Penyidik menganalisis berbagai dokumen penyusunan anggaran dan bukti elektronik yang diperoleh dari hasil penggeledahan di sejumlah ruang kerja pejabat daerah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Proses penyidikan perkara dugaan tindak pidana suap terkait pengelolaan dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan tersangka pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jatim terus bergulir. Penyidik menganalisis berbagai dokumen penyusunan anggaran dan bukti elektronik yang diperoleh dari hasil penggeledahan di sejumlah ruang kerja pejabat daerah.
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, tim penyidik KPK telah selesai melaksanakan penggeledahan di beberapa lokasi di Kota Surabaya, Jatim, Rabu (21/12/2022). Lokasi tersebut adalah kompleks Kantor Gubernur Jatim yang terdiri dari ruang kerja Gubernur Khofifah Indar Parawansa, ruang kerja Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, dan ruang kerja Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Adhy Karyono.
Selain itu, penyidik KPK juga memeriksa kantor Sekretariat Daerah Provinsi Jatim, BPKAD Jatim, dan Bappeda Jatim. Dari kegiatan penggeledahan tersebut ditemukan dan diamankan, antara lain, berbagai dokumen penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jatim.
”Selain itu juga bukti elektronik yang diduga memiliki kaitan erat dengan perkara. Analisis dan penyitaan segera akan dilakukan untuk mendukung proses pembuktian perkara ini,” ujar Ali Fikri, Kamis (22/12/2022).
Menyikapi penggeledahan tersebut, Khofifah mengatakan menghormati proses hukum yang tengah dilakukan KPK. Selain itu, Pemprov Jatim akan bersikap kooperatif dan berjanji akan memberikan semua data yang diperlukan penyidik.
Adapun terkait dengan penggeledahan di ruang kerjanya, Khofifah memastikan tidak ada dokumen yang diambil penyidik selama kegiatan berlangsung. ”Yang terkonfirmasi di ruang Gubernur tidak ada dokumen yang dibawa, di ruang Wagub tidak ada dokumen yang dibawa, di ruang sekda ada flashdisk yang dibawa,” kata Khofifah di Markas Kepolisian Daerah Jatim.
Dalam kesempatan tersebut mantan Menteri Sosial RI ini kembali menegaskan komitmennya untuk mendukung berbagai upaya yang dilakukan lembaga antirasuah dalam proses penegakan hukum di wilayahnya.
”Saya, Pak Wagub, dan jajaran Pemprov Jatim semuanya menghormati proses yang berjalan. Kami semua siap untuk membantu mendukung data jika dibutuhkan oleh KPK,” ucap Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama tersebut.
Lebih lanjut Kofifah mengatakan bahwa yang mengetahui detil tentang APBD adalah Sekretaris Daerah dan Bapeda. Ia juga menambahkan dana hibah bisa cair setelah memenuhi tiga hal, pertama ada SK Gubernur, kedua adanya verifikasi dari inspektorat, dan ketiga ada tim yang turun dan membuktikan bahwa betul lembaga penerima dana hibah ini benar ada dan dibuktikan dengan legalitas dari camat setempat.
"Setiap penerima hibah juga harus menandatangani tiga hal. Hal pertama pakta integritas yang isinya siap di sanksi dan pidana jika ada ketidaksesuaian, kedua surat pernyataan tanggungjawab mutlak, dan ketiga melaksanakan pengajuan dan membuat pelaporan Jadi dana hibah ini menjadi penanggungjawab penerima hibah," katanya.
Sebelumnya, Sekda Provinsi Jatim Adhy Karyono mengatakan, Pemprov tidak terlibat dalam kasus korupsi suap dana hibah yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak. Meski demikian, pihaknya menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Dia juga berkomitmen mempermudah prosesnya.
”Nggak ada keterlibatannya. Nanti kita lihat hasilnya. Bila ada kebutuhan data, informasi, atau apa pun, kami akan bantu,” kata Adhy kepada wartawan, Rabu malam.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK menangkap Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak. Sahat diduga menerima suap senilai Rp 1 miliar dari yang dijanjikan, yakni Rp 2 miliar, untuk pengurusan alokasi dana hibah yang bersumber dari APBD Jatim.
Sahat ditangkap bersama tiga orang lainnya, yakni Abdul Hamid (Kepala Desa Jelgung, Kabupaten Sampang), Ilham Wahyudi alias Eeng (koordinator kelompok masyarakat), dan Rusdi (anggota staf ahli Sahat). Keempat orang itu ditangkap di Surabaya, Rabu (14/12/2022).
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers pada Jumat (16/12/2022) dini hari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, menyampaikan, suap yang diungkap pada Rabu lalu itu adalah yang ketiga kalinya diterima Sahat dari Abdul Hamid. Saat ditangkap, Sahat menerima Rp 1 miliar dari yang dijanjikan Hamid sebesar Rp 2 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah dari APBD Jatim untuk tahun 2023. Uang itu diterima Sahat dalam bentuk mata uang asing, yakni dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat.
”Sisa Rp 1 miliar dijanjikan akan diserahkan pada Jumat,” ujarnya.
Sebelumnya, Hamid dan Sahat telah melakukan praktik serupa untuk distribusi dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021. Pada kedua tahun anggaran itu, APBD Jatim mengalokasikan dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun untuk didistribusikan ke badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan di wilayah Pemerintah Provinsi Jatim guna pembangunan infrastruktur.
Distribusi dana itu dilakukan melalui usulan yang disampaikan oleh anggota DPRD Jatim, salah satunya Sahat. Untuk itu, Sahat menawarkan diri memperlancar pendistribusian dana hibah kepada sejumlah pihak dengan meminta uang muka layaknya praktik ijon.
Untuk distribusi, dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021, kepada Hamid, Sahat meminta uang muka sebesar 20 persen dari dana hibah yang diberikan kepada kelompok masyarakat. Dalam hal ini, Hamid juga memperoleh bagian 10 persen. Untuk realisasinya, dana hibah yang disalurkan sebesar Rp 40 miliar pada 2021 dan Rp 40 miliar pada 2022.
Untuk penyaluran dana hibah tahun 2023, Hamid kembali meminta bantuan Sahat dengan janji memberikan imbalan Rp 2 miliar. Akhirnya keduanya ditangkap pada Rabu, berikut uang imbalan yang diberikan itu juga disita KPK (Kompas.id, 16 Desember 2022).