Rata-rata Kenaikan di Bawah 1 Persen, UMK Jateng Disebut Paling Tragis
Kenaikan UMK mayoritas daerah di Jateng di bawah 1 persen. Hanya Sukoharjo, Kota Salatiga, Kota Magelang, Kota Tegal, dan Kota Surakarta yang kenaikannya di atas 1 persen. Serikat pekerja setempat menilai ini memilukan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menetapkan upah minimum kabupaten/kota pada 2022, yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Dengan persentase kenaikan di sebagian besar kurang dari 1 persen, serikat pekerja menilai penetapan kali ini paling tragis. Sebaliknya, pengusaha menilai kenaikan itu masih rasional.
Daftar upah minimum pada 35 kabupaten/kota se-Jateng Tahun 2022 tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 561/39 Tahun 2021. Upah tertinggi adalah Kota Semarang, Rp 2.835.021, yang naik 0,9 persen (Rp 24.996). Sementara terendah ialah Kabupaten Banjarnegara dengan Rp 1.819.835, yang naik 0,82 persen (Rp 14.835).
Dari 35 kabupaten/kota, hanya hanya ada lima daerah dengan kenaikan UMK lebih dari 1 persen dibandingkan UMK 2021, yakni Kabupaten Sukoharjo (3,10 persen/Rp 60.153), Kota Salatiga (1,28 persen/Rp 27.066), Kota Magelang (1,14 persen/Rp 21.913), Kota Tegal (1,17 persen/Rp 23.180), dan Kota Surakarta (1,09 persen/Rp 21.910). Adapun sisanya, kenaikan UMK di bawah 1 persen.
Penetapan UMK Tahun 2022 mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Pasal 26 dan angka dari Badan Pusat Statistik (BPS), sesuai surat Menteri Ketenagakerjaan kepada para gubernur se-Indonesia.
Sebelumnya, pada 20 November 2021, Ganjar menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Jateng 2022 adalah Rp 1.812.935, naik 0,78 persen dibandingkan UMP 2021. Itu juga didasari perhitungan formula PP Nomor 36 Tahun 2021 pada Pasal 26 dan angka dari BPS.
Ganjar mengatakan, upah minimum merupakan batas terendah upah bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari setahun. Sementara pekerja dengan masa kerja 1 tahun atau lebih digunakan penghitungan struktur dan skala upah dengan memerhatikan minimal inflasi 1,28 persen dan laju pertumbuhan ekonomi 0,97 persen.
”Ketetapan tentang kewajiban perusahaan membuat struktur skala upah kami cantumkan dalam SK (surat keputusan) agar menjadi perhatian semuanya,” kata Ganjar, dalam keterangannya, Rabu (1/12/2021).
Pemprov Jateng juga mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 561/0016770 tentang Struktur dan Skala Upah di Perusahaan Tahun 2022, yang ditujukan kepada bupati/wali kota dan pimpinan perusahaan se-Jateng. SE dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih.
Dalam SE itu tertuang instruksi agar bupati/wali kota memastikan perusahaan menyusun struktur dan skala upah dengan menugaskan dinas tenaga kerja melakukan pendampingan dan pemantauan. Sementara para pengusaha diwajibkan menyampaikan hasil penyusunan struktur dan skala upah kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng, melalui dinas yang membidangi ketenagakerjaan kabupaten/kota, paling lambat 31 Desember 2021.
”Pekerja yang baru masuk bekerja tentu akan menerima upah yang besarannya berbeda dengan pekerja yang sudah bekerja bertahun-tahun. Hal ini untuk memberi rasa keadilan bagi pekerja sekaligus penghargaan atas pengabdian dari para pekerja kepada perusahannya,” kata Ganjar.
Tragis
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jateng Gideon Suhartoyo mengatakan, penetapan UMP dan UMK kali ini paling tragis. Kendati telah melalui sejumlah pertimbangan seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi dan lainnya, UMP sebesar 0,78 persen benar-benar memilukan.
Ia menambahkan, semestinya pemerintah melibatkan serikat pekerja dan para pemangku kepentingan untuk diskusi terkait penetapan upah dari jauh-jauh hari. Menurut dia, selama ini pihaknya sudah diajak bicara, tetapi hanya di waktu-waktu tertentu.
Terkait struktur dan skala upah, hal itu sebenarnya sudah lama diterapkan. ”Namun, persoalannya, pengawasannya lemah. Pemerintah, lewat dinas, bagaimana pengawasannya? Kesiapan segala tetek bengeknya? Ini harus kita kawal bersama,” ujar Gideon.
Menyikapi penetapan UMP dan UMK tersebut, KSPSI berencana menggelar aksi. ”Kami akan konsolidasi lebih dulu, verifikasi, dan validasi data. Kemudian, mengajukan surat perizinan. Mungkin minggu depan, kami akan melakukan aksi untuk memberi masukan-masukan yang solutif kepada pemerintah agar ada pertimbangan-pertimbangan,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Perbankan DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, Dedi Mulyadi menilai, merujuk kondisi sebagian besar perusahaan dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah kali ini masih rasional. Terlebih, banyak karyawan dirumahkan, PHK, serta pembatasan jumlah pekerja yang masuk.
Merujuk kondisi sebagian besar perusahaan dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah kali ini masih rasional. (Dedi Mulyadi)
”Saat ini ekonomi sudah agak hidup. Maka, jangan dibebani dulu. Tapi agar yang tadinya tutup atau tidur bisa bangun lagi. Yang penting perusahaan stabil dulu. Saya rasa, upah kita masih kompetitif. Yang penting, industri-industri masuk dulu. Dengan banyaknya perusahaan, tenaga kerja dan daya saing akan bertambah,” kata Dedi.
Terkait struktur dan skala upah, yang sebenarnya sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, menurut Dedi, juga akan bergantung pada kemampuan perusahaan. Sebagian perusahaan, lanjutnya, sudah mengarah ke sana. Namun, ia berharap sosialisasi dan edukasi terus dilaksanakan oleh pemerintah kepada perusahaan.