Seniman Teater Se-Sumatera Ingatkan Kekayaan Rempah Nusantara
Festival Teater Sumatera 2021 diikuti 12 komunitas. Kekayaan Nusantara, terutama rempah-rempah, diangkat jadi tema utama. Para seniman teater ingin mengingatkan betapa kayanya sumber alam Indonesia.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sebanyak 12 komunitas teater dari sembilan provinsi di Pulau Sumatera memamerkan kemampuan teater di pergelaran Festival Teater Sumatera 2021, di Palembang, Sumatera Selatan. Para seniman teater banyak mengangkat tema tentang kekayaan sumber daya alam Nusantara sebagai bangsa agraris.
Festival teater Sumatera kali ini adalah yang pertama semenjak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Dari festival ini akan dibentuk Wanua Teater Sumatera yang akan memperkuat seni teater di kancah nasional.
Gemuruh tepuk tangan dari penonton terdengar hingga penjuru ruang teater Taman Budaya Sriwijaya, Palembang, setelah menyaksikan pertunjukan pamungkas bertajuk ”Kutuk” yang dilakoni enam anak muda dari kelompok teater Potlok, Sabtu (13/11/2021). Mereka seakan terpana dengan permainan lampu, gelegar musik, dan aksi teatrikal para seniman.
Pertunjukan itu bercerita tentang kemegahan Kedatuan Sriwijaya yang mampu menguasai pesisir timur Sumatera hingga Malaka dari abad ke-7 hingga ke-12. Kekayaan alam di Sumatera menarik semua pedagang untuk bersandar ke dermaga guna memperjualbelikan sejumlah komoditas termasuk yang paling berharga saat itu, yakni rempah-rempah. Rempah-rempah itu seperti damar, kayu manis, dan barus. Kemudian disusul cengkeh dan pala sekitar abad ke-16.
Di balik kekayaan alam itu, semua rakyat dan pendatang harus patuh pada titah Datu Sriwijaya. Kalau tidak, mereka akan dikutuk seperti yang tertulis dalam sejumlah prasasti, mulai dari Kota Kapur, Telaga Batu, Palas Pasemah, dan Kota Kapur.
Prasasti itu bertuliskan titah raja agar semua yang ada di kekuasaan Sriwijaya untuk patuh pada raja. Jika mereka memberontak akan terkena kutuk, yakni mati terbunuh.
Waktu berlalu, setelah Sriwijaya runtuh, proses perdagangan rempah masih berlangsung hingga akhirnya pedagang lain datang dengan membawa kapal bermesin. Penjajahan itu bahkan berlangsung sampai saat ini di mana semua tanah tidak lagi dimiliki rakyat, melainkan segelintir pengusaha.
Aksi teatrikal yang disutradarai Conie Sema menghibur para penonton yang didominasi anak muda. Dalam karyanya, Conie berusaha memberikan pesan agar masyarakat sadar kekayaan alam Indonesia sejak lama dilirik bangsa lain. ”Karya seni ini menjadi bahan refleksi bagi semua orang di masa sekarang,” katanya.
Conie yang juga koordinator Festival Teater Sumatera 2021 ini mengungkapkan alasan mengapa tahun ini diberikan tema rempah-rempah karena keberadaannya sangat penting bagi kehidupan bangsa. ”Dengan rempah, Sumatera, bahkan bangsa Indonesia bisa bersatu,” katanya.
Penetapan tema dalam Festival Teater Sumatera adalah yang pertama kali. Sebelumnya, tidak ada tema alias festival teater berlangsung bebas.
Visi dari festival ini, lanjut Conie, diharapkan memberikan pedoman bagi semua pemangku kepentingan tentang nilai-nilai kehidupan. ”Ini adalah pesan dari para seniman teater. Selanjutnya kami akan sampaikan pesan ini ke para ahli di bidang ilmu yang lain, seperti arkeolog dan sejarawan,” katanya.
Sementara itu, dalam drama teater Keluarga Mie Instan, penulis naskah, Taufik Wijaya, ingin menyisipkan pesan tentang efek buruk industrialisasi. Sistem itu dinilai dapat menghancurkan keragaman dan keunikan sebuah bangsa. Pesan ini ia racik dan dimainkan komunitas teater Hitam Putih dari Sumatera Barat.
Taufik menyampaikan, dengan modernisasi, pelaku industri berupaya mencari cara mudah dalam hidup. Namun, langkah ini punya sisi buruk menghilangkan nilai dari sebuah proses. Ia mencontohkan, sebelum ada mi instan, semua mi diracik sedemikian rupa dengan rempah. ”Dengan hidup serba instan, semua menjadi absurd,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan Aufa Syarizal mengungkapkan, pihaknya memberikan ruang seluas-luasnya bagi para seniman untuk menampilkan karya seni. ”Itulah alasan mengapa Taman Kebudayaan Sriwijaya dibangun,” katanya.
Tidak hanya untuk pementasan seni, menurut Aufa, taman tersebut juga disediakan untuk perupa dan seniman lainnya. Hal ini diharapkan memberikan semangat bagi seniman untuk terus menciptakan karya baru dan memberikan ruang interaksi dengan para pencinta seni.