Tanyakan pada Petir yang Menyambar
Tidak sampai enam bulan, sudah terjadi dua kali kebakaran di kilang Pertamina, Cilacap. Sejauh ini, sambaran petir selalu disebut sebagai ”biang kerok”.

Kondisi kebakaran kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (14/11/2021).
Belum jelas penyebab kebakaran Juni 2021, kilang Pertamina Cilacap kembali terbakar pertengahan November lalu. Polanya sama, peristiwa terjadi akhir pekan dan malam hari saat hujan lebat disertai petir.
Dugaan sementara, sambaran petirlah yang menjadi ”tersangka” penyebab kebakaran obyek vital negara tersebut. Dengan demikian, tidak sampai enam bulan, sudah dua kali jurnalis ikutan pontang-panting meliput peristiwa kebakaran kilang.
Semula, hari Sabtu (13/11/2021), akan saya habiskan untuk menemani anak saya yang masih berusia 3 tahun. Sejak Jumat pagi, badannya demam. Suhunya naik turun 37,5 derajat hingga 39 derajat celsius. Akibatnya, yang biasanya ia aktif dan ceria, jadi lebih banyak diam karena tubuhnya lemas. Makan pun sulit.
Polanya sama, peristiwa terjadi akhir pekan dan pada malam hari saat hujan lebat disertai petir.
Sesuai saran dokter, sambil diberi obat penurun panas, perkembangannya harus kami pantau selama tiga hari. Jika demamnya tidak kunjung turun, cek darah harus segera dilakukan.
Sabtu pukul 19.15, saya baru saja masuk rumah sepulang membeli mainan untuk anak. Harapannya, semangatnya untuk sehat terpacu dan nafsunya makannya meningkat agar energinya bertambah.
Karena badan basah kuyup kehujanan, saya segera mandi. Tak lama, ponsel berbunyi. Seorang rekan wartawan memberi kabar, kilang Pertamina Cilacap terbakar. Beberapa video amatir berseliweran di grup Whatsapp.

Tangki berisi komponen produk Pertalite dengan kapasitas sekitar 31.000 kiloliter di PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit IV Cilacap terbakar, Sabtu (13/11/2021) pukul 19.10. Kebakaran di kilang ini pernah terjadi pada Jumat (11/6/2021) malam. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Gambar diambil dari lantai IV Akademi Maritim Nusantara, Cilacap.
Belum juga sempat bermain dengan anak, saya harus bergegas mengemas peralatan liputan dan baju ganti. Liputan kebakaran kilang terbakar biasanya butuh waktu lama sehingga liputan pun harus dilengkapi perlengkapan menginap selama beberapa hari.
Begitu tahu bapaknya hendak pergi, anak saya kembali merengek dan bertanya, ”Nanti Bapak pulang enggak?”
”Maaf, Sayang, bapak pulangnya besok, ya,” kata saya.
Setelah berkoordinasi dengan sejumlah teman wartawan di Purwokerto, akhirnya sekitar pukul 20.00, kami meninggalkan Purwokerto menuju Cilacap. Mobil Suzuki Carry tua milik ayah saya jadi andalan untuk liputan bersama.
Baca juga: Kebakaran Kilang Pertamina Cilacap Diduga akibat Sambaran Petir
Untuk mengemudikan mobil yang kami panggil ”angkot” itu, kami mengandalkan Idhad Zakaria, pewarta foto Antara. Di sampingnya, duduk Mardianto, wartawan SCTV.
Saya memilih duduk di deretan kursi tengah sebelah kanan. Di samping kiri saya ada Jati, wartawan Tribunnews. Sementara di bagian belakang ada Bayu Nur Sasongko, wartawan Net.TV dan Fadlan, wartawan Kompas.com.
Hujan lebat menyertai perjalanan kami menuju Cilacap yang berjarak 52 kilometer. Dalam kondisi normal, perjalanan butuh 75-90 menit. Di bawah kemudi Idhad Zakaria yang lihai, ditambah kondisi mendesak diburu tenggat, Purwokerto-Cilacap ditempuh hanya dalam waktu 45 menit.
Baca juga: ”Kiamat Mini” di Ladang Jagung

