Pencabulan Versus Pemerkosaan di Jambi, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Apa yang sebenarnya terjadi? Peristiwa pemerkosaan terhadap YSA ataukah perbuatan cabul dengan YSA sebagai pelaku? Namun, belum lagi kasusnya terungkap, stigma negatif telanjur melekati YSA sebagai penjahat seksual.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
Pengaduan seorang ibu muda versus sejumlah orangtua ke kepolisian di Jambi, pekan lalu, mengentak keprihatinan publik. Masyarakat bertanya-tanya, mana yang benar di antara dua pengakuan berbeda itu.
Ibu muda berinisial YSA (21) mengadu ke Kepolisian Resor Kota Jambi. Ia mengaku menjadi korban pemerkosaan. Ia menyebut pelakunya adalah sejumlah anak di kampungnya di Kota Jambi. Tak lama setelah itu, sejumlah orangtua anak-anak itu balik melaporkan dugaan perbuatan cabul YSA kepada anak-anak mereka.
Apa yang sebenarnya terjadi? Peristiwa pemerkosaan terhadap YSA ataukah perbuatan cabul dengan YSA sebagai pelaku?
Kasus itu masih ditangani polisi. Akan tetapi, belum lagi kasusnya terungkap, stigma negatif telanjur dilekatkan pada YSA sebagai peleceh bocah lelaki. Berbagai tuduhan buruk dan miring menerpanya beruntun dalam hampir sepekan terakhir. Bahkan, hampir seluruh media di Jambi kini memberitakannya sebagai penjahat seksual.
Dalam berbagai pemberitaan tersebut, ia disebut-sebut kerap memaksa remaja dan anak kecil di sekitar rumah untuk melayani kebutuhan seksualnya. Ia pun kini berlabel penyandang hiperseksual.
Atas berbagai tuduhan itu pula, YSA lalu dibawa ke rumah sakit jiwa. Penyidik khawatir ia memiliki penyimpangan seksual.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Andri Ananta mengatakan, petugas akan mengobservasi YSA selama 14 hari. ”Setelah itu barulah kami akan menyimpulkan hasil observasinya,” kata Andri, Rabu (8/2/2023).
Padahal, bagaimana dia cabuli anak-anak, sedangkan di badannya ada banyak bekas luka? Cobalah (kasus ini) diperiksa dengan berimbang. (Sarmila, bibi YSA)
Andri menyebut ada 17 anak yang dilaporkan sebagai korban karena telah dicabuli YSA. Rentangan usia mereka 8-15 tahun. Saat ini, sebagian anak telah dibawa ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak Alyatama, Kota Jambi. Mereka akan mendapatkan pemulihan psikis. Selama menempati balai itu, anak-anak akan tetap mendapatkan asupan belajar dari sekolahnya secara virtual. Diharapkan, dengan upaya itu, pendidikan anak tidak terganggu oleh pemulihan psikis.
Andri membenarkan bahwa YSA sebelumnya mengaku diperkosa oleh anak-anak dan remaja di kampungnya. Pengaduan itu juga akan ditindaklanjuti oleh penyidik di Polresta Jambi.
YSA merupakan ibu dengan seorang bayi berusia 11 bulan. Sejak YSA menempati RS Jiwa Jambi, bayinya dititipkan kepada neneknya. Selama ini, kata Melati, sang nenek, bayinya sangat lengket pada ibunya. Apalagi, ibunda masih menyusuinya.
Sejak terpisah dari ibunya, sang bayi jadi lebih banyak diberikan susu formula. Satu kali dalam sehari dia dibawa oleh neneknya untuk menjenguk YSA di rumah sakit jiwa. Hal itu supaya YSA dapat memberi bayinya ASI. YSA juga akan menitipkan stok hasil tampungan ASI untuk dibawa pulang bayinya.
Penghakiman dini
Sarmila, bibi YSA, meminta keadilan dari aparat penegak hukum dan publik agar jangan ada penghakiman dini. Apa yang dialami YSA saat ini, lanjutnya, lebih berat dibandingkan hukuman di penjara. Sebab, semua orang telanjur mencercanya sebagai penjahat seksual. Seperti tidak punya harga diri lagi.
”Padahal, bagaimana dia cabuli anak-anak, sedangkan di badannya ada banyak bekas luka? Cobalah (kasus ini) diperiksa dengan berimbang,” ucapnya.
Tetangga YSA, Suryati, menceritakan, rumah yang ditempati oleh YSA dan suaminya, Afriyanto, milik orangtua Afriyanto. Sehari-hari mereka berjualan makanan dan membuka usaha rental permainan video rumahan.
”Selama saya mengenalnya, perilakunya (YSA) baik-baik saja. Tidak ada yang aneh,” ucapnya.
Helmi, ketua RT di kampung itu, berharap agar aparat penegak hukum dapat menangani kasus tersebut seadil-adilnya. Ia juga berharap kasus serupa tidak terjadi lagi di wilayahnya.
Direktur Beranda Perempuan Zubaidah melihat kasus tersebut perlu pendalaman lebih jauh. Ia mendorong agar aparat penegak hukum memberi porsi berimbang, baik kepada para pihak orangtua anak-anak maupun pihak YSA.
”Jangan sampai muncul cap buruk, padahal belum terbukti. Berikanlah ruang untuknya bersuara,” katanya.
Adapun kasus kekerasan seksual merupakan kedua kalinya terjadi di kampung itu. Yang pertama terjadi pada Agustus tahun lalu, seorang bocah berusia 4 tahun ditemukan tewas dalam lubang pembuangan komunal. Hasil pemeriksaan dokter mendapati tanda-tanda luka pada tubuhnya yang mengindikasikan ada kekerasan seksual dan kekerasan fisik. Korban diperkirakan telah meninggal dua hari sebelum ditemukan. Hingga kini aparat belum berhasil mengungkap pelakunya.