik suami YSA, yakni Afriyanto. Adapun ponsel YSA masih ada di rumah orangtuanya.
”Ponsel yang berisi video-video porno itu bukan miliknya,” ujarnya.
Ia melanjutkan, kasus tersebut lambat berproses. Kondisi itu berbanding terbalik dengan kasus kedua, yakni kasus pencabulan yang menyeret YSA kini menjadi tersangka.
Sebelumnya diberitakan, YSA mengadu ke Polresta Jambi bahwa dirinya korban pemerkosaan oleh delapan anak di kampungnya. Usia mereka berada pada rentang 8 tahun hingga 15 tahun. Dari hari yang sama, sejumlah orangtua dari anak-anak yang diadukan itu mendatangi Polda Jambi. Mereka melaporkan dugaan perbuatan cabul YSA kepada anak-anak mereka.
Dari kedua laporan yang masuk, penanganan kasus pemerkosaan berjalan lambat sementara kasus pencabulan berprogres cepat. YSA telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia bahkan kini ditempatkan di Rumah Sakit Jiwa Jambi karena dikhawatirkan memiliki penyimpangan seksual.
Pihaknya berharap penyidik dapat lebih berimbang dalam menangani kasus tersebut.
Ia pun melanjutkan, terkait kasus pemerkosaan, ada saksi yang melihat pada saat kejadian. Saksi tersebut juga sempat berlari untuk memanggil pulang Afriyanto, suami YSA, pulang. Kala itu, Afriyanto sedang di luar. Setibanya di rumah, Afriyanto sempat memarahi anak-anak tersebut. Ia lalu bersama YSA melapor pemerkosaan tersebut kepada ketua RT.
Tak lama setelah dilaporkan, anak-anak yang disebutnya sebagai pelaku kemudian dikumpulkan di rumah ketua RT. Anak-anak tersebut sempat pula mengakui perbuatannya.
Karena (YSA) telanjur terstigma sebagai penjahat seksual, sampai-sampai UPTD terkait pun enggan menggali keterangan darinya.
Namun, keesokan paginya, sewaktu akan dilakukan upaya damai kedua belah pihak, sejumlah orangtua anak menolak untuk meminta maaf. Para orangtua berbalik menuduhnya sebagai pencabul anak. Selanjutnya, mereka melaporkan YSA ke Polda Jambi atas dugaan pencabulan.
Ia pun menyesalkan sikap Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak baik (UPTD PPA) di tingkat Kota Jambi dan Provinsi Jambi yang enggan menggali informasi dari YSA.
”Karena (YSA) telanjur terstigma sebagai penjahat seksual, sampai-sampai UPTD terkait pun enggan menggali keterangan darinya. Ini menunjukkan keberpihakan yang buta,” kata Eli.
Kepala UPTD PPA Provinsi Jambi Asi Noprini mengakui, pihaknya telah menemui dan menggali keterangan dari seluruh anak yang diduga sebagai korban. Ia pun menyebut belum perlu menggali keterangan dari YSA. Alasannya, keterangan yang diberikan oleh anak-anak tersebut diyakini lebih jujur.
”Menurut kami, anak-anak tidak mungkin berbohong,” ujarnya. Ia menekankan keberpihakan akan lebih berat diberikan kepada anak-anak ketimbang orang dewasa.
Adapun Kepala UPTD PPA Kota Jambi Rosa Rosilawati juga mengakui tidak menemui YSA. Alasan Rosa, YSA telah ditangani petugas rumah sakit jiwa. Pihaknya memilih untuk lebih berfokus pada penanganan anak-anak yang dikhawatirkan mengalami trauma.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Jambi Komisaris Afrito Marbaro mengatakan, pihaknya akan meminta keterangan dari kedua belah pihak. Saat itu, pihaknya juga menunggu hasil visum dan hasil tes laboratorium.
Di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Alyatama, ada delapan anak yang kini menjalani pemulihan psikis. Sejumlah anak mengaku senang tinggal di balai. ”Senang tinggal di sini, tetapi ada juga kangen sama ibu,” kata Ab, salah seorang anak.
Berdasarkan data Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dari 24.786 kasus kekerasan sepanjang tahun 2016-2020, sebanyak 7.344 kasus atau 29,6 persen adalah kasus pemerkosaan. Dari kasus tersebut, hanya kurang dari 30 persen yang diproses hukum.
Rendahnya angka proses hukum pada kasus kekerasan seksual menunjukkan aspek substansi hukum yang ada tidak mengenal sejumlah tindak kekerasan seksual dan hanya mencakup definisi yang terbatas. Selain itu, aturan pembuktian yang membebani korban dan budaya menyalahkan korban serta terbatasnya daya dukung pemulihan korban juga menjadi kendala.