Tersentuh Saat Dievakuasi oleh Warga Korban Longsor
Berniat meliput longsor di Banjarnegara, mobil saya malah terjebak jalan ambles, tak jauh dari lokasi. Di tengah kerepotan, warga korban longsor dengan tulus mengevakuasi mobil saya dengan tali tambang.
Sabtu, 20 November 2021, menjadi hari berkesan bagi saya. Saat itu, mobil tua milik Bapak yang biasa saya pakai untuk liputan terselip dan terjebak di jalan ambles. Kira-kira 5 kilometer sebelum lokasi liputan longsor di Pagentan, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Longsor terjadi pada Jumat (19/11/2021) pukul 21.30. Kabar tentang itu masuk ke ponsel saya Sabtu pukul 00.06. Hingga pukul 03.00, saya terus memantau informasi yang mengalir melalui beberapa grup Whatsapp. Sampai pukul 02.00, sebanyak tiga orang ditemukan meninggal akibat tertimbun longsor dan satu lainnya masih dicari.
Hingga pukul 02.00, sebanyak tiga orang ditemukan meninggal akibat tertimbun longsor dan satu lainnya masih dicari.
Saya segera bersiap untuk berangkat dan mencolek teman-teman wartawan di Banyumas. Barangkali ada yang hendak berangkat liputan bersama. Namun, hingga pukul 05.00 tidak ada yang merespons. Mungkin juga karena belum bangun mengingat hari itu adalah akhir pekan.
Karena tidak ada yang hendak ikut naik mobil, pukul 05.30 saya segera meluncur dari Purwokerto menuju Banjarnegara. Sesampainya di Purbalingga, barulah beberapa teman merespons. Mereka bertanya apakah saya sudah berangkat atau belum. Beberapa di antaranya kemudian menyusul dengan naik sepeda motor.
Karena saya berangkat sendiri, Google Maps menjadi andalan untuk memandu menuju lokasi longsor. Pagentan berada di sebelah utara kota Banjarnegara di daerah berbukit. Jalan ke sana juga menjadi jalur alternatif menuju Dieng. Saya hanya pernah satu atau dua kali saja melewati jalanan itu karena kondisinya yang terjal dan berkelok.
Memasuki wilayah Kecamatan Madukara di Banjarnegara, sepeda motor seorang rekan wartawan dari Wonosobo terlihat mendahului. Berarti benar lewat sini jalannya, batin saya.
Saya terus berkonsentrasi mengemudikan mobil mengingat jurang di sebelah kiri dan tebing terjal di sebelah kanan. Setelah melewati Desa Clapar, saya mulai memasuki wilayah Kecamatan Pagentan. Di depan terdapat percabangan jalan, lurus atau belok kanan. Saya bingung, marka jalan menunjukkan jalur ke kanan, tetapi Google Maps mengarahkan lurus.
Baca juga : Longsor di Banjarnegara, Korban Tewas Menjadi 4 Orang
Saya memutuskan mengikuti petunjuk Google. Namun, karena ragu, setelah 5 kilometer, saya sempatkan bertanya kepada seorang anak berseragam SMA di tepi jalan. Saya mengonfirmasi apakah benar jalan itu menuju lokasi longsor dan apakah mungkin dilewati. Anak itu membenarkan. Katanya, saya hanya perlu lurus saja.
Keraguan saya terjawab 100 meter kemudian. Terlihat jalan ambles yang membentuk seperti lembah. Lapisan aspalnya yang rusak tersebar ke mana-mana. Retakan tanah tampak di lahan sekitar yang banyak ditumbuhi tanaman salak.
Saya kemudian turun dari mobil untuk mengecek apakah jalan tersebut bisa dilewati. Di depan saya, jalanan menurun akibat amblesnya permukaan tanah. Namun, saya melihat lebarnya masih cukup untuk mobil lewat. Kepadatannya pun terasa cukup keras untuk dilewati.
Baca juga : Tes PCR Enam Kali demi Liputan Dubai Expo
Saya memutuskan untuk melewatinya. Mobil saya gas perlahan dan berhasil menuruni bagian jalan yang ambles dengan selamat. Setelah itu, saya segera ancang-ancang tancap gas untuk menaiki patahan jalan di depan. Namun, ternyata usaha saya gagal. Ban mobil selip akibat tanah di bagian tanjakan lembek bekas terkena hujan.
Badan mobil pun bergoyang-goyang. Di sebelah kanan tampak jalan dengan aspal yang menganga, sementara di sebelah kiri berupa kebun dengan tanah berundak-undak menurun. Jaraknya dengan tumpuan jalan yang lembek sekitar 2 meter. Jika mobil berguling ke kiri, habislah sudah. Saya sulit mengukur dasar kebun salak itu. Namun, kelihatannya lebih menyerupai jurang yang dalam.
Saya berusaha tenang, lalu memundurkan mobil. Setelah itu, mencoba ancang-ancang dan tancap gas lagi. Lagi-lagi mobil selip dan kian bergoyang terseok-seok. Saya kembali mundur dan mencoba mengegas lagi, tapi sia-sia.