Kondisi kebakaran kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (14/11/2021).
Tentu saja seluruh isi perut rasanya ingin loncat keluar. Kelokan dan tikungan tajam sepanjang aliran Sungai Serayu dilibas seolah tanpa melepaskan pedal gas. Rangkaian mobil, truk, hingga bus patas antarkota disalip tanpa jeda.
Sepanjang jalan, ponsel beberapa teman terus berbunyi. Koordinator liputan atau editor masing-masing di Jakarta terus menanyakan posisi dan kondisi terkini kebakaran. Teman-teman media daring berupaya mengetik di layar gawai demi menjadi yang terkini dalam mengabarkan.
Memasuki gapura ”selamat datang” Cilacap, langit gelap yang diselimuti awan hujan tampak terang bercahaya yang berasal dari api kebakaran kilang. Kami pun mengira-ngira tempat mana yang dapat dimanfaatkan untuk segera memotret.
Baca juga: Dampak Abu Kebakaran Kilang Pertamina Cilacap di Sumur Warga dan Lingkungan
Jika harus mendekat ke lokasi, tentu saja petugas sudah menutup area atau radius tertentu agar steril. Akhirnya kami memutuskan mencari tempat tinggi untuk mendapatkan gambar terbaik. Gedung Akademi Maritim Nusantara jadi pilihan.
Bangunan berbentuk kapal ini punya lima lantai. Kami segera meminta izin kepada petugas satpam dan bergegas menaiki tangga menuju lantai atas. Tiba di lantai empat, sambil ngos-ngosan karena menaiki tangga sambil berlari, kami mulai memotret kobaran api kilang.
Setelah itu, barulah kami berupaya mendekat ke lokasi. Benar saja, sejumlah titik jalan telah dijaga aparat. Kami mencoba mendekat dengan melewati gang-gang kecil untuk mencapai kantor Kelurahan Lomanis, tempat warga mengungsi.
Baca juga: Menjadi ”Anjing Penjaga” di Tengah Pusaran Politik

Kondisi kebakaran kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (14/11/2021).
Masih di tengah guyuran hujan, setelah mewawancarai sejumlah warga, kami pun segera menuju Head Office Pertamina untuk mendapatkan keterangan resmi dari pejabat terkait. Barulah sekitar pukul 23.00, saya selesai menulis berita dan mengirimkannya bersama foto-foto.
Tidak lama kami mendengar informasi bahwa api sudah padam. Kami segera berkeliling untuk mengecek. Tidak tampak lagi kobaran api dari kilang.
Namun, sekitar pukul 00.15, api kembali membubung tinggi disertai busa pemadam api yang ikut beterbangan. Kami pun mengecek permukiman penduduk terdekat. Warga yang semula mengungsi ke kelurahan ternyata sudah kembali ke rumah masing-masing. Dalam radius 500 meter dari lokasi kebakaran, hawa panas terasa menyengat.
Setelah cukup mengambil gambar dan video, sekitar pukul 01.30 kami beristirahat di penginapan. Esoknya pukul 06.00, saya dan beberapa wartawan memutuskan menyeberang ke Kutawaru, Cilacap Tengah. Dari perahu penyeberangan, kami memotret kepulan asap hitam yang masih membubung tinggi.
Namun, saat menjejak Kutawaru sekitar pukul 07.30, api dan kepulan asap telah luruh dan menghilang. Pihak Pertamina kemudian memberikan pernyataan resmi lewat jumpa pers virtual bahwa api berhasil dipadamkan secara total pada Minggu pukul 07.45 atau sekitar 12 jam setelah kebakaran bermula.
Di Kutawaru, saya mewawancarai dua warga yang mengaku trauma akibat kebakaran kilang. Pasalnya, Juni lalu, abu kebakaran membuat sumur mereka tercemar. Kali ini tampaknya asap kebakaran terbawa angin ke utara sehingga Kutawaru yang berada di sebelah selatan aman dari kemungkinan pencemaran lingkungan.
Baca juga: Yang Saya Petik dari Papua

