Masih Ada Warga yang Menolak Pertambangan, Lanjutan Pengukuran Tanah di Wadas Tanpa Gesekan
Pengukuran tanah untuk pertambangan batu andesit di Desa Wadas dilanjutkan mulai Selasa (12/7/2022). Berbeda dengan pengukuran tanah pada Februari lalu yang diwarnai kericuhan, pengukuran kali ini tanpa gesekan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Pengukuran tanah tahap kedua untuk pertambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tanpa gesekan, Selasa (12/7/2022). Sebagian warga yang sempat menolak, kini mempersilakan aktivitas itu. Namun, sebagian warga Wadas masih ada yang kukuh tetap menolak rencana pertambangan.
Selasa pagi hingga siang, proses pengukuran tanah tahap kedua terpantau lancar. Para petugas leluasa memasuki tanah-tanah yang hendak diukur tanpa ada penolakan. Selama pengukuran, tidak tampak petugas kepolisian berseragam. Pengukuran tanah tahap kedua ini dilakukan hingga Jumat (15/7/2022).
Sebelumnya, pemerintah berencana menambang batu andesit di Wadas untuk material pembangunan Bendungan Bener di Purworejo. Namun, rencana itu ditolak sebagian warga. Penolakan muncul karena pertambangan itu dikhawatirkan menghilangkan lahan pertanian yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga. Pertambangan itu juga dikhawatirkan merusak lingkungan di Wadas.
Puncaknya, Februari 2022, pemerintah mengukur tanah tahap pertama di calon lokasi tambang di Wadas. Namun, aktivitas itu diwarnai kericuhan yang berujung penangkapan puluhan orang oleh polisi. Meski orang-orang itu kemudian dilepaskan, kericuhan telanjur menjadi sorotan sejumlah pihak.
Seorang warga Wadas, Sodin (62), mempersilakan petugas mengukur lahan seluas 340 meter persegi miliknya. Selama ini, lahan tersebut digunakan untuk menanam pohon pisang, nangka, dan durian.
Awalnya, dia menolak pembebasan tanahnya untuk proyek pertambangan batu andesit. Namun, kini, Sodin berubah sikap. Alasannya, tanah lain di sekitar lahannya sudah dibebaskan semua.
Ke depan, Sodin berencana menggunakan uang ganti rugi untuk membeli lahan di tempat lain. ”Mau saya pakai untuk beli tanah lagi. Soalnya ini tanah warisan,” katanya.
Warga lainnya, Kosidun (46), mengatakan, lahan seluas 400 meter persegi miliknya sudah diganti rugi sekitar Rp 500 juta. Uangnya digunakan untuk sejumlah keperluan, termasuk memperluas bangunan rumahnya.
”Sekarang uangnya sudah hampir habis,” ujarnya.
Menurut Kosidun, lahan tempat rumahnya berdiri awalnya tidak termasuk lahan yang terdampak proyek pertambangan. Namun, belakangan, ada petugas yang memberi tahu bahwa lahan tersebut juga terdampak.
Akan tetapi, masih ada sebagian warga Wadas yang menolak rencana pertambangan. Salah seorang warga, Siswanto (30), mengatakan, masih banyak warga yang menolak pertambangan. Dengan begitu, mereka tetap menolak proses pengukuran lahan yang dilakukan pemerintah.
Siswanto menyebut, dari 11 RT di Wadas, ada 7 RT yang terdampak langsung proyek pertambangan. Dia mengklaim, dari 7 RT, warga di 4 RT menolak rencana pertambangan.
”Yang menolak itu masih banyak, tapi jumlahnya saya enggak tahu persis,” katanya.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo Andri Kristanto saat ditemui di Balai Desa Wadas mengatakan, dari 617 bidang tanah yang akan digunakan untuk pertambangan di Wadas, sebanyak 304 bidang sudah diukur. Dia menyebut, masih ada 313 bidang tanah yang harus diukur.
Menurut Andri, dalam pengukuran tahap kedua, ada lima tim yang diterjunkan. Setiap tim terdiri dari 2 petugas ukur, 4 petugas pertanian, dan 4 koordinator warga. Selain itu, ada petugas dari Kantor Jasa Penilai Publik yang bertugas menghitung nilai tanah, bangunan, dan tanaman yang terdampak.
Andri mengklaim, sebagian besar pemilik lahan terdampak pertambangan di Wadas telah setuju untuk diukur tanahnya. Dia juga memastikan, pengukuran itu hanya dilakukan di tanah-tanah yang pemiliknya telah memberikan persetujuan. Oleh karena itu, petugas tidak akan mengukur tanah yang pemiliknya masih menolak rencana pertambangan.
”Warga juga harus datang ke lokasi lahan untuk menunjukkan batas-batasnya,” ujar Andri.