Tumpang Tindih Lahan di IKN, Sejumlah Kawasan Tahura Bukit Soeharto Bakal Dilepaskan
Dalam Kawasan Strategis Nasional IKN terdapat Tahura Bukit Soeharto yang sejumlah lahannya tumpang tindih dengan warga transmigran. Pemerintah berupaya melepas sejumlah kawasan tahura menjadi areal penggunaan lain.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pemerintah berupaya melepas sejumlah kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yang tumpang tindih dengan lahan warga di kawasan ibu kota negara atau IKN Nusantara di Kalimantan Timur. Kawasan yang sudah dikelola warga transmigran puluhan tahun diajukan menjadi area penggunaan lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN), Kawasan Strategis Nasional (KSN) IKN mencakup area darat seluas 256.142 hektar dan perairan laut 68.189 hektar. Secara administratif, saat ini wilayah tersebut berada di Kecamatan Sepaku dan Kecamatan Penajam di Kabupaten Penajam Paser Utara. Adapun di Kabupaten Kutai Kartanegara, wilayah itu meliputi Kecamatan Loa Kulu, Loa Janan, Muara Jawa, dan Samboja.
Di dalamnya juga terdapat Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto yang merupakan kawasan konservasi dan pendidikan. Kawasan itu sebagian besar berada di Kecamatan Samboja. Di sana, lahan Tahura banyak yang tumpang tindih dengan lahan warga transmigran.
Sebagai contoh, di Desa Karya Jaya, Kecamatan Samboja. Dari luas desa 1.005 hektar, 81 persen wilayahnya masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto. Dari pendataan Kementerian ATR/BPN, sebanyak 124 hektar lahan sudah bersertifikat, tetapi dari jumlah itu, 114 lahan bersertifikat di antaranya berada di kawasan Tahura Bukit Soeharto.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kaltim Asnaedi menjelaskan, pemerintah sudah melakukan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T). Selain itu, pemerintah juga sudah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Reforma Agraria untuk menyelesaikan persoalan itu.
”Kita sudah ajukan untuk tata batas, untuk perubahan tata ruang supaya (sejumlah lahan tahura) menjadi areal penggunaan lain. Kita sudah sampaikan suratnya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Asnaedi saat dihubungi, Jumat (4/3/2022).
Kronologi
Dari catatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Desa Karya Jaya menjadi wilayah transmigrasi penduduk asal Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat tahun 1957-1972. Pada 1975, sejumlah warga transmigran mendapat surat tanah hak garap dan sertifikat hak milik.
Saat itu, kawasan desa hanya berbatasan dengan Tahura Bukit Soeharto. Namun, pada 1978-2017, area Tahura Bukit Soeharto meluas dari semula sekitar 33.700 hektar kemudian bertahap menjadi 64.814 hektar. Hal itu membuat mayoritas lahan milik warga transmigran di Desa Karya Jaya masuk kawasan tahura.
Kepala Desa Karya Jaya, Wahidin, berharap persoalan ini selesai sebelum pembangunan IKN berlangsung. Warga khawatir terjadi pembangunan di desanya sebelum persoalan lahan beres.
”Kami khawatir lahan kami tidak diakui. Bahkan, yang sudah punya sertifikat saat ini kesulitan ketika mau mewariskan ke anaknya karena (lahan) masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto,” katanya.
Selain itu, sejumlah warga tak bisa menggarap lahan yang dimiliki. Sebab, kata Wahidin, warga khawatir melanggar hukum karena menggarap lahan yang dilindungi.
Sebelumnya, Gubernur Kaltim Isran Noor menyatakan sudah bersurat ke Kementerian LHK agar persoalan warga di sana segera diselesaikan. Ia meminta warga tak perlu khawatir karena persoalan ini sedang diproses. Ia menjamin hak warga akan diberikan.
”Mereka tidak akan diganggu, hanya masuk dalam kawasan (IKN). Kalau ditata, iya, supaya dia bagus, permukiman bagus, infrastruktur bagus. Kalau mengusir (warga) tidak,” katanya.