Peternak di Kabupaten Aceh Besar harus mengeluarkan biaya Rp 100.000-Rp 150.000 untuk biaya suntik ternak per ekor. Ketersediaan obat-obatan penyakit mulut dan kuku di Provinsi Aceh sangat terbatas.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Ketersediaan obat-obatan penyakit mulut dan kuku di Provinsi Aceh sangat terbatas. Peternak harus mengeluarkan biaya besar untuk mengobati ternak yang terpapar penyakit itu.
Seorang peternak di Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, Zulfikar, dihubungi dari Banda Aceh, Sabtu (18/6/2022), mengatakan, sebanyak 50 ekor sapi miliknya terpapar PMK.
Dia harus mengeluarkan biaya suntik vitamin dan antibiotik Rp 150.000 per ekor.
”Ini masih biaya untuk suntik, belum lagi kebutuhan lain. Ini sangat memberatkan peternak,” katanya.
Zulfikar mengatakan, peternak yang lain juga mengalami hal yang sama. Mereka harus mengeluarkan biaya besar untuk merawat ternak yang terpapar PMK.
Peternak di Kabupaten Aceh Besar juga harus mengeluarkan biaya Rp 100.000-Rp 150.000 untuk biaya suntik per ekor.
Muhammad Jarizal (36), warga Montasik, Aceh Besar, menuturkan, biaya suntik sebesar itu membebankan petani.
”Bayangkan kalau ada 10 ekor sapi, harus keluarkan biaya Rp 1,5 juta hanya untuk suntik,” ujar Jarizal.
Jarizal mengatakan, wabah PMK membuat peternak panik. Meski harus mengeluarkan biaya besar, peternak akan merogoh kocek demi kesembuhan ternaknya.
Ini kondisi darurat, kita perlu penanggulangan cepat. Saya yakin peternak memakluminya.
Di Aceh Besar, peternakan menjadi sumber pendapatan besar untuk memenuhi kebuhan hidup. Sebanyak 87.000 ekor populasi ternak terdapat di kabupaten itu.
Akibat dari kepanikan, sebagian peternak nekat memberikan obat parasetamol yang biasa dikonsumsi manusia untuk menurunkan panas. ”Pokoknya, kalau ada yang bilang obat ini sembuh, ya peternak ikut saja,” katanya.
Biaya suntik tersebut untuk membayar jasa medis kepada para mantri. Meski para mantri itu anggota staf pemerintah daerah, mereka harus membeli obat secara mandiri.
Idealnya gratis
Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Aceh Besar Firdaus mengatakan, seharusnya biaya suntik vitamin dan antibiotik untuk ternak rakyat gratis. Akan tetapi, mereka dihadapkan pada persoalan stok obat yang terbatas.
”Para mantri harus beli obat sendiri, mereka pesan di toko daring. Makanya, peternak harus bayar jasa medis dan obat,” katanya.
Firdaus berharap para peternak memahami kondisi yang sedang terjadi. Disebutkan, para mantri telah berusaha keras agar dapat melayani peternak meski harus membeli obat-obatan secara mandiri.
”Ini kondisi darurat, kita perlu penanggulangan cepat. Saya yakin peternak memakluminya,” ujarnya.
Di sisi lain, jumlah mantri di kabupaten/kota tidak memadai untuk menanggulangi wabah. Jika dalam kondisi normal, jumlah mantri mencukupi.
Misalnya di Aceh Besar, jumlah mantri 68 orang harus menangani 23 kecamatan. Artinya 3 orang harus melayani 1 kecamatan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran menuturkan, stok obat obat-obatan di kabupaten/kota terbatas. Dia memaklumi beban peternak atas biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan.
”Kami terus berkoordinasi dengan kementerian untuk meminta pasokan obat,” kata Zalsufran.
Sebelumnya, pihaknya telah menyalurkan obat-obatan dan vitamin kepada kabupaten kota. Namun, karena kasus terus meningkat belum mencukupi.
Data terbaru, per 16 Juni 2022, jumlah ternak di Aceh yang terpapar PMK sebanyak 26.000 lebih. Padahal, sepekan yang lalu, jumlahnya masih 20.700 ekor.
”Penyebaran sangat cepat. Karena itu, saya berharap Aceh jadi prioritas penyaluran vaksin,” kata Zalsufran.
Selain pengobatan, upaya pencegahan penyebaran juga dilakukan dengan menutup pasar hewan, menghentikan distribusi ternak antarkabupaten. ”Penyakit ini penyebarannya cepat, tetapi tingkat kesembuhan juga tinggi. Petani jangan panik,” ujarnya.
Dari 23 kabupaten/kota di Aceh, sebanyak 15 kabupaten/kota statusnya zona merah, 7 zona hijau, dan 1 zona kuning.