Baca juga : Mereka Tidur Selamanya akibat Tertimbun Longsoran
Akhirnya, daripada terguling dan sulit dievakuasi, mobil saya tinggalkan di lembah jalan ambles itu. Saya tepikan ke sebelah kanan agar ada ruang bagi pengendara lain untuk melintas.
Setelah menyambar tas, saya segera turun dari mobil dan menguncinya, lalu mencari tumpangan kepada pengendara sepeda motor yang lewat. Seorang pemuda bersedia memboncengkan hingga Pagentan karena tujuan kami sama.
Dalam perjalanan, barulah saya tahu ternyata ada jalan lain yang lebih baik kondisinya. Setelah kira-kira 5 kilometer, saya tiba di lokasi longsor sekitar pukul 07.00.
Baca juga : Meliput Bencana Semeru, Membaca Pertanda di Lapangan
Di sana saya langsung menjumpai Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo yang biasa disapa Mas Andri. Ia tengah memantau pembersihan material. Di sela bertanya perkembangan kondisi terbaru, saya juga menanyakan barangkali ada orang yang bisa dimintai tolong untuk menderek mobil.
Mas Andri menenangkan saya. Katanya ada banyak orang yang dapat membantu. Saya pun menarik napas lega dan bisa lebih berkonsentrasi untuk mencari data, wawancara, dan menulis berita.
Sekitar pukul 10.00, salah seorang rekan Mas Andri, yakni Mas Wanidi dari SAR Banjarnegara, menyatakan akan segera berangkat menolong saya. Dengan diantar oleh Mas Ilham, sukarelawan PMI dari Banjarnegara, saya kembali ke lokasi mobil yang terjebak jalan ambles.
Sempat terseok-seok, untungnya mobil tidak sampai terguling.
Di sana telah bersiap Mas Wanidi dengan tali tambangnya untuk menarik mobil. Dia mengatakan, jalur ini memang sering membuat mobil terjebak, apalagi setelah hujan. Menurut dia, banyak mobil melewati jalur ambles ini karena menuruti Google Maps.
Setelah tali tambang terikat, sejumlah pengendara motor yang juga warga sekitar dicegat oleh Mas Wanidi. ”Tolong berhenti sebentar, bantu tarik mobil wartawan ini,” kata Mas Wanidi.
Sekitar 10 orang bergotong royong menarik mobil. Dari balik kemudi, saya tekan pedal gas sedalam mungkin. Sempat terseok-seok, untungnya mobil tidak sampai terguling. Dengan limpahan kebaikan dari orang-orang tersebut, mobil akhirnya berhasil dievakuasi dari lembah jalan ambles.
Baca juga : Tanyakan pada Petir yang Menyambar
Untuk membalas kebaikan mereka, saya segera menyiapkan uang dan turun dari mobil untuk menyerahkannya. ”Untuk uang bensin,” kata saya. Namun, mereka semua menolaknya karena tulus ingin membantu demi kemanusiaan.
Mereka segera menyalakan sepeda motor dan melanjutkan perjalanan. Peristiwa ini sontak membuat saya tersentuh dan merasa sangat bersyukur. Saya terharu karena mendapat kesempatan merasakan kebaikan dan ketulusan dari warga setempat dan sukarelawan.
Meski semalaman tidak tidur akibat terkena bencana atau menggali timbunan longsor untuk mencari korban, mereka masih mau membantu pengendara yang kendaraannya terjebak jalan ambles, seperti saya.
Saya pun jadi belajar, jika kondisi jalan terlihat meragukan, saya harus bertanya kepada orang yang tepat. Sekembalinya ke Purwokerto, saya melintasi jalan utama yang sangat bagus kondisinya. Di salah satu jembatan terpasang spanduk besar bertuliskan, ”Pak Bupati, Iki Lah Dalane Top Markotop”. Artinya, Pak Bupati, Jalan Ini Top Markotop.
Baca juga : Kenangan Berada 104 Meter di Bawah Permukaan Tanah
Saya pun tersenyum miris mengingat pengalaman sambil berharap tulisan itu dipasang di lokasi jalan ambles tadi. Semoga pemerintah terkait memperhatikan dan memperbaiki jalanan yang ambles karena penting bagi keselamatan pengendara.
Bagi pengendara yang lewat jalan ambles itu, jika berboncengan naik sepeda motor, si pembonceng harus turun apabila tidak ingin jatuh tersungkur. Mobil pun hanya yang bergardan ganda (double gardan) yang mampu melintasinya.
Saat mobil tua bapak saya ditarik sepuluhan orang, sebuah mobil gardan ganda milik kementerian tampak melintas dengan mudah melewati jalan ambles itu.
Untung saja saya mendapat bantuan dari warga dan sukarelawan. Tersentuh sekali rasanya sampai ingin menangis saat itu. Terima kasih orang-orang baik. Semoga penuh berkah bagi kalian semua.