Kondisi kebakaran kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, dilihat dari perahu penyeberangan menuju Kutawaru, Minggu (14/11/2021).
Seusainya, sambil menunggu keberangkatan kapal penyeberangan untuk kembali ke daratan Cilacap, kami membeli mi instan untuk mengganjal perut agar tidak masuk angin. Dari Kutawaru, saya mengecek ke daerah Gumilir, sekitar 11 kilometer dari kilang ke arah utara.
Di sana, sejumlah sumur warga tercemar abu kebakaran kilang. Warga pun membutuhkan air bersih. Di sepanjang jalan, genangan air di tepi trotoar terlihat gelap. Demikian pula dengan daun dan tanaman yang tampak hitam.
Akhirnya pukul 15.00, kami pulang ke Purwokerto. Dalam hati saya bersyukur, api dapat dipadamkan dengan cepat dibandingkan dengan peristiwa Juni lalu yang membakar kilang hingga 40 jam.
Selama liputan di Cilacap, istri saya mengabarkan demam anak kami sudah turun. Saya agak lega mendengarnya meski berkali-kali anak saya mengirimkan pesan suara, ”Kok Bapak lama liputannya?” atau ”Kok Bapak ga pulang-pulang?”.
Setibanya di rumah, saya langsung mandi dan berkumur serta menyemprotkan cairan garam ke hidung. Meski tetap berusaha bermasker selama liputan, saya tetap khawatir adanya potensi penularan Covid-19. Sore itu hingga malam hari, akhirnya saya bisa bermain dengan anak meski sambil menahan kantuk dan lelah.
Senin (15/11/2021) pagi, kami mendengar informasi Kapolda Jawa Tengah akan datang mengecek kilang yang terbakar sekaligus memberikan keterangan pers. Saya sempat bingung karena pada saat bersamaan, demam anak saya kembali meningkat. Hari itu sudah lewat tiga hari masa pantauan sehingga saya dan istri berencana membawanya ke rumah sakit.
Baca juga: Kabut Pagi di Punthuk Setumbu

Kondisi kebakaran kilang Pertamina Cilacap, Jawa Tengah, dilihat dari Kutawaru, Minggu (14/11/2021).
Akhirnya, saya putuskan segera berangkat liputan meninggalkan anak yang kembali menangis. Saya dan teman-teman wartawan kembali ke Cilacap dengan mobil tua ayah saya.
Di sana, Kapolda menyebutkan, untuk sementara pihaknya menduga penyebab kilang terbakar adalah sambaran petir. Ini juga yang menyebabkan kebakaran Juni lalu.
Ketika ditanya bagaimana sistem teknologi penangkal petir di kilang ini, Kapolda hanya menjawab hal itu harus ditanyakan kepada ahli terkait. Sayangnya, pihak Pertamina tidak mendapat kesempatan untuk ikut memberi keterangan.
Jika kejadian terus berulang dan alam yang selalu dituding sebagai penyebabnya, ingin rasanya mewawancarai alam dan petir untuk memberikan hak jawabnya.
Selesai jumpa pers, kami berusaha ”menodong” wawancara Kepala BMKG Cilacap. Sayangnya, di tengah wawancara, ia ditarik salah seorang aparat kepolisian sehingga keterangan yang diberikan pun tidak lengkap. Akhirnya, kami hanya bisa mengantongi informasi dari Kapolda dan rilis normatif dari Pertamina sebagai bahan berita.
Selesai liputan, dengan terburu-buru kami kembali ke Purwokerto agar saya sempat memeriksakan anak saya. Saya bersyukur kini ia sudah kembali ceria dan aktif. Nafsu makannya pun mulai meningkat. Demikian pula dengan tidurnya yang semakin nyenyak.
Semoga kebakaran kilang tidak terjadi lagi dan investigasi penyebabnya terus dilakukan secara obyektif dan transparan. Jika kejadian terus berulang dan alam yang selalu dituding sebagai penyebabnya, ingin rasanya mewawancarai alam dan petir untuk memberikan hak jawabnya.

Daun-daun yang menghitam terkena abu kebakaran kilang Pertamina, Minggu (14/11/2021).