Warga Masih Pro-kontra, Pengukuran Tanah di Wadas Kembali Dilakukan
Pengukuran tanah bakal penambangan di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, akan kembali dilaksanakan mulai Selasa (12/7/2022). Namun, BPN optimistis pengukuran akan berlangsung aman dan kondusif.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Pengukuran tanah di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, bakal dilanjutkan pada Selasa (12/7/2022). Warga yang kontra aktivitas ini menyayangkan sikap pemerintah yang melanjutkan proses pengukuran saat sebagian masyarakat masih trauma akibat kekerasan pada Februari 2022.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Purworejo Andri Kristanto optimistis pengukuran akan berjalan lancar. Banyak warga yang semula menolak rencana pengukuran tanah dan pembangunan areal penambangan untuk pembangunan Bendungan Bener, kini berubah pikiran. Pengukuran tanah dijadwalkan pada 12-15 Juli 2022.
”Setelah mengetahui nominal yang bakal diterima, warga yang semula kontra lantas tertarik melepas tanahnya,” ujarnya, Senin (11/7/2022). Tanah yang akan digunakan untuk penambangan dihargai lebih dari Rp 200.000 per meter persegi. Jumlah itu disebut 2-3 kali lipat rata-rata harga jual tanah di Wadas.
Di Wadas, areal yang akan menjadi lokasi penambangan terdiri dari 617 bidang. Rata-rata luas per bidang tanah mulai dari 500 meter persegi hingga lebih dari 2.000 meter persegi.
Sejauh ini, 48 persen atau 304 bidang telah diukur dan 313 bidang lainnya belum diukur. BPN Kabupaten Purworejo telah membayar ganti rugi untuk 296 bidang tanah sebesar Rp 335 miliar.
Andri mengatakan tidak secara khusus meminta bantuan aparat menjaga pengukuran tanah di Desa Wadas. Namun, dia juga belum bisa memastikan kegiatan itu tidak dihadiri aparat. ”Ada tidaknya aparat bergantung kondisi lapangan. Namun, saya yakin, pengukuran tahap II ini akan aman-aman saja,” ujarnya.
Di hari yang sama, kelompok masyarakat kontra penambangan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Pecinta Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) menyatakan tetap menolak penambangan.
”Kami tetap merapatkan barisan. Menolak pengukuran dan penambangan,” ujar Siswanto, perwakilan Gempa Dewa.
Dia mengklaim, warga yang kontra masih terintimidasi. Selain patroli dari aparat keamanan, ada juga gesekan dengan warga yang pro. ”Banyak warga pro yang datang ke rumah warga kontra dengan bujuk rayu. Mereka mengatakan, sikap warga kontra bisa membuat warga pro tidak mendapatkan ganti rugi sepeser pun,” ujarnya.
Siswanto juga menyesalkan minimnya perhatian pemerintah terhadap warga yang masih trauma pasca-penangkapan dan kekerasan pada Februari 2022. Belum sembuh dari trauma kejadian sebelumnya, rencana pengukuran kali ini membuat kondisi psikologis warga semakin terpuruk.
Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta akan mengirimkan surat terbuka kepada jajaran pemerintah di tingkat pusat terkait trauma dan keinginan warga. Dia menyebut, surat itu akan ditujukan untuk Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo hingga Presiden Joko Widodo.
Ifan (34), salah satu warga pro penambangan, membantah tuduhan intimidasi. Dia menyebut, justru banyak warga yang kontra bertanya nominal uang yang diterima dari pemerintah. Wagiman (60), ayah Ifan, memiliki 1.300 meter persegi dan mendapatkan ganti rugi lebih dari Rp 1 miliar pada April 2022.
”Setelah dibagi dengan keluarga, uangnya untuk membeli lima bidang tanah. Sisanya disimpan di deposito bank,” katanya.
Sejauh ini, kata Ifan, beberapa warga kontra mulai berubah pikiran. Setidaknya 10 orang sudah mendaftarkan diri mengurus pemberkasan tanah.